kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.267.000   -15.000   -0,66%
  • USD/IDR 16.638   8,00   0,05%
  • IDX 8.166   73,60   0,91%
  • KOMPAS100 1.140   14,92   1,33%
  • LQ45 837   14,10   1,71%
  • ISSI 284   1,36   0,48%
  • IDX30 440   7,08   1,63%
  • IDXHIDIV20 508   9,69   1,94%
  • IDX80 129   2,21   1,75%
  • IDXV30 138   1,87   1,37%
  • IDXQ30 140   1,63   1,17%

Mengkaji Ulang Target dan Kualitas Perusahaan IPO di Bursa


Rabu, 29 Oktober 2025 / 20:38 WIB
Mengkaji Ulang Target dan Kualitas Perusahaan IPO di Bursa
ILUSTRASI. BEI menurunkan target perusahaan yang akan melakukan pencatatan saham perdana alias initial public offering (IPO) di tahun 2025. ?


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kualitas perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) masih perlu dikaji ulang. Ke depan, BEI diimbau tak hanya fokus pada target angka jumlah perusahaan yang mau melakukan initial public offering (IPO)l

BEI tampaknya menurunkan target perusahaan yang akan melakukan pencatatan saham perdana alias initial public offering (IPO) di tahun 2025. 

Sebelumnya, BEI bilang menargetkan sebanyak 66 perusahaan bisa melantai di Bursa di tahun 2025. Namun, BEI kini menyebut target IPO hanya 45 perusahaan di tahun ini.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Iman Rachman mengatakan, sampai dengan 24 Oktober 2025 telah terdapat 955 saham Perusahaan tercatat di tahun ini bertambah 23 saham baru.

Baca Juga: BEI Turunkan Target IPO Jadi 45 Perusahaan pada Tahun 2025

Dari penambahan tersebut, 5 di antaranya merupakan lighthouse IPO, yaitu IPO dengan kriteria kapitalisasi pasar minimal Rp3 triliun serta free float 15% atau nilai kapitalisasi pasar free float lebih dari Rp700 miliar. 

“Adapun total penghimpunan dana atas seluruh efek sepanjang tahun ini mencapai Rp202,6 triliun,” katanya dalam Konferensi Pers RUPSLB BEI, Rabu (29/10).

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menjelaskan, capaian IPO lighthouse di sepanjang tahun 2025 sejalan dengan target Bursa. Katanya, masih terdapat tiga calon emiten lighthouse yang akan IPO di sisa tahun ini.

Ketiga lighthouse itu berasal dari sektor finansial, infrastruktur, dan pertambangan. Bursa juga telah melakukan survei untuk terus meningkatkan lighthouse IPO bersama lembaga independen.

“Jadi ini kita harapkan nanti akan dapat tercatat di tahun 2025 ini,” ungkap Nyoman dalam kesempatan yang sama.

Nyoman bilang, total pencatatan yang diharapkan Bursa pada 2025 adalah 430 efek. Saat ini, total pencatatan sudah mencapai lebih dari 600 efek.

Dengan capaian pencatatan ini, menurut Nyoman lebih dari 140% target BEI pada tahun 2025 untuk seluruh produk sudah berhasil dicapai sampai hari ini. 

Baca Juga: Rukun Raharja (RAJA) Siapkan Subholding Bisnis Midstream, Kapan IPO?

Sayangnya, BEI tidak secara gamblang menyatakan adanya penurunan target jumlah perusahaan IPO di tahun ini. Pun, alasan terkait perubahan jumlah target itu tak dijelaskan.

Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy mengatakan, tidak tercapainya target IPO di tahun ini kemungkinan besar disebabkan oleh terungkapnya kasus enam orang di salah satu divisi BEI terkait skandal IPO. “Akibatnya, approval IPO mulai diperketat,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (29/10).

Pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat melihat, sejak sekitar tahun 2018-2019 BEI cenderung fokus pada kuantitas emiten IPO dan kurang fokus pada nilai emisinya.

“Padahal, lebih bagus jumlah emiten yang IPO sedikit, tetapi memiliki nilai emisi besar,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (29/10/2025).

Kualitas Emiten IPO

Tak hanya dari sisi jumlah yang berkurang, kualitas perusahaan yang melantai di Bursa pada tahun ini juga mengundang pertanyaan.

Sejumlah emiten baru tampak menggunakan dana hasil IPO tidak untuk ekspansi bisnis, melainkan untuk membayar utang. Misalnya saja, PT Merdeka Gold Resources (EMAS), anak perusahaan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) yang melantai di Bursa bulan September lalu.

Dalam proses IPO, EMAS melepas 1,62 miliar saham baru atau 10% dari modal ditempatkan dengan harga penawaran Rp 2.880 per saham. Dari aksi korporasi ini, perusahaan berhasil meraup dana sekitar Rp 4,66 triliun. 

Mayoritas dana IPO EMAS yaitu sekitar Rp 3,99 triliun rencananya akan digunakan oleh perseroan untuk pembayaran lebih awal kepada MDKA sampai dengan seluruh pokok terutang yang timbul berdasarkan Perjanjian Utang Piutang tanggal 8 April 2022, sebagaimana diubah terakhir dengan Amendemen Kedua atas Perjanjian Utang Piutang yang telah berlaku efektif sejak tanggal 21 Agustus 2024.  

Baca Juga: Menilik Potensi Gelaran IPO di Sisa 2025, Bakal Ramai atau Sepi?

Pada tanggal 3 September 2025, saldo pokok terutang EMAS dalam Perjanjian Utang Piutang adalah sebesar US$ 260 juta atau setara Rp 4,26 triliun.

