Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Rupiah bergerak menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tahun 2023. Mata uang Garuda diperkirakan bakal tetap tangguh dengan target menuju kisaran Rp 15.100 per dolar AS, pada tahun 2024.
Selasa (2/1)`pukul 11.27 WIB, kurs rupiah spot melemah 0,53% ke Rp 15.480 per dolar AS. Kurs rupiah ini tertekan jika dibandingkan posisi akhir 2023 yang ada di Rp 15.399 per dolar AS, Jumat (29/12).
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, nilai tukar rupiah diperdagangkan dalam rentang Rp 14.670 per dolar AS–Rp 15.940 per dolar AS di sepanjang tahun 2023. Rupiah dipengaruhi oleh berbagai sentimen seperti arah suku bunga The Fed terutama pada kuartal III hingga bulan Oktober 2023.
The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga cukup agresif hingga akhir tahun di tengah data ekonomi AS yang solid. Selain itu, meningkatnya tensi geopolitik di Timur Tengah juga mendorong penguatan dolar AS pada bulan Oktober lalu.
Baca Juga: Di Tengah Ketidakpastian, Inflasi 2023 Berpeluang Berada dalam Kisaran Sasaran BI
Meskipun demikian, dalam 2 bulan terakhir 2023, rupiah cenderung bergerak stabil di kisaran Rp 15.400 per dolar AS–Rp 15.500 per dolar AS setelah Fed mempertahankan suku bunga acuan di level 5,5% dan memberi sinyal untuk memangkas suku bunga sebesar 75bps pada tahun 2024. Selain itu, tensi geopolitik antara Israel dan Hamas pun cenderung menurun, sehingga mendukung apresiasi mata uang Asia termasuk Rupiah hingga saat ini.
Pengamat Mata Uang dan Komoditas Lukman Leong menambahkan, penguatan rupiah terhadap dolar AS berkat dukungan tingkat suku bunga yang tinggi, surplus perdagangan dan intervensi dari Bank Indonesia. Revisi Peraturan Pemerintah (PP) terkait Devisa Hasil Ekspor (DHE) juga memberikan dukungan pada rupiah.
Mengutip Bloomberg, kurs rupiah spot ditutup pada posisi Rp 15.399 per dolar AS di perdagangan terakhir 2023, Jumat (29/12). Kurs rupiah spot terpantau menguat 1,12% sepanjang 2023, beranjak dari posisi Rp 15.573 per dolar AS di akhir 2022.
Baca Juga: Kurs Rupiah Dibuka Melemah 0,39% ke Rp 15.459 pada Hari Pertama Perdagangan Tahun Ini
Lukman menilai, rupiah kemungkinan bakal lebih baik lagi di tahun 2024. Mata uang garuda berpotensi menguat yang idealnya berada di kisaran Rp 14.000 per dolar AS, namun seberapa besar penguatan rupiah akan tergantung kebijakan Bank Indonesia.
Penguatan besar pada mata uang juga bisa menjadi beban pada ekonomi. Di sisi lain, BI mungkin melihat kebutuhan untuk meningkatkan cadangan devisa yang terpakai cukup banyak untuk intervensi di tahun 2023.
“Rupiah diperkirakan akan lebih baik di tahun 2024,” ungkap Lukman kepada Kontan.co.id, Minggu (31/12).
Lukman menyebutkan, pemangkasan suku bunga bank sentral dunia akan memicu sentimen risk appetite yang pada umumnya mendukung aset dan mata uang beresiko. Dari internal, risiko politik dari pemilihan Presiden tahun 2024 perlu menjadi perhatian.
Menurut Lukman, penurunan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) yang cukup tajam dalam 2 bulan terakhir telah mencerminkan optimisme investor yang mengharapkan BI turut menurunkan suku bunga di tahun 2024. Suku bunga yang rendah biasanya akan menaikkan harga obligasi.
Josua menimpali bahwa tantangan BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tahun 2024 utamanya masih bersumber dari eksternal dengan terus berlanjutnya risiko higher-for-longer. Suku bunga acuan masih dipertahankan tinggi karena inflasi global masih berada di atas target sasaran masing-masing advanced countries.
Baca Juga: Inflasi Bulanan Desember 2023 Meningkat, Tertinggi di Sepanjang Tahun Lalu
Inflasi yang sulit turun bisa disebabkan oleh berlanjutnya konflik di Timur Tengah yang dapat meningkatkan harga minyak dunia, serta El Nino berkepanjangan dan restriksi perdagangan dari banyak negara berlanjut dapat meningkatkan harga pangan.
Di sisi lain, Tiongkok masih akan terus menghadapi risiko slower-for-longer, sehingga menyebabkan outlook kawasan Asia Pasifik memburuk dan berujung pada terjadinya risk-off dan menghambat capital inflow.
