Reporter: Grace Olivia, Venny Suryanto | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hasil pertemuan pejabat The Federal Reserves atau FOMC meeting malam ini menjadi perhatian utama pelaku pasar. Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) juga akan segera merespons apapun hasil kebijakan The Fed yang memiliki dampak signifikan pada pergerakan nilai tukar rupiah.
Pelaku pasar sebagian besar meyakini, kenaikan suku bunga The Fed akan direspon BI dengan kebijakan serupa. Lalu, kemanakah arah nilai tukar rupiah selanjutnya?
Bicara soal proyeksi level harga rupiah, Head of Economic & Research UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja mengatakan, potensi retangnya masih akan lebar. "Sebab, sepanjang September ini saja, rupiah sanggup menguat ke ke bawah Rp 14.800 namun juga beberapa kali menyentuh resistance di atas Rp 14.900 per dollar AS," kata dia, Rabu (26/9).
Kendati begitu, Enrico menilai volatilitas rupiah sekarang sudah lebih baik dan sejalan dengan pergerakan mata uang regional lainnya. Semoga tetap stabil setelah kenaikan suku bunga BI besok," kata Enrico.
Adapun, ia memprediksi rupiah berada dalam rentang Rp 14.890 - Rp 15.000 per dollar AS di akhir tahun nanti. Secara level, Enrico melihat rupiah memang masih akan melemah karena kondisi struktur CAD dan kenaikan suku bunga The Fed selanjutnya. Namun, ia cukup yakin berbagai kebijakan moneter dan fiskal yang diambil pemerintah setidaknya mampu meredam volatilitas kurs.
Sementara, Ferry Latuhihin, Senior Chief Economist PPA Kapital memprediksi, nilai tukar rupiah akan sulit menguat ke bawah level Rp 15.000 per dollar AS hingga ujung tahun. "Bahkan, ada potensi rupiah bisa overshooting ke level yang lebih tinggi, Rp 15.500 per dollar AS mungkin," ujar Ferry.
Namun, potensi rupiah mengalami undershooting ke bawah Rp 15.000 juga terbuka dalam jangka pendek ini. Dus, Ferry meyakini kedua kondisi tersebut tidak bertahan lama sebab dalam jangka panjang ia lebih melihat ekuilibrium rupiah yang baru berada pada level Rp 15.000 per dollar AS.
Senada, Faisyal, analis Monex Investindo Futures, memperkirakan level nilai tukar rupiah masih tidak akan jauh dari rentang Rp 14.900-Rp 15.000 sampai akhir tahun. "Bahkan, terburuknya bisa sampai Rp 16.000 karena periode September-Desember banyak perusahaan membutuhkan dollar untuk pembayaran utang, maupun kebutuhan masyarakat menjelang libur akhir tahun," ujar Faisyal.
Namun, Faisyal menilai investor akan lebih menaruh perhatian pada kondisi current acount deficit (CAD) Indonesia. Jika CAD terus melebar, level terburuk kurs rupiah yang ia prediksikan pun makin mungkin tercapai.
Ekonom BCA David Sumual memperkirakan, BI akan menaikkan suku bunga minimal 25 basis point. “Tapi kemungkinan juga akan dinaikan di 50 basis poin, jadi antara 25 sampai 50 basis poin,” kata David.
David mengatakan, kenaikan suku bunga The Fed tidak secara langsung berpengaruh terhadap penguatan rupiah. Tapi, kenaikan suku bunga The Fed dapat menarik minat investor untuk tetap membeli Surat Berharga Negara (SBN), Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan instrumen fixed income lainnya.
David menambahkan, yang terpenting bagi pasar bukan permasalahan kenaikan suku bunga The Fed, melainkan apa yang akan dilakukan oleh The Fed di tiga tahun mendatang. Ini menjadi kunci pergerakan mata uang rupiah kedepannya. “Rupiah tergantung dari kondisi eksternal dan bagaimana upaya pemerintah serta dampaknya ke transaksi berjalan kita jadi apa yang dilakukan bisa di implementasikan segera dan berdampak bagi neraca perdagangan menjadi lebih baik,” ujar David.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News