Reporter: Yuliana Hema | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hajatan penawaran umum perdana saham alias Initial Public Offering (IPO) di dalam negeri masih sepi. Baru ada dua perusahaan yang menggelar IPO di awal kuartal empat ini.
Yakni, PT Verona Indah Pictures Tbk (VERN) yang menetapkan harga penawaran di level Rp 195 per saham. Kemudian ada PT Master Print Tbk (PTMR) yang mematok harga IPO senilai Rp 128 per saham.
Sebenarnya ada satu perusahaan yang sudah melakukan penawaran awal atau book building, yaitu PT Golden Westindo Artajaya. Namun perusahaan produsen pakan ikan tersebut tiba-tiba menunda rencana IPO.
Jika VERN dan PMTR menuntaskan penawaran umum perdana sahamnya, maka jumlah perusahaan baru di BEI mencapai 35 emiten sepanjang 2024. Ini baru mencapai setengah dari gelaran IPO di 2023 yang mencapai 79.
Baca Juga: Gelaran IPO Sepi, OJK Optimistis Ada Tambahan Emiten Baru Hingga Akhir 2024
Tren perlambatan juga terjadi di bursa global. Berdasarkan data EY Global IPO Trends, volume gelaran penawaran umum secara tahunan atau Year on Year (YoY) mengalami penurunan 14% IPO per kuartal III-2024.
Namun EY memproyeksikan pasar IPO dipengaruhi oleh kebijakan bank sentral, perkembangan geopolitik, dan hasil pemilihan utama di sisa tahun ini. Optimisme akan didorong oleh suku bunga yang lebih rendah dan pelonggaran inflasi.
George Chan, EY Global IPO Leader mengatakan investor tengah bersiap untuk paruh kedua 2024 yang lebih volatile. Seiring inflasi dan suku bunga surut, faktor-faktor baru lainnya menjadi prioritas dalam mempengaruhi keputusan IPO.
"Dalam lingkungan ketidakpastian yang tinggi ini, entry pasar yang tepat waktu dan narasi ekuitas yang menarik sangat penting bagi bisnis yang ingin memanfaatkan peluang IPO," jelas Chan dalam riset.
Baca Juga: Pipeline IPO: 98 Perusahaan Pasar IPO, Nilai Diproyeksi Capai Rp 22 Triliun
Direktur Utama Surya Fajar Sekuritas Steffen Fang menilai rencana IPO di sisa tahun ini akan berkurang karena kondisi pasar saat ini kurang mendukung untuk menggelar penawaran umum perdana saham.
"Di mana kecenderungan beberapa IPO, performa harga sahamnya juga kurang bagus setelah listing di Bursa Efek Indonesia (BEI)," jelas Steffen kepada Kontan, Selasa (1/10).
Dari sisi underwriter, Steffen bilang pihaknya terus mencermati pergerakan dan kondisi pasar saham Tanah Air. Dia memproyeksikan perusahaan akan lebih agresif menggelar IPO di awal 2025.
Baca Juga: Kasus Gratifikasi Perusahaan IPO Mencuat, Ini Kata OJK
Potensi IPO di Dalam Negeri
Inarno Djajadi, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK mengatakan dari sisi pipeline, OJK mengantongi rencana beberapa perusahaan yang masih dalam tahap penelaahan.
"Termasuk beberapa calon emiten yang baru menyampaikan Pernyataan Pendaftaran di akhir kuartal ketiga 2024," jelasnya dalam jawab tertulis, Rabu (2/10).
Per 27 September 2024, OJK mengantongi rencana penawaran umum perdana saham alias IPO dari 95 perusahaan dalam pipeline dengan nilai penawaran mencapai Rp 22,01 triliun.
Berkaca dari pipeline tersebut, Inarno bilang pihaknya optimistis sampai dengan akhir tahun masih akan ada penambahan jumlah emiten baru. Terlebih ada katalis tambahan dari sentimen global yang mendukung.
Baca Juga: OJK Tegaskan Tak Ada Pejabat dan Pegawai yang Terlibat Kasus Gratifikasi IPO
"Apalagi dengan adanya penurunan suku bunga acuan, biasanya akan membuat instrumen ekuitas lebih menarik sebagai salah satu pilihan investasi," kata Inarno.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Iman Rachman memproyeksikan aksi IPO akan kembali semarak di kuartal IV-2024 karena banyak calon emiten yang lebih memilih menggunakan buku Juni.
Dia bercerita biasanya butuh waktu sekitar tiga bulan bagi emiten untuk melakukan audit kinerja keuangan. Artinya, kalau calon emiten menggunakan buku Juni, maka hasilnya akan keluar di September.
"Banyak yang menggunakan buku Desember dan Juni. Jadi itu kenapa alasan IPO tidak akan sebanyak di kuartal empat dan semester satu," ucap Iman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News