Reporter: Namira Daufina | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Penurunan harga tembaga disinyalir terjadi karena impor China yang merosot tajam. Ditambah lagi dengan penguatan USD yang terus terjadi. Sampai akhir pekan nanti koreksi harga tembaga diprediksi masih bisa terus berlanjut.
Mengutip Bloomberg, Rabu (24/8) pukul 3.19 sore waktu Shanghai harga tembaga kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange menukik 0,41% di level US$ 4.690,50 per metrik ton dibanding hari sebelumnya. Bahkan dalam sepekan terakhir harga tembaga sudah tergerus 1,74%.
Ibrahim, Direktur PT Garuda Berjangka mengatakan katalis negatif mengimpit posisi tembaga. Pertama, beban datang dari laporan impor China yang menukik. Dari data China Customs ditunjukkan impor China Juli 2016 turun dari 305.304 ton menjadi 251.235 ton dan itu merupakan level terendahnya dalam 17 bulan terakhir. Sementara di sisi yang lain ekspornya justru terbang 76% dibanding Juni 2016.
Penurunan impor ini terjadi karena permintaan yang turun sepanjang musim panas dan berhentinya produksi beberapa smelter tambang tembaga di Negeri Tirai Bambu. Keputusan untuk memberhentikan produksi itu dipilih para produsen untuk meningkatkan margin produksi.
Jelas ini mengecewakan bagi pasar. Artinya permintaan masih mengempis di saat pasokan justru terbang tinggi. “Ketidakseimbangan fundamental ini menjadi sorotan utama pelaku pasar sehingga tidak ada peluang bagi tembaga untuk merangkak naik,” jelas Ibrahim.
Ditambah lagi stok di London Metal Exchange (LME) melompat 14% dalam dua hari beruntun. Ini merupakan kenaikan harian tertinggi dalam tujuh bulan terakhir. Efeknya, harga tembaga terkikis semakin dalam.
“Apalagi di pasar kini, USD sedang unggul karena spekulasi kenaikan suku bunga yang diprediksi bisa terjadi dalam waktu dekat,” kata Ibrahim. Dengan harga jual tembaga yang menggunakan acuan USD, jelas ini pun berimbas negatif pada harga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News