kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bina Buana merlayar dari singapura mencari dana


Kamis, 20 Desember 2012 / 13:44 WIB
Bina Buana merlayar dari singapura mencari dana
ILUSTRASI. Kinerja Indo Tambangraya Megah (ITMG) tahun ini diprediksi meningkat dibandingkan tahun lalu.


Reporter: Dessy Rosalina | Editor: Imanuel Alexander

JAKARTA. PT Pelayaran Nasional Bina Buana Raya tengah sibuk mencari dana segar. Perusahaan yang bergerak di bidang pelayaran ini akan menggelar penawaran saham perdana alias initial public offering (IPO) di bursa saham. Rencanya, Bina Buana Raya (BBR) akan melepas 600 juta saham atau 24,5% dari total saham perusahaan ke publik.

Di kancah pelayaran tanah air, nama Bina Buana Raya mungkin belum terlalu populer. Bina Buana Raya baru mengantongi izin usaha sebagai perusahaan angkutan laut sejak tahun 2002. Sebelumnya, sejak berdiri pada 1998, Bina Buana Raya berbisnis keagenan kapal.

Layar bisnis Bina Buana Raya mulai berkembang sejak Marco Polo Shipping Co Ltd (MPS) membeli 49% saham perusahaan ini pada 2011. Marco Polo Shipping merupakan perusahaan pelayaran berbasis di Singapura yang dimiliki sepenuhnya oleh Marco Polo Marine Ltd, perusahaan penyedia logistik pelayaran yang tercatat di bursa saham Singapura.

Menangkap cuan dari asas cabotage

Singkatnya, Bina Buana merupakan perpanjangan tangan Marco Polo di lautan Indonesia. Apalagi, perusahaan ini punya kesamaan pemilik.

Berdasarkan prospektus IPO, Nautical International Holdings Ltd menguasai 56,05% saham Marco Polo Marine. Nah, pemilik Nautical adalah Latip (Lee Wan Tang), Sally Lai Qin Zhi, Sean Latip, Lie Ly, dan Lina. Empat nama yang disebut pertama diketahui masih punya hubungan keluarga, yakni Keluarga Lee.

Selain Marco Polo Shipping, Latip dan Sally juga memiliki saham Bina Buana secara langsung. Jadi, total keluarga Lee menguasai 78,6% Bina Buana.

Selama ini, Batam merupakan salah satu markas operasional Marco Polo Marine. Maklum, sebagian besar kliennya berasal dari Indonesia. Marco Polo mengakuisisi Bina Buana demi mempertahankan dan mengembangkan bisnis perkapalannya di perairan Indonesia. Soalnya, sejak Januari 2011, pemerintah resmi memberlakukan asas cabotage. Ini adalah aturan yang melarang kapal pengangkut berbendera asing untuk berlayar di perairan Indonesia.

Lewat Bina Buana yang berbendera merah putih, kelak, Marco Polo bisa leluasa berlayar di perairan Indonesia. “Kami akan fokus pada jasa penyewaan kapal di wilayah perairan Indonesia untuk memaksimalkan keunggulannya sebagai pelaku pelayaran Indonesia,” ujar Loa Siong Bun, Direktur Utama PT Pelayaran Nasional Bina Buana Raya.

Saat ini, Bina Buana bergerak di bidang jasa penyewaan kapal tunda, tongkang, serta kapal pendukung kegiatan lepas pantai. Kapal Bina Buana biasa mengangkut batubara, nikel, batu split, dan pasir.

Menggandeng OSK Nusadana Securities Indonesia sebagai pelaksana emisi, Bina Buana akan melepas sahamnya dengan kisaran harga Rp 195 - Rp 250 per saham. Dengan demikian, Bina Buana berpotensi mengail dana segar hingga Rp 150 miliar. Harga saham perdana ini mencerminkan 5,5 kali - 6,5 kali proyeksi laba bersih per saham tahun 2013.

Bina Buana akan mengalokasikan dana hasil IPO untuk tiga hal. Pertama, 42% untuk membeli dua unit kapal Anchor Handling Tug Supply (AHTS) alias kapal khusus untuk kegiatan lepas pantai dalam industri minyak dan gas. “Di saat komoditas batubara sedang sepi, potensi industri minyak dan gas di lepas pantai sangat menjanjikan. Makanya, kami fokus menambah AHTS,” jelas Sean Latip, Direktur Bina Buana Raya.

