kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Menilai kelayakan saham-saham Grup Astra


Rabu, 15 Mei 2013 / 17:28 WIB
Menilai kelayakan saham-saham Grup Astra
ILUSTRASI. Total processing value (TPV) Bukalapak.com (BUKA) selama kuartal ketiga 2021 bertumbuh 45% secara tahunan.


Reporter: Harris Hadinata, Aceng Nursalim | Editor: Imanuel Alexander

Jakarta. Awal tahun ini rupanya bukan masa yang terlalu baik bagi bisnis PT Astra International Tbk. Kinerja keuangan emiten yang mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia dengan kode ASII ini melambat. Selama kuartal satu lalu, Astra membukukan pendapatan Rp 46,68 triliun.

Sebagai perbandingan, pada periode yang sama tahun sebelumnya Astra berhasil mencetak pendapatan Rp 46,35 triliun. Artinya, dalam setahun, pendapatan bersih induk perusahaan yang tergabung dalam Grup Astra ini naik 0,68%.

Pada pos laba bersih, Astra justru mencatatkan penurunan sekitar 7,25%. Laba bersih perseroan ini turun dari Rp 4,65 triliun di kuartal satu 2012 menjadi hanya Rp 4,31 triliun di tiga bulan pertama 2013.

Manajemen Astra mengakui kinerja perusahaan tertekan oleh banyaknya sentimen negatif di tahun ular ini. “Biaya tenaga kerja yang lebih tinggi, meningkatnya persaingan di sektor otomotif, dan pelemahan harga komoditas berdampak negatif pada margin laba,” terang Prijono Sugiarto, Presiden Direktur Astra, melalui keterangan pers.

Dari enam sektor usaha yang dilakoni Astra, hanya lini bisnis jasa keuangan yang bisa mencatatkan pertumbuhan. Lini ini mencakup bisnis pembiayaan, asuransi, dan perbankan. Sedang lima sektor bisnis yang lain merosot.

Salah satu sektor bisnis Astra yang tertekan adalah sektor otomotif. Penjualan mobil Astra sepanjang kuartal satu tahun ini mencapai sekitar 155.000 unit, atau naik sekitar 7% ketimbang penjualan di periode yang sama tahun sebelumnya. Hanya saja, bila dilihat dari sisi pasar, pangsa pasar mobil Astra justru turun menjadi 52%; dari 58% selama kuartal satu 2012.

Untungnya, Astra masih mencetak kenaikan dalam penjualan sepeda motor. Dengan penjualan sekitar 1,2 juta unit pada tiga bulan pertama 2013, pangsa pasar Astra di industri sepeda motor Indonesia naik dari 55% menjadi 62%.

Pendapatan dari bisnis komponen otomotif juga cukup lumayan. PT Astra Otoparts Tbk, anak usaha Astra yang bergerak di bidang produksi komponen otomotif, membukukan kenaikan pendapatan Rp 2,36 triliun, naik dari Rp 2,12 triliun kuartal satu 2012. Sedang laba bersih naik sekitar 1,55% menjadi Rp 266 miliar. Tapi pihak Astra menganggap kenaikan ini tidak maksimal lantaran biaya produksi naik tinggi, sebagai akibat kenaikan upah pekerja.

Dengan demikian, bila dihitung total, pendapatan Astra dari bisnis otomotif selama kuartal I–2013 justru merosot sekitar 10% menjadi Rp 2,2 triliun. Perinciannya, Rp 1 triliun dari pendapatan perseroan dan anak usaha, serta Rp 1,2 triliun dari perusahaan asosiasi dan perusahaan yang kepemilikan saham pengendalinya dikuasai bersama perusahaan lain.

Penyesuaian capex

Bisnis Astra lain yang mengalami penurunan kinerja adalah bisnis alat berat dan pertambangan. Induk usaha PT United Tractors Tbk ini mencatat laba bersih dari bisnis alat berat dan tambang merosot sekitar 26% menjadi Rp 0,7 triliun.

Penurunan ini terjadi antara lain lantaran penjualan alat berat Komatsu oleh United Tractors turun 42% menjadi cuma 1.272 unit di tiga bulan pertama tahun ini. Hal ini merupakan dampak dari melorotnya permintaan alat berat dari sektor tambang.

