kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengenal Binary Option, Trading Ilegal yang Merugikan Penggunanya


Sabtu, 29 Januari 2022 / 11:00 WIB
Mengenal Binary Option, Trading Ilegal yang Merugikan Penggunanya


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Binary option kembali ramai jadi perbincangan publik setelah banyaknya iklan digital hingga influencer yang menjadi affiliator platform binary option. Dengan iming-iming untung besar dalam waktu singkat, serta bisa digunakan oleh para pemula, binary option pun mendadak digandrungi masyarakat.

Binary option sendiri merupakan salah satu bentuk instrumen trading online di mana para trader memprediksi atau menebak harga sebuah aset itu naik atau turun pada jangka waktu tertentu. Cara bermain binary option ini sebenarnya cukup mudah dan sederhana. 

Pengguna hanya perlu melakukan registrasi pada penyedia binary option dan melakukan deposit. Adapun jumlah deposit pada masing-masing penyedia berbeda-beda, namun umumnya sebesar US$ 10. Dalam transaksinya, pengguna akan memilih indeks aset, mulai dari mata uang, indeks saham, hingga komoditas. 

Setelah memilih indeks aset, pengguna berikutnya memasukkan modal yang akan dipertaruhkan. Jumlah minimal modal yang digunakan bergantung dengan asetnya. Keuntungan dari transaksi ini berkisar 60% - 90%, tapi tidak ada yang 100%. Kemudian, pengguna memilih durasi transaksi yang beragam, mulai dari per sekian detik, menit, jam, maupun hari.

Baca Juga: Satgas Waspada Investasi : Afiliator Binary Option Bakal Diproses Hukum

Terakhir, pengguna diharuskan menebak dalam durasi yang tadi sudah dipilih, apakah pada saat durasi berakhir, harga indeks berada di atas atau di bawah harga saat memulai transaksi. Jika tebakan benar, pengguna akan mendapat untung sesuai dengan perhitungan awal. Namun jika salah, maka modal yang digunakan akan hangus dan menjadi kerugian pengguna.

Pengamat dan praktisi investasi Desmond Wira mengatakan, makin menjamurnya binary option di Indonesia tidak terlepas dari kemudahan yang ditawarkan. Alih-alih trading menggunakan indikator, binary option hanya perlu menebak, jadi lebih mirip judi ganjil-genap atau besar-kecil.

“Hal ini diperparah dengan adanya afiliator dari platform binary option yang pamer hidup mewah sehingga membuat orang tergiur dan mendorong untuk mencobanya,” kata Desmond kepada Kontan.co.id belum lama ini.

Afiliator Bisa Dipenjarakan

Keberadaan para afiliator ini bertugas untuk mengajak masyarakat melakukan trading di platform binary option, kemudian akan mendapatkan komisi. Dari kabar yang beredar, komisi yang didapat para afiliator bisa mencapai 70% dari transaksi pengguna yang kalah atau merugi. Sisanya baru akan masuk ke kantong broker. 

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing secara tegas mengatakan keberadaan para afiliator sebenarnya telah melanggar peraturan perundang-undangan di Indonesia, salah satunya UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Baca Juga: Serupa Judi Online, Tawaran Binary Option Masih Ilegal

"Di pasal 9 di katakan di sana, pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan suatu jasa secara tidak benar, seolah-olah menawarkan suatu yang mengandung janji yang belum pasti. Ini kan janji-janji yang belum pasti, ini pelanggaran terhadap UU Perlindungan Konsumen," kata Tongam kepada Kontan.co.id, Jumat (28/1).

Selain itu, afiliator juga melanggar UU Nomor 32 tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Hal ini lantaran disebutkan di pasal 57 bahwa setiap pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung memengaruhi pihak lain untuk melakukan transaksi kontrak berjangka, dengan cara membujuk atau memberi harapan di luar kewajaran. 

Pada praktiknya, para afiliator ini justru menerapkan hal tersebut dengan mengajak serta memberikan iming-iming keuntungan jika bergabung. Menurut Tongam, apa yang dilakukan para afiliator juga bisa dikatakan sebagai penipuan karena kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh mereka sudah diduga akan merugikan masyarakat. 

