Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Usai bergerak di zona merah hingga sempat merosot ke level 6.666,41, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,24% pada Selasa (31/10). Membawa IHSG ke posisi 6.752,21 sebagai titik landas untuk menempuh perdagangan di bulan November.
Gerak IHSG lesu sepanjang Oktober, dengan mengakumulasi pelemahan 2,72% dalam sebulan terakhir. Jika dihitung sejak awal tahun (year to date), IHSG mengalami koreksi 1,44%. Dana dari investor asing masih mengalir keluar (capital outflow) dengan total net sell mencapai Rp 13,34 triliun.
Analis dan Branch Manager Jasa Utama Capital Sekuritas Manado, Grandly Christophel, menyatakan, pergerakan IHSG yang nyaris ambles 3% pada bulan Oktober di luar ekspektasi. Secara historis dalam lima tahun terakhir, IHSG hanya sekali saja melemah di bulan Oktober, yakni pada tahun 2018.
Baca Juga: Simak Sentimen Eksternal yang Menopang Pergerakan IHSG di Pekan Ini
Research Analyst Erdikha Elit Sekuritas Ika Baby Fransiska menambahkan, penurunan IHSG pada bulan Oktober tak lepas dari derasnya capital outflow. Pada market regular, aksi jual mencapai Rp 6,22 triliun.
"Mengingat kenaikan yield membuat aliran dana asing keluar dari pasar domestik cukup deras," kata Ika kepada Kontan.co.id, Selasa (31/10).
Head of Research Mega Capital Sekuritas (InvestasiKu) Cheril Tanuwijaya menyoroti katalis yang cukup menekan pasar di bulan Oktober.
Mulai dari memanasnya tensi geopolitik dari konflik di Gaza, perkembangan data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang membuka peluang The Fed mengerek suku bunga, serta kejutan dari kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia.
Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham yang Layak Dicermati untuk Hari Ini (31/10)
"Musim earning (rilis kinerja kuartal III-2023) juga baru dimulai, makin membuat pasar fluktuatif dengan mempertimbangkan berbagai sentimen dan kejutan di pasar tersebut," imbuh Cheril.
Cheril mengamati sejumlah sentimen itu masih akan mengiringi laju pasar saham di November. Pada awal bulan, pelaku pasar menanti hasil Federal Open Market Committee (FOMC) yang digelar 31 Oktober - 1 November 2023.
Pasar masih melihat potensi kenaikan suku bunga acuan The Fed sebanyak 25 basis points di akhir 2023. Hanya saja, untuk FOMC kali ini, mayoritas pelaku pasar berekspektasi The Fed masih menahan tingkat suku bunga acuannya.
"Kami lihat untuk FOMC besok suku bunga masih akan ditahan, namun ada peluang Desember naik. Pelaku pasar juga menantikan proyeksi dan komentar dari The Fed," ujar Cheril.
Baca Juga: Berikut 10 Saham Net Buy Terbesar Asing pada Perdagangan Senin (30/10)
Secara domestik, Cheril memandang kondisi ekonomi Indonesia masih terbilang solid. Bergulirnya momentum kampanye Pemilu dan Pilpres juga akan menjadi dorongan bagi gerak ekonomi domestik hingga tahun depan.
Meski begitu, berbagai sentimen yang mengiringi pasar berpotensi membuat IHSG di November mengalami pelemahan terbatas dengan menguji level support 6.560 - 6.900. Lagi pula, secara historis sejak 2013 IHSG melemah tujuh kali di bulan November dengan rata-rata penurunan 0,19%.
Sedangkan Grandly menyoroti empat faktor yang bakal memengaruhi arah IHSG di bulan November. Meliputi perkembangan inflasi dalam negeri, pertumbuhan ekonomi domestik, arah suku bunga acuan AS, serta tingkat inflasi di Negeri Paman Sam.
Prediksi Grandly, IHSG masih sulit kembali ke level 7.000 pada bulan November. Namun, dengan posisi IHSG yang sudah ambles cukup dalam, Grandly melihat kemungkinan terjadinya teknikal rebound pada bulan November. Hitungan dia, support IHSG ada di 6.565 dan resistance pada area 6.835.
Baca Juga: Cermati Rekomendasi Saham META, MIKA, ISAT Untuk Perdagangan Selasa (31/10)
Ika turut memprediksi ada peluang penguatan bagi IHSG meski masih terbatas, dengan laju di antara support 6.700 dan resistance 7.050. "Menjelang penutupan akhir tahun sepertinya mulai ada pemulihan bagi pasar keuangan Indonesia," kata Ika.
Respons pemerintah dan otoritas dari sisi moneter & fiskal, serta rilis kinerja emiten kuartal III yang rata-rata masih sesuai ekspektasi bakal menjadi angin segar. Efek tahun politik juga diharapkan bisa membuat ekonomi dan daya beli masyarakat tumbuh.
Dengan pertimbangan itu, Ika pun masih optimistis IHSG dapat menguat di akhir tahun dengan level penutupan di atas 7.000. Mengantisipasi situasi ini, Ika menilai saham empat big bank (BBCA, BBRI, BMRI dan BBNI) masih layak koleksi, apalagi usai mengalami downtrend jangka menengah.
Baca Juga: IHSG Melemah ke 6.735, GOTO, TLKM, UNVR Paling Banyak Net Sell Asing Hari Ini (30/10)
Selain empat big bank, Ika menjagokan saham BNGA, SILO, BSDE, WIIM, MYOR, dan TUGU. Grandly sepakat, pada bulan November saham perbankan seperti BBRI dan BBNI layak dilirik sebagai pilihan investasi.
Dari sektor consumer non-cyclicals, pelaku pasar bisa mengoleksi INDF dan ICBP. Di sekor infrastruktur, Grandly merekomendasikan saham TLKM dan JSMR. Lalu pada saham energi terbarukan, pelaku pasar bisa melirik PGEO.
Sedangkan Cheril menyodorkan tiga saham pilihan, yakni AKRA dengan target harga (TP) Rp 1.600 dan stoploss (SL) Rp 1.400. Saham pilihan lainnya adalah TPIA dengan TP di Rp 3.200 dan SL Rp 2.500, serta saham CTRA dengan TP di Rp 1.200 dan SL jika tembus Rp 1.050.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News