Walaupun demikian, peluang dari berkurangnya risiko higher-for-longer yang sudah mulai mengecil. Hal itu sejalan dengan ekspektasi pasar yang melihat ruang pemotongan suku bunga acuan The Fed akan terjadi pada Maret 2024.
Josua mengatakan, tentunya sentimen arah suku bunga tersebut akan meningkatkan sentimen risk-on, sehingga berpotensi bakal ada dana investasi mengalir ke emerging market termasuk Indonesia. Hal ini didukung dengan prospek ekonomi Indonesia yang diprediksi cenderung positif yakni tetap tumbuh resilien di kisaran 5% pada 2024, disaat ekonomi dunia diprediksi melambat.
Dia menilai, kombinasi kebijakan moneter yang pro-stability dan kebijakan makroprudensial yang pro-growth saat ini, sudah cukup efektif dalam menjaga nilai tukar rupiah di tengah badai ketidakpastian global. Kebijakan BI-rate, intervensi di pasar valas pada transaksi spot, DNDF, dan SBN di pasar sekunder serta operasi moneter yang pro-market termasuk SRBI, SVBI, dan SUVBI, lalu TD Valas DHE SDA dan penerapan LCT cukup membuahkan hasil, sehingga optimalisasinya perlu untuk terus ditingkatkan ke depannya.
“Peran BI dalam menjaga daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi dengan kebijakan makroprudensial yang pro-growth juga diperlukan untuk memperkuat ekonomi domestik,” tambah Josua.
Baca Juga: Di Tengah Ketidakpastian, Inflasi 2023 Berpeluang Berada dalam Kisaran Sasaran BI
Dari sisi fundamental ekonomi domestik, Indonesia dinilai sudah cukup solid untuk 2024 dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang resilien dan tingkat inflasi yang sudah berada di dalam sasaran target BI. Dengan demikian, Indonesia dapat menjadi daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya di tanah air di tengah semakin terbukanya ruang pemotongan suku bunga global pada 2024 yang berdampak pada naiknya sentimen risk on.
“Tentunya ini akan memberikan peluang yang cukup besar bagi rupiah untuk terapreasiasi pada 2024. Hal ini terutama cenderung dapat terjadi pada semester kedua 2024 ketika pemilu sudah selesai, sehingga aksi wait and see investor terkait tahun politik juga menghilang,” terang Josua.
Bank Permata memproyeksi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan cenderung terapresiasi ke kisaran Rp 15.100 per dolar AS–Rp 15.300 per dolar AS pada tahun 2024. Proyeksi tersebut menguat dibandingkan proyeksi untuk penutupan tahun 2023 yang sebesar Rp 15.300 per dolar AS–Rp 15.500 per dolar AS.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menambahkan, pemilihan presiden (pilpres) pada 14 Februari 2024 bakal menjadi perhatian. Jika Pilpres diselenggarakan hanya satu putaran, maka hasilnya akan lebih baik bagi investasi. Namun, jika Pilpres berjalan dua putaran maka investor akan mengambil sikap wait and see hingga Juni 2024.
“Oleh karena itu, ekonomi Indonesia belum tentu lebih baik dari tahun 2023 karena adanya Pilpres,” ungkap Ibrahim dalam keterangannya, Jumat (29/12).
Baca Juga: Tahun Pemilu, Reksadana Saham Dinilai Sebagai Pilihan Investasi yang Prospektif
Ibrahim menuturkan, tahun politik 2024 harus dicermati dengan baik. Saat ini, investor terutama investor sektor riil tengah bersikap wait and see untuk menunggu siapa presiden yang bakal terpilih dan menunggu kebijakan apa yang bakal dikeluarkan.
Apalagi sejumlah negara di dunia juga akan menyelenggarakan pemilu, termasuk India, Taiwan, Korea Selatan, dan Amerika serikat. Selain itu, jika ada pergantian kepemimpinan dari Partai Demokrat ke Partai Republik di Amerika Serikat, kebijakan politik dunia juga bisa berubah.
Ibrahim memandang bahwa ekonomi global yang melambat, berkurangnya tekanan inflasi, dan melemahnya pasar tenaga kerja akan membuka pintu bagi penurunan suku bunga bank sentral global, dimana Federal Reserve (Fed) dan Bank Sentral Eropa (ECB) diperkirakan akan melakukan penurunan suku bunga.
Namun, perbedaan ekonomi antara AS dan Eropa menunjukkan potensi sikap ECB yang lebih agresif. Meskipun para pedagang memperkirakan akan ada tiga kali penurunan suku bunga dari kedua bank sentral pada paruh pertama tahun ini, kondisi ekonomi yang kontras memberikan gambaran yang berbeda.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News