Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah volatilitas pasar obligasi, instrumen deposito menjadi salah satu tempat yang cukup aman bagi manajer portofolio reksadana untuk menempatkan dana.
Terutama, reksadana pasar uang syariah yang memang hanya dapat mengalokasikan dananya pada instrumen deposito perbankan syariah atau sukuk dengan tenor di bawah satu tahun.
Keterbatasan ini tak menjadi penghalang reksadana pasar uang syariah untuk mencetak kinerja positif. Bahana Likuid Syariah misalnya, yang per 24 September, memiliki return 5,28% secara year-on-year (yoy).
Direktur Bahana TCW Investment Management Soni Wibowo, mengatakan, saat ini strategi pengelolaan portofolio reksadana tersebut ialah dengan menempatkan dana 100% pada instrumen deposito di bank syariah.
"Ini karena risk adjusted return-nya masih lebih baik dibanding instrumen money market lainnya," kata Soni kepada Kontan.co.id, Selasa (25/9).
Sejatinya, Soni melihat risiko gagal bayar kupon maupun prinsipal obligasi saat ini masih tergolong rendah. Dengan kata lain, secara industri, kemampuan membayar utang emiten masih cukup baik
"Namun, risiko nilai harga wajar (mark to market) masih tergolong tinggi sehingga risk adjusted return-nya rendah," kata Soni.
Itu yang membuatnya masih memilih penempatan pada deposito ketimbang obligasi syariah saat ini.
Menilik fund fact sheet Bahana Likuid Syariah per akhir Agustus lalu, reksadana ini menempatkan dananya pada deposito BJB Syariah, Bank Victoria Syariah, Bank Muamalat, BPD Syariah, dan BTN Syariah. Soni menyebut, saat ini dana kelolaan Bahana Likuid Syariah sudah mencapai Rp 138 miliar.
Senada, Sucorinvest Asset Management juga bakal menerapkan strategi serupa pada produk reksadana pasar uang syariah terbarunya nanti.
Reksadana bertajuk Sucorinvest Sharia Money Market Fund ini sudah dinyatakan efektif oleh OJK hari ini dan akan resmi diluncurkan pada pekan depan.
Direktur Utama Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul Wawointana, mengatakan, reksadana ini memiliki kebijakan penempatan dana maksimal 50% pada sukuk dan minimal 50% pada deposito.
"Namun, kami akan tempatkan lebih banyak di deposito untuk menjaga rasio likuiditas. Sementara sukuk porsinya masih akan maksimal 40% dengan preferensi sukuk korporasi untuk menjaga return," terang Jemmy.
Jemmy menambahkan, deposito bank syariah buku II dan buku III, serta sukuk korporasi dengan rating minimum single A menjadi preferensi utama dalam portofolio Sucorinvest Sharia Money Market Fund. Produk teranyar tersebut, menurut Jemmy, bakal melengkapi produk reksadana syariah Sucorinvest yang telah ada sebelumnya, yakni Sucorinvest Syariah Equity Fund.
Kendati begitu, lain lagi halnya dengan reksadana pasar uang syariah milik Samuel Asset Management yaitu SAM Dana Likuid Syariah. Reksadana yang baru terbit pada 9 Maret lalu lebih mengandalkan sukuk dalam portofolionya.
Menurut Dimas Noverio, portofolio manager SAM Asset Management, sekitar 80% dana kelolaan reksadana ini masih ditempatkan pada sukuk pemerintah maupun korporasi dan selebihnya dalam deposito syariah.
"Kami berusaha untuk melakukan optimalisasi return dengan mengoptimalkan bobot penempatan pada instrumen sukuk dengan rating minimum AA, sedangkan risiko redemption sewaktu-waktu dijaga dengan mempertahankan level kas yang cukup," ujar Dimas.
Menurut Dimas, kinerja SAM Dana Likuid Syariah dari pertama luncur hingga kemarin (24/9) sebesar 0,95%. Namun, ia masih optimistis kinerja akan terus bertumbuh hingga mencapai 2,5%-3%. Bahkan, tahun depan Dimas memproyeksi return bisa lebih tinggi lagi yaitu 6%-7%.
Hal ini seiring dengan terus bertumbuhnya AUM SAM Dana Likuid Syariah yang ditargetkan mencapai Rp 15 miliar-20 miliar sampai akhir tahun. Sejak diluncurkan, dana kelolaan reksadana ini tumbuh 300% menjadi Rp 3,2 miliar.
Sementara, Jemmy juga optimistis dan menargetkan Sucorinvest Sharia Money Market Fund mencetak return 6,7% setahun ke depan. "Hingga akhir tahun ini, kami targetkan dana kelolaan reksadana baru ini bisa mencapai Rp 50 miliar," kata Jemmy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News