Penurunan permintaan alat berat ini juga berpengaruh pada bisnis pembiayaan alat berat yang dilakoni dua anak usaha Astra, yakni Surya Artha Nusantara Finance dan Komatsu Astra Finance. Pembiayaan dari kedua perusahaan tersebut merosot sekitar 40% menjadi cuma sekitar Rp 1,3 triliun.

Sektor lain yang juga menekan kinerja Astra adalah sektor agribisnis. Di kuartal satu 2013, PT Astra Agro Lestari Tbk hanya mencatatkan laba bersih sebesar Rp 356,36 miliar. Padahal di periode yang sama tahun sebelumnya, laba bersih emiten berkode AALI ini bisa mencapai Rp 377,90 miliar.

Prijono mengakui tahun ini Astra akan menghadapi banyak tekanan. Agar pertumbuhan bisnis perseroan ini tidak terus terhambat, Prijono melakukan penyesuaian terkait kebijakan bisnis perseroan ini. “Tahun ini adalah tahun infrastruktur, maka kami ingin memanfaatkannya,” kata Prijono saat ditemui seusai rapat umum pemegang saham (RUPS) Astra beberapa waktu lalu.

Karena itu, Astra juga melakukan penyesuaian alokasi belanja modal alias capital expenditure (capex). Tahun ini, Astra mengalokasikan capex Rp 15 triliun. Nah, capex untuk sektor infrastruktur tahun ini naik menjadi Rp 2,8 triliun, dari hanya Rp 500 miliar tahun lalu. Sementara capex untuk bisnis batubara dan alat berat diturunkan dari Rp 5 triliun menjadi cuma Rp 2,9 triliun.

Menurut Yulian Warman, Kepala Komunikasi Korporat Astra, strategi bisnis yang dilakukan Astra tersebut mirip dengan strategi saat krisis tahun 2008–2009 silam. Strategi ini bakal mempertahankan bisnis perseroan tetap tumbuh dalam jangka menengah dan panjang.


Lantas, dengan proyeksi pertumbuhan yang muram tersebut, apakah saham-saham Grup Astra masih menarik dikoleksi? Yuk, kita simak rekomendasi para analis.

UNTR

PT United Tractors Tbk pernah menjadi salah satu motor utama pertumbuhan bisnis Astra. Namun gara-gara terkena imbas pelambatan ekonomi global, kinerja keuangan ATPM alat berat merek Komatsu ini justru merosot.

Sepanjang kuartal satu 2013, emiten berkode UNTR ini hanya mencetak pendapatan bersih sebesar Rp 12,45 triliun, turun sekitar 17% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Sedang laba bersih turun sekitar 26% menjadi Rp 1,13 triliun.

Seperti disebut di awal, penurunan kinerja terjadi lantaran turunnya volume penjualan alat berat. Asal tahu saja, kontribusi penjualan alat berat pada pendapatan bersih perseroan ini mencapai 34%.
Gidion Hasan, Direktur Keuangan UNTR, mengakui, bisnis alat berat memang tengah lesu. Maka itu, tahun ini UNTR hanya menargetkan penjualan alat berat sebanyak 5.000 unit saja, lebih rendah dari realisasi penjualan tahun 2012 yang sebanyak 6.202 unit.

Di sektor pertambangan, sejatinya United Tractors mencetak kenaikan volume penjualan batubara. Tambang yang dikelola Prima Multi Mineral bisa menjual 497.000 ton batubara dan tambang Tuah Turangga Agung menjual 674.000 ton batubara. Total penjualan batubara naik sekitar 23% ketimbang penjualan periode yang sama tahun sebelumnya.

Sayangnya, karena harga sedang turun, pendapatan dari penjualan batubara hanya mencapai Rp 1,18 triliun. Pada periode yang sama tahun sebelumnya, United Tractors membukukan Rp 1,82 triliun dari penjualan batubara.

Untungnya, bisnis kontraktor pertambangan yang dijalankan Pamapersada Nusantara bisa menahan penurunan kinerja emiten ini. Pama membukukan kenaikan produksi batubara sekitar 12% menjadi 23,7 juta ton. Volume pekerjaan pemindahan tanah juga naik menjadi 199,3 juta bank cubic meter.

