Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di zaman now, kebutuhan terhadap produk telekomunikasi terus meningkat. Ini menyebabkan permintaan base transceiver station (BTS), salah satu perangkat penunjang bisnis telekomunikasi, ikut terangkat.
Emiten pengelola menara telekomunikasi seperti PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) optimistis kinerja tahun ini meningkat.
Kresna Hutabarat, Analis Mandiri Sekuritas, dalam riset 7 Desember 2017, menyebutkan, TOWR telah menjalin kerjasama dengan sejumlah emiten telekomunikasi sejak kuartal keempat tahun lalu. Salah satu mitranya adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM). TOWR mendapat pesanan 200 menara baru dari TLKM, setelah emiten itu berhasil memenangkan lelang spektrum frekuensi 2,3 GHz pada Oktober 2017 lalu.
TOWR pun ekspansif dan berencana mengakuisisi sejumlah perusahaan menara. Aset menara yang dibidik perusahaan Grup Djarum itu antara lain milik PT Nusantara Infrastructure Tbk (META), PT Solusi Tunas Pratama Tbk (SUPR), PT Komet Infra Nusantara.
Reza Priyambada, Analis Binaartha Parama Sekuritas, menyambut positif langkah TOWR. Ke depan, kinerja emiten ini bergantung dari seberapa besar minat perusahaan telekomunikasi terhadap jasa yang mereka tawarkan.
Rencana akuisisi TOWR, Reza juga menilai, akan berdampak pada peningkatan pangsa pasar mereka. "Tentu, berimbas pada kenaikan pendapatan dan laba bersihnya," kata dia kemarin (22/1).
Hanya soal akuisisi, Reza mengingatkan, agar TOWR melihat kembali fundamental perusahaan yang dibidik, terutama terkait dengan utang dan beban usaha. Dengan begitu, hasil akuisisi tidak menghambat kinerja TOWR.
Efek aturan pajak
Sementara Aditya Eka Prakarsa, Analis BCA Sekuritas, berpendapat, penerbitan Peraturan Pemerintah No 34/2017 tentang Pajak Penghasilan untuk Aset Sewaan turut menjadi katalis positif bagi kinerja TOWR di masa datang.
Beleid itu menetapkan, bahwa aset sewaan untuk perusahaan akan dikenai pajak 10% dari total pendapatan. Angka ini lebih rendah dibanding aturan sebelumnya yang menetapkan pajak sebesar 25%. Peraturan baru itu sudah berlaku per 2 Januari 2018.
Menurut perhitungan Aditya, jika tarif pajak dipangkas menjadi 10%, maka beban pajak penghasilan TOWR tahun ini berpotensi turun 44% menjadi Rp 616 miliar. Tahun depan, beban pajaknya berpeluang kembali terpangkas 43% menjadi Rp 647 miliar.
Penurunan tarif pajak penting bagi TOWR. Sebab, hingga akhir kuartal III-2017, beban pajak emiten ini mewakili 11,4% dari total pendapatan perusahaan mereka.
Jumlah ini di atas pesaingnya. Misalnya, Tower Bersama Infrastructure (TBIG) dan Inti Bangun Sejahtera (IBST) yang beban pajaknya masing-masing hanya mewakili 1% dan 1,2% dari total pendapatan. "Dengan mempertimbangkan efek positif aturan itu, kami perkirakan, laba bersih TOWR pada 2018 dan 2019 masing-masing tumbuh 14,8% dan 15%," sebut Aditya dalam riset 4 Desember 2017 lalu.
Aditya dan Kresna menyarankan buy saham TOWR, dengan target masing-masing Rp 5.250 dan Rp 5.000 per saham. Sedangkan Reza merekomendasikan hold dan memasang target Rp 4.200 per saham. Harga saham TOWR kemarin masih Rp 3.980.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News