Terkait hal ini, Nyoman bilang, bahwa penggunaan dana IPO itu adalah kebijakan dari perusahaan, yang bisa saja merupakan kombinasi dari capital expenditure (capex) dan upaya memperbaiki kinerja. Termasuk, di dalamnya pembayaran utang.

“Secara umum, penggunaan dana itu harus dilihat dengan konteks agar perusahaan bisa bertumbuh ke depan. Boleh saja untuk memperbaiki performa, tetapi perlu dilihat juga loncatan kinerja ke depannya seperti apa,” katanya.

Perbaikan kinerja itu bisa dilihat para investor dari hasil laporan keuangan emiten setelah melantai di Bursa. “Yang ditunggu para investor tentu perbaikan. Selain bayar utang, tentu juga memperbaiki performa dari sisi laporan keuangan,” tuturnya.

Budi melihat, bahwa BEI selama ini kurang melakukan filter terhadap perusahaan yang melakukan IPO.

Teguh bilang, pembayaran utang menggunakan dana IPO sebenarnya tidak masalah, asalkan ada pertanggungjawabannya jelas. Dengan utang yang berkurang, ada harapan perusahaan bisa mencetak untung lebih besar ke depan. 

Sayangnya, sentimen bayar utang memberikan kesan buruk ke investor publik. Jadi, mau tidak mau perusahaan harus didorong untuk tetap ekspansi.

“Tapi saat ini ekonomi sedang lesu, jadi perusahaan pun tak terlalu berani untuk ekspansi bisnis dan lebih memilih untuk bayar utang,” katanya.

Performa kinerja saham emiten yang IPO belakangan ini juga kurang bagus. Malah, ada kecenderungan saham emiten IPO hanya bernasib menjadi saham gorengan.

“Ini akibatnya juga berpengaruh ke perusahaan yang pada akhirnya urung IPO lantaran takut partisipasi publik hanya sebatas di situ dan akhirnya takut mempengaruhi reputasi perusahaan,” ungkap Teguh.

Target Tahun 2026

Di tahun 2026, BEI menargetkan IPO sebanyak 50 perusahaan, naik dari jumlah target revisi di tahun ini. Adapun jumlah efek yang ditargetkan tahun depan sebanyak 555.

Target itu terdiri atas dari pencatatan efek saham, emisi obligasi, dan pencatatan efek lainnya meliputi Exchange-Traded Fund (ETF), Dana Investasi Real Estate (DIRE), Dana Investasi Infrastruktur (DINFRA), dan Efek Beragun Aset (EBA), serta emisi waran terstruktur.

Ini dengan catatan, jika perusahaan yang sudah ada dalam pipeline IPO tahun 2025 tak menuntaskan proses hingga melantai di Bursa hingga akhir Desember nanti, maka akan menjadi carry over ke tahun 2026.

Dengan kata lain, ada kemungkinan BEI juga tak akan mencapai target jumlah perusahaan IPO sebanyak 45 perusahaan di tahun 2025.

Iman bilang, BEI juga menargetkan rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) pada tahun 2026 mencapai Rp14,5 triliun dengan jumlah hari bursa sebanyak 239 hari.

“Investor pasar modal baru sejumlah 2 juta investor baru di tahun 2026,” katanya.

Budi mengatakan, target transaksi harian BEI masih konservatif. Namun, jumlah IPO 50 di tahun 2026 menjadi realistis. Apalagi, jika BEI memang ingin lebih memprioritaskan kualitas daripada kuantitas. Ini juga mengingat target untuk tahun ini menjadi tinggal sekitar 45 perusahaan.

“Target transaksi harian di tahun 2026 akan mudah tercapai, tetapi tidak dengan jumlah IPO sebanyak 50 jika ingin (perusahaan) yang berkualitas bagus,” paparnya.

Demi menjaga kualitas perusahaan IPO ke depan, BEI juga diimbau untuk hati-hati dengan emiten dengan nilai emisi kecil dan perusahaan yang dimiliki oleh warga negara asing (WNA).

Teguh bilang, target nilai transaksi harian BEI di tahun depan sebenarnya masih cukup optimistis. Ini lantaran, transaksi harian di Bursa sebenarnya hanya di kisaran Rp10 triliun per hari.

“Itu pun dari emiten konglomerasi, seperti milik Prajogo Pangestu, transaksi hariannya sudah di kisaran Rp 2 triliun - Rp 3 triliun. Jadi, sisanya tinggal Rp 7 triliun - Rp 8 triliun per hari,”ungkapnya.

Akhirnya, nanti peningkatan RNTH bisa digenjot dari transaksi saham-saham sektor perbankan. Peningkatan RNTH ini juga sulit dicapai lewat peningkatan target perusahaan IPO di tahun depan.

Sebab, investor masih khawatir soal kualitas emiten IPO belakangan ini. BEI pun diimbau untuk “membersihkan” saham-saham gorengan terlebih dahulu, sebelum meningkatkan kuantitas IPO secara signifikan.

Mekanisme pembersihannya bisa beragam. Mulai dari pemberian sanksi terhadap emiten terkait, hingga pengembalian dana ke investor lewat dividen yang rutin.

“Kembalikan dulu kepercayaan investor agar mereka mau investasi di pasar saham, termasuk di saham-saham IPO. Jika itu tak dilakukan, target IPO seberapa banyak pun, akan dicap saham gorengan oleh pasar,” tuturnya.

Selanjutnya: Menakar Prospek Kinerja Sejumlah Emiten Bahan Kimia pada Sisa Tahun 2025

Menarik Dibaca: Hasil Hylo Open 2025: Fajar/Fikri Melaju Mulus ke 16 Besar, Menuju Final Keempat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×