Reporter: Asih Kirana Wardani, Dessy Rosalina, Anastasia Lilin Y | Editor: Imanuel Alexander
JAKARTA. Menjelang tutup tahun, para manajer investasi justru tengah sibuk. Tidak saja berusaha mempercantik etalase produk investasinya alias window dressing, sejumlah manajer investasi juga sibuk mempersiapkan produk baru. Di luar produk konvensional, reksadana syariah agaknya mulai naik pamor.
Terbukti, beberapa manajer investasi berminat menawarkan reksadana syariah. Awal Desember lalu, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mengaku tengah memproses enam produk reksadana syariah. Empat di antaranya merupakan reksadana syariah terproteksi. “Sepanjang 2012 ini sudah ada empat produk syariah baru,” ungkap Etty Retno Wulandari, Kepala Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan Bapepam-LK, kepada kontan.co.id.
PT Samuel Aset Manajemen termasuk salah satu yang bakal meluncurkan produk berbasis syariah tersebut. Namanya, Reksa Dana SAM Sharia Equity Fund. Samuel Aset Manajemen menargetkan, produk ini sudah bisa dipasarkan awal Januari 2013. “Kami berharap, dalam sepekan ini kami sudah mendapatkan pernyataan efektif dari Bapepam,” imbuh Ayu Widuri, Associate Director, Marketing, Samuel Aset Manajemen.
Melebihi kinerja indeks
Ada tiga alasan Samuel Aset Manajemen menerbitkan produk reksadana saham syariah. Pertama, potensi investor memilih produk berbasis syariah cukup besar. Tak bisa dipungkiri, masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim merupakan pasar yang sangat potensial. “Appetite itu tidak hanya dari nasabah individual, tapi juga nasabah institusi, seperti asuransi syariah,” imbuh Ayu.
Kedua, instrumen syariah saat ini boleh dibilang bisa memberikan hasil yang lebih menarik ketimbang instrumen konvensional. Memang, sepanjang tahun ini, kinerja sebagian besar reksadana saham berbasis syariah berhasil mengalahkan Indeks Harga Saham Gabungan dan Infovesta Equity Fund Index, indeks kinerja reksadana saham yang dibuat oleh lembaga riset reksadana PT Infovesta Utama.
Dari 30 Desember 2011 hingga 4 Desember 2012, IHSG tercatat naik 11,88%. Adapun, Infovesta Equity Index naik 9,35%. Lima dari 10 reksadana saham syariah yang saat ini berada di pasar berhasil mengalahkan kinerja kedua indeks ini.
Ketiga, Samuel Aset Manajemen ingin melengkapi variasi produknya. Saat ini, perusahaan manajer investasi yang berdiri sejak 1997 ini memiliki empat produk reksadana, yakni reksadana pendapatan tetap syariah, reksadana campuran, reksadana campuran syariah, dan reksadana saham.
Selain Samuel Aset Manajemen, PT Sucorinvest Asset Management juga sudah mengungkapkan rencananya untuk menerbitkan reksadana baru. Berbeda dengan Samuel, Sucorinvest lebih memilih menerbitkan reksadana pendapatan tetap berjudul SucorInvest Government Bond.
Sucorinvest beralasan, investor asing masih akan masuk ke pasar Indonesia lantaran kondisi Amerika Serikat (AS) dan Eropa masih tidak menentu. Masuknya investor asing ini bakal mengerek harga Surat Utang Negara (SUN). “SUN merupakan instrumen yang disukai investor asing lantaran dijamin oleh negara,” ujar Juntrihary Mastoto Fairly, Head of Institutional Sales SucorInvest Asset Management.
Sepanjang tahun ini hingga 4 Desember 2012, Infovesta Fixed Income Fund Index, yang mengukur kinerja rata-rata reksadana pendapatan tetap, tercatat naik 7,32%. Itu berarti, kinerja reksadana pendapatan tetap masih lebih baik dibandingkan bunga deposito di perbankan, yang berkisar 6% per tahun.
