Reporter: Dian Sari Pertiwi | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pencatatan saham baru atau rights issue sering digunakan emiten untuk mendapatkan dana segar. Soalnya, mendapatkan modal dengan model rights issue lebih murah ketimbang menerbitkan surat utang atau meminjam uang ke bank.
Tahun ini, ada beberapa emiten yang melakukan rights issue. Misalnya, PT Barito Pasific Tbk (BRPT) yang mengincar dana publik senilai Rp 18,48 triliun. Lalu, ada PT Nusantara Infrastructure Tbk (META) menawarkan saham sebanyak 5,6 miliar dengan harga pelaksanaan dipatok di rentang Rp 2.300 sampai Rp 3.300 per saham. Dengan aksi itu, BRPT akan mendulang dana segar senilai Rp 18,48 triliun.
Begitu juga dengan PT BRI Agroniaga Tbk (AGRO) yang akan menerbitkan saham baru 6 miliar dengan target pengumpulan dana Rp 1,8 triliun. Rencananya, dana rights issue ini untuk digunakan sebagai modal untuk masuk ke dalam kelompok bank BUKU III yang membutuhkan modal setidaknya Rp 5 triliun.
Terbaru, PT Merdeka Copper Gold Tbk berencana menggelar rights issue dengan menerbitkan sebanyak 933,33 juta saham baru senilai Rp 100 per saham. Dengan aksi ini, emiten berkode MDKA mengincar dana sebanyak US$ 150 juta.
Kepala Riset Ekuator Swarna, David Sutyanto mengatakan aksi rights issue lebih diminati emiten dalam menjaring dana segar untuk ekspansi karena beberapa alasan.
Pertama, emiten mendapat dana segar dengan murah ketimbang menerbitkan obligasi atau meminjam uang ke bank. Kedua, perseroan dapat menjaring investor baru. Ketiga, dengan rights issue perseroan bermaksud memasukkan aset baru. "Bisa juga rights issue dilakukan untuk memasukkan aset, seperti yang dilakukan RIMO," ujar David.
Hanya, bagi investor banyak hal yang perlu diperhatikan saat emiten menawarkan saham baru ke publik. David menyebut, aksi rights issue akan membuat investor dalam posisi tak diuntungkan. Sebab, bagi investor yang terlanjur mengempit, sahamnya dapat terdilusi.
Meski begitu, David bilang ada beberapa hal yang dapat diperhatikan jika emiten yang sahamnya terlanjur dikoleksi melakukan rights issue. "Cermati penggunaannya dananya, biasanya untuk ekspansi dan itu akan membuat kinerja perusahaan naik, jika iya, apakah kinerja perusahaan berbanding lurus dengan dilusi yang investor terima," ujar David.
Selain itu, perhatikan juga harganya. Maklum, kebanyakan emiten yang melakukan right issue selalu menawarkan harga diskon. Potongan harga ini dianggap bisa merugikan investor karena harga sahamnya berpotensi turun.
Sementara, menurut Analis Paramitra Alfa Sekuritas William Siregar investor perlu mencermati dan mengkritisi aksi rights issue. "Karena ada kemungkinan, debt equity ratio-nya tinggi atau ada potensi gagal utang, sehingga tidak dapat pendanaan dari bank," ujar William.
Meski begitu, William bilang, investor yang terlanjur memegang saham tak perlu langsung melepas. "Perhatikan potensi dilusi tapi juga lihat potensi ke depannya apakah earning power-nya stabil dengan adanya rights issue ini," kata William.
Senada, Managing Director & Head of Equity Capital Market Samuel Internasional, Harry Su mengatakan investor harus memperhatikan earning per share emiten yang melakukan rights issue. "Apakah rights issue itu akan menambah pertumbuhan earnings per share, kalau tidak jangan masuk," ujar Harry.
Sementara, bagi investor baru rights issue bisa jadi ajang untuk mengoleksi saham. Namun, David bilang investor baru harus mencermati penggunaan dana dan prospek sektor perusahaan tersebut.
Di antara beberapa emiten yang akan melakukan rights issue, David menilai alasan ekspansi bisa jadi pertimbangan. Mengamini hal tersebut, William mengatakan, alasan mengumpulkan dana segar jadi pertimbangan utama. “Pilih saham right issue dari emiten yang mau lakukan ekspansi bukan untuk bayar utang,” ujar William.
Selain itu, prospek sektor di mana emiten beroperasi jadi pertimbangan utama jika investor ingin membeli saham di harga diskon. Dalam hal ini, di antara emiten yang berencana melaksanakan right issue, William melihat prospek BRPT paling cerah.
Ekspansi lainnya berupa pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa-9 dan Jawa-10 dengan kapasitas 2x1.000 MW juga berpotensi mengangkat kinerja BRPT di masa mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News