Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten konstituen LQ45 unjuk gigi menyajikan kinerja keuangan yang cemerlang. Sejauh ini, ada 17 emiten dari indeks saham bluechip tersebut yang sudah merilis laporan keuangan tahun buku 2022.
Pada pekan lalu, ada lima emiten yang mengungkap laporan kinerjanya. Mayoritas mencetak pertumbuhan top line dan bottom line yang signifikan, bahkan ada yang mencetak rekor kinerja tertinggi.
Tengok saja emiten batubara PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO). PTBA meraih laba bersih Rp 12,56 triliun, melesat 58,98% secara tahunan (YoY). Sedangkan ADRO mengeruk keuntungan US$ 2,49 miliar atau sekitar Rp 38 triliun, meroket 167% (YoY).
Grup Astra juga menjadi primadona. PT Astra International Tbk (ASII) dan PT United Tractors Tbk (UNTR) masing-masing mengantongi laba bersih Rp 28,94 triliun dan Rp 21 triliun. ASII dan UNTR bahkan sudah membocorkan rencana pembagian dividen jumbo.
Baca Juga: Rekomendasi Analis, Laba Jasa Marga (JSMR) Melesat 70,18% pada 2022!
Sebelumnya, ada emiten perbankan dengan kapitalisasi pasar besar (bigcaps) yang sudah unjuk gigi terlebih dulu. Hanya saja, tak semua emiten LQ45 mampu mendongkrak keuntungan di tahun 2022.
Kepala Riset FAC Sekuritas Indonesia, Wisnu Prambudi Wibowo, menilai mayoritas kinerja tahun 2022 relatif sesuai perkiraan. Emiten bank punya kinerja stabil dan solid, sedangkan emiten batubara menghirup angin segar dari win fall profit lonjakan harga komoditas tahun lalu.
Emiten yang terkait dengan komoditas seperti UNTR turut mencicipinya. Begitu juga ASII dengan multi sektor industri, dan bisnis otomotifnya yang terkerek pemulihan ekonomi. Nasib berbeda dialami oleh sektor barang konsumen yang labanya tertekan lonjakan beban pokok.
Sementara itu, Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro menilai di antara LQ45 yang sudah merilis kinerja, ada tiga emiten dengan bottom line di bawah ekspektasi. Yakni PT XL Axiata Tbk (EXCL), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA).
Sebagai informasi, EXCL, UNVR, dan JPFA masing-masing mengantongi laba bersih tahun 2022 senilai Rp 1,1 triliun (turun 14% YoY), Rp 5,36 triliun (turun 6,78% YoY), dan Rp 1,41 triliun (turun 30,19% YoY).
Prospek Kinerja di 2023
Nico melihat sejumlah emiten masih punya ruang untuk melanjutkan pertumbuhan atau berbalik naik di tahun ini. Terutama di sektor perbankan, barang konsumsi primer dan komoditas mineral logam (mining metal).
Kinerja emiten bank masih bisa melaju dengan proyeksi pertumbuhan kredit dan ekspektasi suku bunga sudah mencapai puncaknya di semester pertama 2023. Sementara itu, emiten barang konsumsi primer diperkirakan punya ruang yang lebih lega untuk menumbuhkan laba.
Baca Juga: Adaro Energy (ADRO) Siapkan Capex Rp 9,18 Triliun Tahun Ini, Cek Rekomendasi Sahamnya
Nico memandang ada sejumlah faktor yang akan memoles sektor ini. "Normalisasi harga komoditas pangan, solidnya tingkat konsumsi domestik yang diproyeksi berlanjut hingga mulai musim kampanye pada kuartal IV-2023 akan menjadi katalis positif," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Minggu (5/3).
Kemudian untuk emiten tambang logam terutama nikel, prospeknya akan terpoles oleh gencarnya program hilirisasi dari pemerintah. Pengembangan ekosistem kendaraan listrik juga masih menjadi sentimen positif.
Sebaliknya, nasib berbeda bisa dialami oleh emiten batubara. Wisnu memprediksi ruang pertumbuhan kinerja keuangan akan menyempit, terlihat dari harga batubara yang sudah turun 55,31% (YoY) ke level US$ 187 per ton.
CEO Edvisor.id Praska Putrantyo menambahkan, kejatuhan harga komoditas membuat kinerja emiten energi terutama batubara akan kembali ke fase normal.
"Jadi potensi kembali cetak rekor di tahun ini relatif berat. Sejalan dengan fluktuasi ekonomi di tengah era suku bungga tinggi dan ancaman perlambatan ekonomi," kata Praska.
Dia menambahkan, efek lonjakan suku bunga juga bisa turut menjadi tantangan bagi emiten otomotif. Emiten bank pun bakal menemui sejumlah kendala, seperti potensi meningkatnya Non-Performing Loan (NPL).
Praska ikut melihat emiten barang konsumsi primer punya peluang untuk tumbuh di tahun ini. Hanya saja dengan level kenaikan laba yang masih konservatif.
Rekomendasi Saham
Meski begitu, emiten-emiten yang punya kinerja mentereng pada tahun 2022, seperti bank dan batubara, menarik dilirik dalam jangka pendek. Praska menaksir ada potensial upside dari respons pasar terhadap pembagian dividen.
Terlebih di tengah harga sebagian saham yang saat ini sudah terkoreksi. Dengan mempertimbangkan berbagai sentimen dan indikator, Praska menjagokan tujuh saham LQ45 yang masih menarik untuk buy atau hold.
Mereka adalah ASII, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN), PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP), PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG), dan PT Indika Energy Tbk (INDY).
Baca Juga: Asing Banyak Menjual Saham-Saham Ini Saat IHSG Tertekan Jumat (3/3)
Sedangkan Nico membagi rekomendasinya pada tiga sektor. Pada saham bank, Nico memilih PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) sebagai pilihan jangka panjang.
Lalu untuk consuemr primer, Nico menjagokan duo Indofood, INDF dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP). Kemudian untuk emiten tambang logam Nico memilih saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA).
"Kalau untuk short term buy bisa mengoleksi saham yang akan memberikan dividend sampai tanggal akumulasinya yakni ASII, UNTR, dan ITMG," imbuh Nico.
Sementara itu, Wisnu menyarankan buy on weakness saham BBRI, BMRI, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), ASII, dan buy saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News