kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,84   -10,68   -1.14%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menguat tipis, rupiah perlu waspadai perundingan Brexit pekan depan


Jumat, 11 Januari 2019 / 18:56 WIB
Menguat tipis, rupiah perlu waspadai perundingan Brexit pekan depan


Reporter: Amalia Fitri | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah ditutup menguat terhadap dollar Amerika Serikat (AS) sebesar 0,04% ke level Rp 14.048 per dollar AS. 

Walau penguatannya terbatas, namun rupiah akhirnya bisa kembali ke zona hijau, setelah sempat berada di zona merah di tengah hari.

"Rupiah punya performa paling baik dari negara-negara lain di Asia," tutur Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim.

Ibrahim bilang, penguatan rupiah hari ini disokong faktor internal dan eksternal yang cukup signifikan. Pada faktor internal, perbaikan data ekonomi berupa kenaikan cadangan devisa (cadev), inflasi, consumer confidence, dan keadaan tenaga kerja, menjadi faktor penyokong penguatan rupiah.

Untuk faktor eksternal, faktor dominannya masih dimainkan oleh perundingan dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China. "Walau belum jelas apa kesepakatan yang dihasilkan, namun hasilnya baik," ujar Ibrahim. 

Hal baik itu terlihat dari adanya pertemuan lanjutan yang rencananya akan digelar pada akhir Januari 2019 mendatang antara Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping.

"Negara emerging market bisa memanfaatkan situasi ini sebaik mungkin, setidaknya sampai Maret 2019," lanjut Ibrahim.

Saat ini China dan AS sedang dalam masa gencatan senjata selama 90 hari, sampai Maret 2019. Setelah itu, dipastikan AS akan mengembalikan kebijakan ekonominya ke posisi semula, yakni menaikan tarif bea impor yang tadinya berkisar 10% menjadi 25% di angka US$ 200 miliar.

Sentimen eksternal lain yang perlu menjadi perhatian adalah pelemahan pertumbuhan ekonomi global yang ditandai dengan minusnya angka manufaktur. "China sangat merasakannya, sehingga pihak otoritas China mengambil kebijakan moneter dengan memangkas cadangan APBN hingga 100 bps. Semua untuk menahan perlambatan ekonomi global," ujar Ibrahim.

Selain itu, penguatan rupiah juga ditopang oleh keputusan The Federal Reserve (The Fed) untuk menyesuaikan kebijakan ekonominya, untuk menghadapi kondisi ekonomi global yang cenderung dovish.

"Dan sentimen yang tak kalah penting diperhatikan adalah harga minyak mentah dunia," jelas Ibrahim. 

Harga minyak terkoreksi karena Arab Saudi mengurangi kuota produksi minyaknya. "Harga minyak yang jatuh ini, dimanfaatkan sehingga cadev Indonesia bisa meningkat drastis," papar Ibrahim.

Yang terakhir, sentimen eksternal yang perlu diperhatikan adalah Brexit di Inggris. Pada tanggal 15 - 17 Januari mendatang, Inggris akan mengadakan referendum memutuskan keluar atau tidak dari Uni Eropa. Bila referendum Brexit kembali ditolak, maka rupiah berpeluang melemah.

Ibrahim memprediksi rupiah akan bergerak di kisaran Rp. 13.950 per dollar AS-Rp 14.120 per dollar AS sebagai titik resisten pada perdagangan Senin (14/1) mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×