Reporter: Kenia Intan | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan saham-saham sektor teknologi loyo di awal tahun ini. Terbukti dari indeks saham sektor teknologi (IDX Sector Technology) yang melorot 8,56 % secara year to date atau ytd.
Analis Sucor Sekuritas Paulus Jimmy mencermati, pelemahan dipicu oleh melorotnya saham-saham yang memiliki bobot cukup besar terhadap indeks, misalnya PT Bukalapak.com Tbk (BUKA). Paulus tidak memungkiri, sentimen-sentimen negatif memang mewarnai bursa sepanjang bulan Januari 2022. Di antaranya, pandangan hawkish The Fed dan tekanan dari bursa global.
"Bursa luar negeri terutama AS tertekan karena The Fed yang lebih hawkish dalam reducing balance sheet dan terutama pada rencana menaikkan suku bunga," jelas Paulus ketika dihubungi Kontan.co.id, Jumat (4/2).
Baca Juga: IHSG Menguat 1,82% dalam Sepekan, Berikut Sentimen Penggeraknya
Senada, Analis Fundamental B-Trade Raditya Krisna Pradana berpendapat, kenaikan suku bunga The Fed menjadi katalis yang memberatkan saham-saham sektor teknologi. Kenaikan suku bunga The Fed berpotensi diikuti oleh Bank Indonesia (BI). Suku bunga acuan yang naik dapat meningkatkan biaya operasional emiten-emiten yang bergerak di sektor teknologi.
"Ini dikarenakan kenaikan suku bunga akan meningkatkan suku bunga kredit. Sehingga, beban bunga perusahaan-perusahaan sektor teknologi mengalami peningkatan," kata Raditya kepada Kontan.co.id, Jumat (4/1). Peningkatan suku bunga The Fed tidak hanya menjadi katalis negatif bagi saham teknologi di bursa dalam negeri, tetapi juga saham teknologi secara global.
Terkait koreksi harga saham yang dialami Meta Platforms, Inc., hingga 26% karena laporan kinerjanya yang di bawah ekspektasi, Paulus beranggapan, sentimen tersebut tidak akan berpengaruh signifikan terhadap pergerakan saham teknologi di bursa dalam negeri.
Penurunan ini memang memberatkan indeks Nasdaq semalam, mengingat bobotnya cukup besar terhadap indeks. Akan tetapi sepengamatannya, sentimen negatif ini mampu diimbangi dengan rilis kinerja emiten teknologi lain yang cukup baik, seperti Amazon.com (AMZN).
Saham teknologi tidak akan melesat drastis
Mempertimbangkan sentimen yang mewarnai sepanjang tahun 2022, Raditya memperkirakan pergerakan saham teknologi tidak akan seagresif tahun lalu. Berkaca dari indeks Nasdaq yang terkoreksi 10,93% dan pergerakannya yang cenderung terbatas, ia memproyeksikan pergerakan saham teknologi di bursa tidak akan jauh berbeda.
Raditya melihat ada dua skenario yang mungkin terjadi. Skenario pertama, pergerakan sektor teknologi atau IDX Sector Technology akan mengalami rebound ke area 8.675 lalu kembali melanjutkan pelemahannya dengan target pelemahan ke area 6.000.
Skenario kedua, sektor teknologi akan mengalami rebound ke area 8.675, apabila berhasil breakout pada area tersebut sektot teknologi akan melanjutkan kenaikannya ke area 11.000.
Di tengah skenario-skenario itu, saham BUKA masih menarik dilirik dengan level support terdekat di 340 dan target harga jangka pendek 470 hingga 500. Berdasar perhitungannya, BUKA juga masih undervalue. Harga BUKA saat ini berada di Rp 382 per saham, sementara valuasinya di Rp 1.100 per saham.
Baca Juga: BEI: Ada 15 Unicorn dan Centaur yang Berencana Go Public
Paulus cenderung menyarankan investor untuk berpegang pada fundamental saham dalam memanfaatkan volatilitas jangka pendek saham-saham teknologi.
Ia berpandangan saham-saham teknologi memang tidak akan melesat sesignifikan tahun lalu. Namun, outlook-nya masih positif. Salah satu penopangnya, rencana initial public offering (IPO) jumbo seperti perusahaan teknologi GoTo dan Traveloka.
Sepakat, Raditya mengungkapkan, rencana IPO perusahaan teknologi GoTo bisa memacu geliat saham sektor teknologi. Apalagi bisnis GoTo lengkap dan terintegrasi, meliputi logistik, jasa keuangan, hingga e-commerce.
Kendati menjadi katalis positif, Raditya menyarankan investor untuk selalu mencermati performa keuangan perusahaan. Mengingat, untuk saat ini GoTo masih menanggung rugi.
Di sisi lain, di tengah ketidakpastian pasar yang cukup tinggi, ada peluang IPO GoTo tidak terserap optimal. Investor cenderung menyimpan atau hold cash sehingga mengurangi pembelian di aset berisiko seperti saham. Oleh karenanya, perkembangan pasar juga menjadi salah satu faktor yang juga perlu dicermati investor.
Baca Juga: PMI Manufaktur Indonesia Naik pada Januari, Berikut Saham-Saham yang Diuntungkan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News