Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Yuwono Triatmodjo
JAKARTA. Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) menurunkan performa saham-saham sektor perbankan. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), lima saham bank berkapitalisasi besar (big caps) masuk ke daftar sepuluh saham dengan performa terburuk pada periode 1 November-14 November 2013 alias month to date (mtd).
Saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) terkoreksi paling dalam dari tiga bank big caps lain. Harga BBNI turun 9,4% mtd ke level Rp 4.350 per saham. Sedangkan, harga PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) anjlok 8,1% mtd ke posisi Rp 7.900 per saham.
Dua saham bank big caps lain, yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turut masuk ke dalam daftar laggard stock di bulan November. Harga BBRI dan BBCA masing-masing terkoreksi 3,8% mtd ke level Rp 7.600 dan Rp 10.050 per saham.
Harry Su, Kepala Riset Bahana Securities menuturkan, harga saham emiten perbankan jatuh, terutama dalam dua hari terakhir, hanya bersifat sementara. Ini mencerminkan kekagetan investor lantaran BI kembali mengerek BI rate 25 basis poin ke level 7,5%.
Investor khawatir kenaikan BI rate bakal berimbas pada perlambatan pertumbuhan ekonomi. Tim Bahana Securities memperkirakan, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) di 2014 akan turun ke 5,4% dari tahun ini yang diperkirakan sebesar 5,7%.
Perlambatan ekonomi ini bakal berimbas pada penurunan pertumbuhan penyaluran kredit perbankan di Indonesia. "Investor juga khawatir non performing loan (NPL) akan naik karena BI rate terus naik," kata Harry, Kamis (14/11).
Reza Nugraha, analis MNC Securities menambahkan, terpuruknya performa saham bank juga disebabkan oleh investor asing yang mengambil posisi jual. Sejak awal tahun hingga kemarin, asing memang mencatat jual bersih (net sell) senilai Rp 15,24 triliun.
"Padahal, perbankan merupakan sektor yang disukai investor asing," jelas Reza. Imbasnya, saham-saham perbankan berguguran tatkala investor asing mencatat net sell.
Kendati begitu, kedua analis itu sepakat, saham-saham bank terutama kelompok big four, yakni BBNI, BMRI, BBRI dan BBCA, masih punya tenaga untuk terus meraih pertumbuhan kinerja keuangan. Bank-bank besar relatif mudah menyesuaikan diri dengan menurunkan cost of fund.
Kondisi itu menyebabkan bank-besar masih bisa memacu pertumbuhan kredit. "Kami memperkirakan, rata-rata pertumbuhan penyaluran kredit perbankan nasional di tahun depan bisa mencapai 16%-17%," terang Harry.
Tapi, kenaikan suku bunga acuan tersebut juga bisa membawa berkah bagi beberapa bank, semisal BMRI. Maklum, bank ini menggenggam obligasi pemerintah paling besar di antara bank lain. Per 30 September 2013, BMRI memegang obligasi pemerintah senilai Rp 82,19 triliun.
Nah, imbal hasil (yield) obligasi biasanya akan ikut naik tatkala suku bunga kian mahal. Dengan kondisi ini, BMRI bisa meraup untung lebih besar dari fluktuasi kupon obligasi pemerintah.
"Ini bukan krisis, kenaikan BI rate tidak akan menyebabkan bank-bank lantas jadi rugi," tutur Ito Warsito, Direktur Utama PT Bursa Efek Idonesia (BEI).
Situasi eksternal terutama dari Amerika Serikat (AS) juga mulai menghembuskan sentimen positif. Jannet Yallen, calon Ketua The Federal Reserve memberikan sinyalemen bahwa Negeri Paman Sam masih membutuhkan stimulus ekonomi. Perkembangan ini ditaksir memberikan tambahan tenaga pada saham-saham bank.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News