Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Dari jajaran saham emiten rokok, Sukarno melihat saham WIIM dan GGRM terbilang menarik karena valuasinya lebih rendah dibandingkan HMSP. WIIM memiliki PE 8,11 kali dengan PBV 1,05 kali dan GGRM PE 10,50 kali dengan PBV 1,40 kali, sedangkan HMSP PE 18,68 kali dan PBV 6,01 kali.
Dia merekomendasikan wait and see untuk saham-saham tersebut karena belum ada sinyal yang jelas dan pergerakannya sedang konsolidasi. “GGRM dan HMSP konsolidasi cenderung tren turun. Jadi kalau breakdown support, bisa turun cari support baru,” kata Sukarno.
CEO Indosurya Bersinar Sekuritas William Surya Wijaya mengatakan, emiten rokok sudah memiliki pasar tersendiri. Tapi, “Kinerja belum dapat mencapai kondisi yang signifikan pada 2021,” ungkap William, Kamis (21/1).
Dia menambahkan, penurunan harga saham emiten rokok menjadi kesempatan untuk investor jangka panjang. William memprediksi saham-saham emiten rokok berpotensi kembali menguat di paruh kedua tahun ini atau dalam jangka panjang.
Baca Juga: Grup Djarum Tersundut Kasus di AS
Dia menilai saham GGRM dan HMSP terbilang menarik. Sementara untuk WIIM dan RMBA kurang likuid. William memberikan rekomendasi buy on weakness saham GGRM dan HMSP.
Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta juga melihat, saham-saham emiten rokok akan bergerak konsolidasi jelang naiknya harga cukai rokok. Nafan merekomendasikan pelaku pasar untuk akumulasi beli saham GGRM dengan target harga Rp 41.675 dan beli saham HMSP dengan target harga Rp 1.510 per saham.
Dia juga merekomendasikan investor untuk hold saham RMBA dengan target harga Rp 388 dan hold saham WIIM dengan target harga Rp 585. “Prospek sektor ini masih ada peluang untuk recovery sejalan dengan adanya pemulihan ekonomi, adanya bansos, dan pemulihan daya beli masyarakat,” pungkas dia.
Baca Juga: Indonesian Tobacco (ITIC) membidik porsi penjualan 10% dari pasar ekspor baru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News