kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Meski kinerja emiten naik, pertumbuhan bukan didorong penjualan


Senin, 28 Mei 2018 / 07:15 WIB
Meski kinerja emiten naik, pertumbuhan bukan didorong penjualan


Reporter: Agung Jatmiko | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia mencetak pertumbuhan ekonomi 5,06% di kuartal pertama lalu. Sejumlah analis menilai pertumbuhan ini masih di bawah ekspektasi. Meski begitu, di saat yang sama, emiten-emiten rata-rata masih mampu mencetak pertumbuhan pendapatan dan laba bersih.

Ambil contoh, kinerja emiten big caps anggota indeks LQ45. Hampir semua emiten anggota indeks saham paling likuid tersebut mencatatkan pertumbuhan laba bersih selama tiga tahun terakhir. Di kuartal satu lalu, kinerja emiten LQ45 juga masih oke.

Analis Senior Paramitra Alfa Sekuritas William Siregar menyebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sebesar 5,06% di kuartal I-2018 merefleksikan memang ada penurunan daya beli masyarakat. Hal ini tentu akan mempengaruhi kinerja emiten.

Analis menilai, pertumbuhan kinerja keuangan emiten tersebut bukanlah didorong dari aktivitas operasional, melainkan lebih karena aktivitas efisiensi tiap perseroan. Hal ini terutama terlihat di emiten sektor perbankan dan barang konsumer

Analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra menilai, perbankan getol melakukan efisiensi pada cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).BBCA misalnya, yang merupakan emiten dengan bobot terbesar terhadap LQ45.

Pada kuartal satu lalu, BBCA mencatatkan CKPN sebesar Rp 188,17 miliar. Padahal di periode yang sama di 2017 BBCA mengalokasikan CKPN Rp 248,24 miliar.

Sepanjang tahun lalu, alokasi CKPN dari BBCA juga termasuk rendah. Jumlahnya sebesar Rp 2,63 triliun, turun 42,29% dibandingkan besaran CKPN tahun 2016 yang mencapai Rp 4,56 triliun.

Mengerem kredit

Selain BBCA, emiten bank lain, seperti BMRI, juga berhemat. Di kuartal satu lalu, BMRI mencatatkan CKPN sebesar Rp 3,75 triliun, turun 29,07% jika dibandingkan periode yang sama tahun 2017. CKPN dari BMRI juga tercatat menurun sepanjang tahun lalu. Tahun lalu, CKPN BMRI tercatat mencapai Rp 15,64 triliun, turun 37,27% dibandingkan tahun 2016.

Penurunan CKPN ini bisa diartikan bank mengerem penyaluran kredit. Memang, per Maret 2018, kucuran kredit BMRI hanya tumbuh 7% jika dibandingkan dengan periode yang sama di 2017.

Ini lantaran penyaluran kredit ke sektor korporasi dan komersial diperlambat. "Namun perbankan tetap berkinerja bagus selama ini dan menurut saya prospeknya tetap bagus ke depan," ujar Aditya, Minggu (27/5).

William menambahkan, sektor lain yang terlihat melakukan efisiensi secara nyata adalah sektor barang konsumsi (consumer goods). Pelemahan daya beli masyarakat berimbas langsung terhadap kinerja emiten yang bergerak di sektor ini.

Salah satu emiten barang konsumer yang melakukan efisiensi, menurut William, adalah UNVR. Meski begitu, laba bersih emiten ini masih turun. Per kuartal I 2018 lalu, UNVR cuma mencetak laba bersih Rp 1,84 triliun, turun jika dibandingkan dengan periode yang sama sebelumnya (2017) sebesar Rp 1,96 triliun.

Industri rokok juga menjaga pertumbuhan dengan melakukan efisiensi. Selain mengurangi tenaga kerja, emiten rokok juga menggenjot rokok produksi mesin. Ambil contoh GGRM. Di kuartal satu lalu, kontribusi penjualan sigaret kretek mesin ke total penjualan mencapai 89,90%.

Selain itu, produsen rokok bisa mengalihkan beban cukai ke konsumen. "Soal cukai kan terefleksi dari kenaikan harga rokok. Jadi bebannya ke konsumen," ujar William.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×