Saat ini, Bina Buana memiliki 3 kapal AHTS, 35 kapal tunda, 32 kapal tongkang, dan 1 Self Propelled Barge (SPB).
Kedua, sekitar 51% untuk membayar 30% obligasi konversi I senilai US$ 17 juta berikut bunganya. Sisanya, 7% dialokasikan untuk modal kerja, seperti pemeliharaan kapal dan biaya perizinan armada kapal baru.

Asal tahu, utang obligasi konversi I tadi terdiri dari dua bagian. Pertama, kepada Asean China Invesment Fund II, UVM Venture Investment Ltd, Asset Advant Ltd, dan Prima Portofolio Ltd senilai US$ 11 juta. Kedua, kepada Evia Growth, Oppurtunities II Ltd, dan Fortune Technology Fund Ltd senilai US$ 6 juta.

Berdasarkan ketentuan, Bina Buana akan membayar 30% dari pokok dan bunga obligasi konversi I selambat-lambatnya 30 hari setelah IPO. Kemudian, 30% akan dibayar saat jatuh tempo. Sisanya, sebanyak 40% bakal dikonversi menjadi saham Bina Buana.

Keluarga Lee tetap menjadi pengendali

Bina Buana juga meneken perjanjian obligasi konversi II senilai USD 20 juta pada 30 Juni 2012 dengan Marco Polo Shipping. Bina Buana memakai dana obligasi ini untuk membeli kapal motor tunda, tongkang, dan kapal laut.

Berbeda dengan ketentuan dalam obligasi konversi I, seluruh nilai obligasi II yang jatuh tempo 31 Desember 2013 akan dikonversikan menjadi saham. Alhasil, porsi saham Marco Polo Shipping di Bina Buana berpotensi kembali jadi 49%.

Sekadar catatan, akibat pelepasan saham perdana di bursa, kepemilikan Marco Polo Shipping di Bina Buana akan menyusut dari 49% menjadi 37,1%. Namun, sejatinya, keluarga Lee tetap menjadi pemegang saham pengendali.

Analis Anugerah Securindo Indah Bertoni Rio menilai, kepemilikan Marco Polo di Bina Buana bisa menjadi sentimen positif. Sebab, Marco Polo bisa memperlebar jaringan pemasaran Bina Buana. Selain itu, merujuk riset OCBC Investment Research, Singapura, Marco Polo merupakan perusahaan pelayaran terintegrasi yang telah berpengalaman sejak 1991.

Secara valuasi pun, kata Bertoni, saham perdana Bina Buana tergolong menarik. Sebab, saham beberapa emiten pelayaran saat ini sudah tergolong mahal. Contoh, harga saham PT Wintermar Offshore Marine Tbk (WINS) saat ini sudah mencapai 8,4 kali laba bersihnya.

Namun, risiko kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bakal menantang bisnis Bina Buana. Jika pemerintah resmi menaikkan harga BBM, emiten pelayaran tentu harus merogoh kocek lebih dalam untuk bahan bakar mesin kapal.

Risiko lainnya adalah cuaca yang tidak menentu. “Beli IPO Bina Buana Raya untuk jangka menengah hingga enam bulan saja,” saran Bertoni.

Analis eTrading Securities Grady Wijaya pun meramal, sepanjang 2013, tarif sewa kapal akan tertekan selama harga komoditas belum bangkit. Maklum, sewa yang sepi menyebabkan perusahaan pelayaran membanting harga sewa demi mempertahankan kinerja. “Tahun depan, industri pelayaran tumbuh flat atau single digit karena harga komoditas masih sulit untuk naik,” ujar dia.

Analis Phintraco Securities Setiawan Efendi melihat, harga saham Bina Buana bisa naik setelah IPO. Namun, utang yang mencapai empat kali ekuitas Bina Buana bisa membahayakan kinerjanya. Padahal, pemberlakuan asas cabotage menuntut emiten pelayaran membeli kapal guna mengantisipasi lonjakan permintaan di dalam negeri. Jika rasio utang perusahaan sudah satu kali lebih, mereka tidak bakal leluasa mencari pinjaman. Dus, ia merekomendasikan speculative buy untuk saham Bina Buana.

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 12 - XVII, 2012 Saham

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×