Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski pasar saham dalam negeri sedang ada pada tren menguat, pelaku pasar masih mewaspadai dampak tapering off pada akhir tahun.
Direktur Pengaturan Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Edi Broto Suwarno optimistis bahwa tren pertumbuhan pasar modal nasional masih akan berlanjut hingga 2022.
Salah satu alasannya adalah meningkatnya korporasi atau UMKM yang memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pembiayaan usaha. Pada sektor pasar modal sendiri, kami melihat tren penguatan IHSG, ini diperkirakan akan terus berlanjut.
"Sementara, pemanfaatan pasar modal sebagai sumber pendanaan akan terus meningkat. Hal ini dipicu oleh kebutuhan korporasi maupun UMKM terhadap sumber-sumber pembiayaan di pasar modal,” jelas Edi dalam secara virtual, Jumat (29/10).
Kemudian, pasar modal Indonesia pada tahun depan juga akan diramaikan dengan melantainya perusahaan-perusahaan unicorn yang bergerak di bidang teknologi.
Antusiasme masyarakat pada perusahaan teknologi bisa dilihat dari penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) Bukalapak pada Agustus lalu.
Baca Juga: Meski belum signifikan, bank ikut kebagian berkah laba anak perusahaan
Asal tahu saja, entitas hasil konsolidasi antara Gojek dan Tokopedia, Go To juga berencana akan melakukan IPO di 2022.
“Antusiasime ini tentunya akan berdampak positif pada pasar modal tahun depan,” ujarnya.
Meskipun demikian, Edi juga mengingatkan agar setiap investor memperhatikan tantangan global di 2022 mendatang. Adapun tantangan-tantangan tersebut adalah pemulihan ekonomi global maupun domestik yang diliputi ketidakpastian dan potensi terjadinya gelombang ketiga varian Covid-19.
Selain itu, masih ada risiko kejadian global yang tidak terduga seperti krisis energi maupun kasus Evergrande yang memperlambat perekonomian China, serta normalisasi kebijakan moneter atau tapering off Bank Sentral AS, The Fed yang kemungkinan akan dimulai pada 2021.
Sementara itu, Kepala Divisi Riset dan Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Verdi Ikhwan menyebut, analis memproyeksikan IHSG bisa tembus ke level 7.000. Ia mengungkapkan, bahwa IHSG sempat tembus ke level 6.643 pada 21 Oktober 2021. Level ini, kata dia, sedikit lagi akan mencapai rekor sepanjang sejarah pasar modal Indonesia yaitu di level 6.689 yang dicapai pada Februari 2018 silam.
"Jadi mudah-mudahan melihat kondisi sekarang, kita, ada analis bilang IHSG bisa tembus sampai 7.000. Tahun 2021 tampaknya menjadi tahun dimana perusahaan-perusahaan semakin tertarik untuk melakukan penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO)," paparnya.
Bursa Efek Indonesia mencatat sudah ada 38 perusahaan baru yang melantai di bursa saham hingga September 2021 dan masih ada beberapa perusahaan yang menargetkan IPO hingga akhir tahun 2021.
Hal itu ia ungkapkan pada diskusi InfobankTalkNews Media Discussion dengan tema ‘Outlook Pasar Modal 2022: Momentum Pemulihan Ekonomi dan Imbas Tapering The Fed’ Jumat, 29 Oktober 2021.
"Di tahun 2021 sampai September, sudah ada 38 perusahaan baru yang tercatat di BEI. Di pipeline masih ada sekitar 21 - 27. Kita berharap sampai akhir tahun bisa tembus diatas 50 dan melebihi pencapaian kita di 2020," ucapnya.
BEI mencatat jumlah dana yang dihimpun lewat pasar modal di 2021 juga melonjak cukup tajam jika dibandingkan 2020. Jika tahun lalu dana yang dihimpun mencapai Rp 5 triliun, saat ini dana yang terkumpul dari penawaran saham perdana sudah menembus lebih dari Rp 30 triliun. Hal ini tidak lepas dari aksi korporasi perusahaan besar seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan IPO perusahaan teknologi seperti Bukalapak.
Lebih jauh, ketertarikan korporasi memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pembiayaan juga tidak lepas dari jumlah investor yang terus bertambah. BEI mencatat hingga September 2021, jumlah investor di pasar modal Indonesia sudah bertambah sebanyak 6,4 juta. Angka ini meningkat 65,74% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Baca Juga: Meski Sumber Dana Belum Jelas, Evergrande Disebut Telah Lunasi Kupon Tertunggak
Semakin besarnya pasar modal Indonesia diharapkan dapat berdampak baik pada perekonomian. Sehingga pemulihan ekonomi bisa berjalan lebih cepat dan efektif.
Direktur Equtor Swarna Investama Hans Kwee menambahkan, dampak tapering mungkin tidak akan terlalu besar menggangu pasar saham di negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya The Fed sudah sangat transparan, kebijakan ini sudah diantisipasi pelaku pasar dan pembuat kebijakan cukup lama, kondisi ekonomi makro Indonesia lebih baik ketimbang tahun 2013 silam.
“Lalu, mata uang negara berkembang termasuk Indonesia saat ini pada posisi undervalued, dominasi kepemilikan asing di instrument keuangan Indonesia relative lebih kecil dan bantalan yang lebar (yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun),” kata Hans Kwee.
Namun, lanjut Hans Kwee, yang justru seharusnya diperhatikan adalah peluang The Fed menaikkan suku bunga jauh lebih cepat daripada negara-negara maju yang lain. Karena, sembilan dari 18 pejabat The Fed siap untuk menaikkan suku bunga tahun depan sebagai respons atas kenaikan inflasi yang diperkirakan mencapai 4,2% pada tahun ini, lebih dari dua kali lipat dari target yang ditetapkan 2%.
“Bila terjadi kenaikan suku bunga di tahun 2022 diperkirakan akan memberikan dampak yang lebih besar dan lama terhadap pasar keuangan negara berkembang,” pungkasnya.
Selanjutnya: IPO dengan nilai jumbo, begini prospek FAPA, ARCI, BUKA, dan CMNT
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News