kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menguji cesplengnya obat BEI


Selasa, 25 Agustus 2015 / 11:04 WIB
Menguji cesplengnya obat BEI


Reporter: Amailia Putri Hasniawati, Narita Indrastiti, Yuwono Triatmodjo | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Badai sempurna tengah melanda pasar keuangan Indonesia. Kemarin, rupiah resmi bertengger ke level 14.000. sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 3,97% ke 4.163,73.

Crash di pasar keuangan ini jelas bikin miris. Sebab, keruntuhan pasar keuangan ini bisa menjadi sumbu pendek ke krisis yang lebih besar yakni krisis ekonomi dan moneter. Kita jelas berharap hal itu tak terjadi, asalkan pemerintah dan otoritas pasar keuangan sigap bertindak.

Sejauh ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) memang menyiapkan amunisi untuk menahan IHSG jatuh lebih dalam. Kemarin, BEI menegaskan, Anggota Bursa melarang transaksi short selling selain untuk menjalankan Peraturan Bapepam dan LK No. V.D.6 tentang pembiayaan transaksi efek oleh perusahaan efek bagi nasabah dan transaksi short selling oleh perusahaan efek, Peraturan BEI No. III-I tentang keanggotaan margin dan short selling serta Peraturan BEI No. II-H tentang syarat dan perdagangan efek dalam transaksi margin dan short selling.

"Bursa akan menindak tegas Anggota Bursa yang melanggar," tulis BEI dalam siaran pers, Senin (24/8).

Tito Sulistio, Direktur Utama BEI, mengatakan, BEI segera menyurati para broker agar menyetop short selling. "Kami mencurigai hedge fund melakukan itu," kata Tito, kemarin.

Sumber KONTAN mengatakan, akan ada beberapa kebijakan lain misalnya, peningkatan dana perlindungan investor dari Rp 25 juta jadi Rp 100 juta dan peningkatan komunikasi ke stakeholders serta meningkatkan pengawasan spekulator. BEI juga akan memperluas produk atau efek margin.

Kebijakan ini khusus bagi sekuritas yang memiliki modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) Rp 100 miliar. Haircut produk margin juga diperkecil. "Ada juga relaksasi autorejection," ujar si sumber.

BEI membatasi autorejection bawah menjadi hanya 10% untuk setiap kisaran harga. Dalam aturan perdagangan BEI, ketentuan autorejection ketika harga saham di Rp 50 -di bawah Rp 200 per saham naik 35%. Lalu, di harga Rp 200 - Rp 5.000 meningkat 25% dan saham di atas Rp 5.000 per saham meningkat 20%.

Batas baru autorejection akan berlaku hari ini. Hamdi Hasyarbaini, Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI, berharap kebijakan itu cepat berlaku. "Bisa saja akhir Agustus," kata Hamdi.

Akhir pekan lalu, OJK merilis relaksasi pembelian kembali saham alias buyback tanpa memerlukan RUPS. Kemarin, Kementerian BUMN mengumumkan rencana pembelian kembali saham oleh 13 emiten BUMN, senilai Rp 10 triliun.

Sharlyta Malique, Analis MNC Securities mengatakan, buruknya data ekonomi China memicu IHSG mengarah ke 4.000-4.005 pekan ini. Bahkan, IHSG masih bisa menembus level 3.800 jika nilai tukar rupiah terus loyo. Jika level support itu tertembus, IHSG bisa di level 3.500.

Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, menilai ekonomi Indonesia saat ini lebih buruk dibanding krisis 2008 akibat rupiah terus melemah. "Pintu masuk krisis bila rupiah terus melemah," ujarnya. Belum lagi, ketidakpastian The Fed menaikkan suku bunga gara-gara Tiongkok mendevaluasi yuan.

Hitungan Hans, indeks bisa menguji 4.000 di jangka pendek. Support selanjutnya 3.800-3.700. Kian parah bila terjadi capital outflow di pasar obligasi. Tak tertutup kemungkinan indeks kembali ke posisi sebelum quantitative easing (QE) II.

Kenaikan IHSG hingga mencetak rekor tahun ini lantaran masuknya dana QE II. Jika dana itu kembali, artinya IHSG bisa saja kembali ke posisi sebelum QE II di awal November 2010, yakni 3.605.

Analis Lautandhana Securindo, Widhi Indratmo Nugroho melihat, berbagai sentimen negatif ini bisa membuat IHSG menguji support baru di 3.800, kendati ada kemungkinan technical rebound. Level 3.800 mencerminkan PER 10,5 kali. "Namun jika dibandingkan krisis 2008, PER ini masih lebih tinggi," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×