Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham emiten rokok masih menghadapi tekanan berat pada tahun 2021. Pemerintah bakal menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 12,5% pada Februari 2021 mendatang. Selain itu, emiten rokok juga menghadapi penurunan daya beli yang berlanjut di tengah pandemi.
Harga saham emiten rokok pun masih tertekan di awal tahun ini. Harga aham PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) terkoreksi 0,88% ke harga Rp 560 per saham pada perdagangan Kamis (21/1). Harga saham PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA) juga melemah 0,57% ke harga Rp 348 per saham.
Sedangkan saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) terpantau stagnan di harga Rp 41.075 per saham, secara year to date harga saham GGRM sudah minus 22,65%, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) juga diam di harga Rp 1.480 per saham dan melemah 29,52% ytd.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas menilai, kenaikan tarif cukai rokok sebesar 12,5% pada Februari 2021 mendatang menjadi sentimen negatif untuk sektor ini. Menurut Sukarno, kenaikan harga rokok dapat mempengaruhi daya beli masyarakat.
Baca Juga: Pemerintah diminta segera rampungkan regulasi produk hasil olahan tembakau lainnya
Apalagi, kondisi saat ini masih banyak orang yang belum mendapatkan pekerjaan baru akibat pendemi. Tak hanya itu, upaya menjaga kesehatan bisa jadi pertimbangan, yang mana dapat mengakibatkan kinerja emiten rokok ini berpotensi turun pada tahun ini.
Dengan demikian, dia melihat prospek untuk harga saham emiten rokok diprediksikan akan melanjutkan penurunan dulu sampai dinilai murah kembali sesuai kinerjanya yang akan terjadi nanti. “Untuk peluang naik dari harga sekarang sepertinya akan berat, meskipun potensi kenaikan tetap ada secara faktor teknikal,” kata Sukarno kepada Kontan.co.id, Kamis (21/1).
Sukarno menambahkan, apabila program vaksinasi berhasil dan berjalan dengan lancar bisa menjadi katalis positif untuk sektor emiten rokok. Yang mana nantinya lapangan pekerjaan bisa tercipta lagi dan konsumsi masyarakat bisa pulih kembali.
Guna mengungkit kinerja emiten rokok, dia menilai perusahaan bisa meningkatkan volume atau dengan menaikkan harga. “Karena kondisi masih pendemi, lebih memungkinkan ke efisiensi untuk menekan penurunan yang lebih dalam,” tambah Sukarno.
Baca Juga: Indeks LQ45 menguat 8,55% sejak awal tahun, saham-saham ini masih jadi pemberat