“Transaksinya bersifat tidak bisa diprediksi, sehingga yang diperoleh afiliator ini adalah keuntungan sebagian besar kerugian masyarakat. Jadi bagi masyarakat yang merasa dirugikan oleh afiliator binary option ini bisa melaporkan mereka ke pihak kepolisian agar diproses secara hukum,” imbuhnya.

Kesadaran Masyarakat Perlu Ditingkatkan

Ia bilang, peran SWI adalah untuk melakukan penanganan terhadap entitas yang melakukan kegiatan tanpa melalui pemblokiran sebagai upaya mencegah kerugian masyarakat yang lebih banyak. Selain itu, SWI juga menyampaikan laporan informasi kepada pihak kepolisian. 

Lebih lanjut, Tongam bilang pihaknya sejauh ini melakukan penghentian kegiatan dan memberikan pengumuman ke masyarakat. Selain itu, seiring kegiatan binary option dilakukan lewat web/aplikasi, maka SWI melakukan blokir untuk menutup akses ke situs dan aplikasinya. Adapun, berdasarkan data Bappebti, sepanjang 2021 sudah dilakukan pemblokiran terhadap 92 domain binary option

Kendati begitu, beberapa platform binary option yang cukup populer seperti Binomo, Octa FX, Olmyptrade, hingga IQ Option masih sering berseliweran iklannya di berbagai media sosial. Padahal, keempat domain web tersebut sudah bolak-balik diblokir oleh Bappebti pada tahun lalu. Saat ini pun, akses menuju web tersebut sudah diblokir. Hanya saja, jika menggunakan VPN, keempatnya masih bisa diakses.

Baca Juga: Catat! Binary Option Adalah Trading Illegal Yang Lebih Mirip Judi

Sementara Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengungkapkan, keberadaan afiliator ini makin menjamur karena dunia digital yang memang susah dibendung. Ditambah lagi, dengan masih banyaknya masyarakat Indonesia yang belum melek investasi serta masih ada mindset cepat kaya secara praktis tanpa susah payah juga turut mendorong peluang bagi para afiliator. 

Menurutnya, langkah yang diambil regulator dengan melakukan pemblokiran tidak akan banyak berarti, karena afiliator dan binary option tidak akan ada habis dan selalu muncul. Layaknya judi online, pemblokiran dan pembatasan akses tidak akan banyak berarti. 

“Jadi ya memang yang paling utama itu adalah masyarakat kita sendiri harus belajar dan mencari tahu terlebih dahulu investasi apa yang mereka ikuti. Jangan gampang tergiur dengan penawaran-penawaran yang ada,” ungkapnya. 

Sementara terkait keberadaan afiliator, ia mendorong masyarakat untuk tidak ragu melaporkannya ke pihak kepolisian jika memang dengan sengaja merugikan kliennya dan terbukti memaksa mengajak bergabung.

Kerugian Trading di Platform Binary Option

Desmond menambahkan, selain dari sisi regulasi yang tidak berizin, binary option pada praktiknya justru merugikan. Pertama, trading di binary option sama halnya dengan trading melawan broker (house). Masalahnya, tidak ada yang bisa menang melawan House. Mungkin sesekali bisa menang, tapi tidak dalam jangka panjang. House bisa berbuat apapun, karena ia yang mengontrol semuanya.

Lalu, keuntungan yang tidak maksimal seiring payout dari binary option di bawah 100%. Dengan demikian risiko yang diambil oleh trader binary option selalu lebih besar dari reward-nya. Misalnya payout yang ditawarkan 60%, berarti rasio Risk to Reward adalah 1 : 0,6, alias mengorbankan 1 hanya untuk dapat 0,6. Itupun kalau dapat.

Desmond juga bilang, sudah keuntungan tidak seberapa, risiko yang diambil justru selalu maksimal. Artinya 100% uang yang dipakai buka posisi pasti habis kalau kalah. Belum lagi, timeframe di binary option yang cenderung pendek, di mana trading jangka pendek cenderung lebih berpeluang kalah daripada menang. 

Terakhir, trader di binary option tidak punya opsi cutloss layaknya trader saham atau forex. Ini membuat trader hanya bisa menunggu uangnya habis kalau pasar bergerak tidak sesuai harapannya.

“Jadi sebaiknya hindari saja binary option ini, risikonya adalah pasti rugi karena sistem binary dibuat untuk merugikan trader-nya. Sementara para afiliator juga kaya karena dari komisi nasabah, bukan trading binary,” tutup Desmond.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×