Hasilnya, pendapatan Pama naik sekitar 19% jadi Rp 7,08 triliun. Pama memberi kontribusi sekitar 57% dari pendapatan United Tractors.

Toh, para analis memandang prospek bisnis emiten berkode UNTR ini masih suram. Alasannya tentu karena harga batubara masih dalam tren turun. Akibatnya, bisnis alat berat United Tractors diperkirakan belum akan pulih dalam waktu dekat.

Analis Bahana Securities Leonardo Henry Gavaza menyarankan investor mengurangi porsi UNTR dalam portofolio. Analis Onix Sekuritas Bagus Hananto juga memberi rekomendasi tahan, dengan target harga Rp 17.000. Rabu lalu (8/5), saham UNTR masih dihargai Rp 17.350 per saham.

AALI

Sebenarnya pertumbuhan bisnis PT Astra Agro Lestari Tbk cukup positif. Selama kuartal satu 2013, emiten berkode AALI ini mencatatkan kenaikan produksi CPO sekitar 21,7% dibanding tahun sebelumnya, menjadi 352.093 ton.

Volume penjualan CPO Astra Agro juga naik sekitar 28% jadi 382.900 ton. Alhasil, total penjualan bersih AALI naik sekitar 5,5% menjadi Rp 2,72 triliun.

Sayangnya, harga jual rata-rata CPO perseroan ini turun sekitar 16,1%, dari Rp 7.706 per kilogram di kuartal satu 2012 menjadi cuma Rp 6.464 per kg di kuartal satu 2013. Hal ini membuat laba bersih turun.

Analis memprediksi prospek sektor perkebunan tahun ini bakal masih suram. Maybank Kim Eng melalui laporan yang dirilis awal Mei memprediksi harga jual rata-rata crude palm oil (CPO) tahun ini bakal cuma sekitar MYR 2.500 per ton. Harga CPO berpeluang naik jadi MYR 2.600 per ton tahun 2014.

Meski begitu, analis Ciptadana Securities Suraj Khiani melalui risetnya tetap merekomendasikan beli untuk AALI. Ia mematok target harga Rp 20.500 per saham.

Salah satu katalis positif emiten ini adalah kesuksesan manajemen melakukan program intensifikasi produksi. Selain itu, Suraj menilai Astra Agro lebih mampu mengendalikan biaya produksi ketimbang emiten perkebunan lain.

ASII

Meski awan hitam masih menggantung di atas beberapa sektor bisnis yang dijalankan Astra, sejumlah analis menilai saham ASII masih menarik dimasukkan dalam portofolio. Budi Rustanto, analis Valbury Asia Securities, merekomendasikan beli ASII, dengan target harga Rp 9.000 per saham.

Ia menyatakan ada beberapa katalis yang bakal mendorong kinerja Astra. Pertama, penjualan sepeda motor di Indonesia masih berpotensi naik, lantaran sepeda motor kemungkinan tetap mendapat subsidi BBM.

Kedua, Budi memprediksi pasar mobil di Indonesia akan tetap tumbuh. Syaratnya, pertumbuhan ekonomi bisa dijaga dan daya beli masyarakat tetap kuat. Selain itu, Toyota dan Daihatsu juga akan meningkatkan kapasitas produksi pabrik mereka.

Ketiga, Astra mendapat keuntungan dari peluncuran mobil ramah lingkungan alias low cost green car (LCGC). “Peluncuran LCGC akan memberikan katalis positif bagi volume penjualan mobil ASII terutama setelah kebijakan diskriminasi dan kenaikan harga BBM bersubsidi diterapkan,” kata Budi.

Selain itu, Astra juga berniat membagikan dividen final sebesar Rp 150 per saham. Bila mengacu pada harga penutupan ASII Rabu lalu yakni Rp 7.100 per saham, maka yield dividen final Astra mencapai 2,11%.

Kiswoyo Adi Joe, Managing Partner Investa Saran Mandiri, menilai dividen Astra ini menarik untuk dikejar. Apalagi bila dihitung dengan dividen interim, maka total yield dividen yang diterima investor mencapai 3% lebih. “Saya rekomendasi beli ASII dengan target harga Rp 8.000 hingga akhir tahun,” sebut dia.

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 33 - XVII, 2013 Saham

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×