Nah, bagaimana profil dan prospek kedua calon reksadana baru ini? Simak ulasan berikut:
SAM Sharia Equity Fund
Reksadana saham berbasis syariah ini akan menempatkan 80% dana kelolaan di instrumen saham berbasis syariah. Selebihnya, dana investor ditempatkan di instrumen pasar uang yang berbasis syariah.
Saat ini, ada 302 saham yang masuk daftar saham syariah di Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun, Samuel Aset Manajemen hanya akan memilih 80 saham yang dianggap mampu menghasilkan kinerja baik. “Pilihannya adalah saham emiten yang berorientasi pasar domestik,” tutur Ayu.
Pasalnya, tim investasi dan komite investasi Samuel menilai, tahun depan kondisi pasar global masih tidak menentu. Alhasil, emiten yang menghasilkan kinerja baik adalah emiten yang memiliki orientasi pasar dalam negeri, sama seperti tahun ini. Adapun, untuk pembobotan sektoralnya, Samuel Aset Manajemen memilih saham sektor infrastruktur, konstruksi, properti, konsumsi, telekomunikasi, transportasi, industri dasar, dan perawatan kesehatan alias health care.
Dengan kebijakan investasi seperti itu, Samuel Aset Manajemen berharap, produk barunya bisa menghasilkan tingkat keuntungan 15%-25% di 2013.Oh, iya, Samuel Aset Manejemen sebetulnya belum lama menggeluti produk reksadana saham. Perusahaan manajer investasi yang dipimpim oleh Agus B. Yanuar ini baru meluncurkan produk reksadana saham pada 2011. Namun, reksadana sahamnya, SAM Indonesian Equity Fund menghasilkankinerja yang cemerlang. Tahun ini, hingga 11 Desember 2012, return SAM Indonesian Equity Fund mencapai 41,81%. Angka ini jauh melewati kinerja IHSG yang hanya naik 15,55%.
Apakah prestasi serupa akan terjadi pada SAM Sharia Equity Fund? Boleh jadi. Namun, Direktur Utama PT Infovesta Utama Parto Kawito punya pendapat lain soal alokasi aset di saham. Menurut dia, sektor agribisnis dan pertambangan akan mendongkrak kinerja reksadana saham tahun depan. “Ini berangkat dari pemikiran para penganut contrarian yang justru bergerak berlawanan dengan pasar,” kata dia.
Entah pendapat siapa yang benar, yang jelas, tim investasi Samuel Aset Manajemen akan mengevaluasi alokasi aset reksadana saham syariah ini sebulan sekali. Namun, bukan berarti, Samuel pasti mengubah komposisi portofolionya.
Untuk produk reksadana saham syariah ini, Samuel Aset Manajemen menargetkan bisa mengail dana investor Rp 100 miliar dalam enam bulan pertama pemasarannya. Reksadana ini membatasi penjualan hingga 1 miliar unit penyertaan.
Berdasarkan peta investor Samuel saat ini, jumlah investor ritel mencapai 80% dari total investor. Namun, secara nilai investasi, komposisi investor institusi mencapai 80%.
Manajer investasi ini mematok biaya-biaya investasi yang cukup kompetitif. Misal, biaya pengelolaan maksimal 3%, biaya pembelian maksimal 1% dan tidak memungut biaya untuk penjualan dan pengalihan dana.
Nah, jika Anda berminat, cukup siapkan dana investasi awal minimal Rp 250.000. Tapi, harap Anda catat, reksadana saham ini lebih cocok jika Anda memiliki orientasi jangka panjang.
Untuk mendapat produk ini, Samuel masih memasarkan sendiri produk ini melalui tim marketing Samuel Aset Manajemen dan account officer Samuel Sekuritas.
Sekadar catatan, dana kelolaan Samuel Aset Manajemen memang belum terlalu besar. “Total Rp 1,65 triliun; sebanyak Rp 760 miliar di reksadana dan selebihnya di kontrak pengelolaan dana,” ungkap Ayu.
