Reporter: Noor Muhammad Falih | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Strategi racikan portofolio reksadana campuran syariah relatif terbatas. Maklum pilihan aset dasar berupa saham syariah dan surat utang syariah alias sukuk masih minim. Itu sebabnya, manajer investasi harus jeli memilih aset dasar agar kinerja bisa maksimal.
Misalnya, PT Schroders Investment Management Indonesia yang mengandalkan performa saham syariah untuk menggenjot kinerja reksadana campuran syariah bertajuk Schroders Syariah Balanced Fund.
Presiden Direktur Schroders Indonesia Michael Tjoajadi mengatakan, produk ini memiliki filosofi investasi, yakni penempatan mayoritas dana kelolaan di efek saham syariah. Menurutnya, saham syariah merupakan instrumen dengan potensi imbal hasil terbesar dibandingkan efek syariah lain.
Meski pilihan efek saham syariah relatif terbatas, jika pintar memilih saham yang tepat, pergerakan efek saham syariah bisa sama dengan saham konvensional. "Seperti sektor konsumer yang sedang kita koleksi," tutur Michael.
Meski demikian, reksadana ini tidak berinvestasi berdasarkan sektor maupun kapitalisasi pasar tertentu. Pilihan aset dasar saham cukup fleksibel, asalkan tetap masuk ke dalam Daftar Efek Syariah.
Selain di saham, reksadana ini juga menempatkan porsi relatif tinggi di pasar uang yaitu hingga 35,61% per akhir Maret 2015. Ada dua pertimbangan. Pertama, agar likuiditas tersebut bisa mudah dikonversi menjadi efek saham syariah, jika ada momentum aksi beli.
Kedua, porsi efek sukuk sedang dikurangi, lantaran yield sukuk saat ini sudah tidak menarik untuk mengerek kinerja reksadana. "Justru kita masih dapat bunga deposito lebih besar dibanding yield sukuk," klaim Michael.
Selain itu, porsi efek pasar uang yang tinggi bisa menekan risiko fluktuasi pasar saham. Makanya, produk ini cocok bagi investor yang mengejar imbal hasil di atas deposito, tapi belum bisa menerima risiko apabila berinvestasi penuh pada saham.
Sedangkan, porsi efek saham yang mencapai setengah dari dana kelolaan menjadikan produk ini juga cocok bagi investor yang ingin belajar mengenal risiko dan potensi return di bursa saham.
Dengan mengusung strategi tersebut, Schroders Syariah Balanced Fund sudah menorehkan imbal hasil sekitar 120,42% sejak meluncur 28 Mei 2008 silam. Rabu (28/4), nilai aktiva bersih per unit penyertaan reksadana ini senilai Rp 2.204,2. Michael tak menargetkan imbal hasil spesifik dari produk ini. "Kami harapkan return di atas benchmark" ujarnya.
Per akhir Maret 2015, dana kelolaan Schroders Syariah Balanced Fund mencapai Rp 848,8 miliar. Michael menargetkan, jumlah tersebut bisa naik 17,8% menjadi Rp 1 triliun pada akhir tahun ini.
Investor bisa mengoleksi reksadana syariah ini dengan minimal investasi Rp 200.000. Investor dikutip biaya pembelian (subscription) 1,5%, lalu biaya penjualan kembali (redemption) dan pengalihan masing-masing 0,5%. Selain itu, ada biaya manajemen sebesar 1,5% per tahun, dan biaya bank kustodian 0,25% per tahun.
Analis Infovesta Utama, Viliawati menilai, penempatan portofolio pada efek pasar uang yang cukup signifikan, menyebabkan fluktuasi reksadana lebih ringan, serta fleksibilitas yang lebih tinggi untuk masuk ke pasar saham.
Tapi di sisi lain, alokasi portofolio pada pasar uang yang relatif besar dalam tempo relatif panjang bisa menahan laju reksadana, terutama pada saat bursa saham dan obligasi sedang prospektif.
Viliawati menduga, tahun ini, kinerja Schroders Syariah Balanced Fund masih berpotensi di atas rata-rata industri. "Pergerakan bursa sedang fluktuatif, sehingga penempatan portofolio yang cukup besar saat ini di pasar uang dapat menguntungkan, karena setelah pasar saham koreksi, reksadana ini memiliki dana untuk mengoleksi saham," paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News