SucorInvest Government Bond
Seperti namanya, reksadana pendapatan tetap ini akan menempatkan 80% dana investor di SUN. Selebihnya, Sucorinvest memarkir dana investor di instrumen pasar uang. Alasannya, sebagai reksadana anyar, SucorInvest Government Bond Fund masih bermain hati-hati dan menunggu terjadi koreksi di pasar obligasi untuk bisa melakukan aksi akumulasi. “Di awal tahun, jika ada koreksi kami akan fully invest,” ujar Jutrihary.
Investasi yang dimaksud Juntrihary belum tentu semuanya di SUN. Kemungkinan, Sucorinvest juga bisa mengalihkan dana dari instrumen pasar uang tadi ke obligasi yang diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki peringkat layak investasi. Tujuannya, tidak lain untuk mendongkrak imbal hasil investasinya.
Seperti sudah diungkapkan sebelumnya, Sucorinvest masih optimistis harga SUN masih akan melaju di tahun mendatang berkat masuknya dana asing ke pasar domestik. Namun demikian, Juntrihary memperkirakan, rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bakal menghambat laju kenaikan harga obligasi.
Asumsi Juntrihary, jika TDL dan BBM naik bersamaan, inflasi bakal terdongkrak naik dan BI rate pun kemungkinan naik. Ujungnya, pasar obligasi bakal dilanda koreksi.
Namun, hal itu tidak terlalu merisaukan tim investasi Sucorinvest. Sebab, Sucorinvest memprediksikan, hingga semester I-2013, inflasi bakal tetap rendah. Dus, BI rate pun maksimal naik 25 basis poin (bsp). Alhasil, Sucorinvest meneropong, harga SUN masih akan positif sepanjang 2013. “Kenaikan TDL tidak akan berpengaruh. Jika BBM bersubsidi naik, efeknya bisa besar,” ujar Juntrihary.
Selain memilih SUN dan obligasi BUMN berperingkat layak investasi, Sucorinvest memilih obligasi yang berdurasi pendek. SUN berdurasi 13,2 akan mendominasi isi keranjang investasi SucorInvest Government Bond Fund. Alasannya, saat ini harga SUN sudah terlampau tinggi dan berpotensi terkoreksi dalam jangka pendek. “Kami menerapkan strategi defensif, bermain di durasi pendek untuk meminimalisir risiko,” ujar Juntrihary.
Berbekal strategi tersebut, ia meramal, SucorInvest Government Bond Fund akan mencetak return 6%-8% saban tahun. Jika tertarik mengoleksi reksadana ini, Sucoronvest hanya mematok setoran awal minimal Rp 250.000.
Namun, Parto mengingatkan, pemerintah akan mulai menerapkan pajak atas bunga atau diskonto obligasi sebesar 15% mulai tahun 2014. Besaran pajak ini naik dari angka 5% saat ini. “Jadi, kemungkinan tahun depan, jelang akhir tahun, banyak redemption reksadana pendapatan tetap,” ujar Parto.
Selain itu, akibat persetujuan kenaikan upah minimum provinsi (UMP), Parto menduga, inflasi tahun depan akan melaju 5% atau 50 bsp di atas target inflasi tahun ini. Kondisi ini akan memicu Bank Indonesia mengerek suku bunga acuan 0,25% menjadi 6%. “Kenaikan tingkat suku bunga ini tentu akan menekan harga obligasi dan akan paling berpengaruh terhadap reksadana pendapatan tetap,” kata dia.
Dengan alasan itu, Parto memprediksikan, return reksadana pendapatan tahun depan bakal lebih rendah dari proyeksi pencapaian tahun ini. Jika tahun ini reksadana pendapatan tetap diperkirakan mencetak return 8% - 9%, tahun depan imbal hasilnya diperkirakan hanya 6% - 7%.
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 12 - XVII, 2012 Reksadana
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News