kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menerawang Nasib Stablecoin Setelah Harga UST dan USDT Turun


Jumat, 20 Mei 2022 / 16:49 WIB
Menerawang Nasib Stablecoin Setelah Harga UST dan USDT Turun
ILUSTRASI. Kejatuhan nilai TerraUSD dari nilai patokannya US$ 1, telah menyebabkan kekhawatiran fundamental stablecoin yang lain.


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kejatuhan nilai TerraUSD (UST) dari nilai patokannya US$ 1, telah menyebabkan kekhawatiran terhadap fundamental stablecoin yang lain. Bahkan Tether (USDT) yang merupakan stablecoin dengan market cap terbesar rupanya juga terkena imbas.

Merujuk Coinmarketcap, pada 12 Mei silam, USDT sempat drop 3 sen menjadi US$ 0,97. Bahkan semenjak kejatuhan tersebut, USDT belum kembali ke level US$ 1. Kini USDT masih berada di level US$ 0,99. 

Sebagai stablecoin yang seharusnya mempunyai nilai tetap sebesar US$ 1, jatuhnya harga Tether akhirnya mendorong terjadinya pencairan dana. Tercatat, investor telah menarik dananya lebih dari US$ 7 miliar atau sekitar Rp 102,4 triliun dari Tether sejak kejatuhan harga tersebut.

Baca Juga: Pasar Kripto Mulai Bangkit, Pertanda Tren Reli Sudah Dekat?

CEO Triv Gabriel Rey mengakui bahwa kolapsnya UST memang menjadi biang keladi terkoreksi harga USDT. Dia menyebut, USDT merupakan salah satu stablecoin yang tidak transparan ke publik terkait underlying asset atawa aset dasar yang digunakan. Publik sejauh ini tidak mengetahui berapa persen alokasi underlying asset USDT di fiat money atau obligasi.

“Karena alasan itulah, akhirnya investor merasa khawatir karena ada ketakutan USDT punya permasalah seperti UST. Tak mengherankan jika akhirnya terjadi penarikan dana dari USDT dengan jumlah yang signifikan,” imbuh Gabriel kepada Kontan.co.id, Jumat (20/5).

Walau begitu, dia meyakini hal serupa tidak akan terjadi pada stablecoin yang punya transparansi baik ke publik terkait aset dasarnya. Dia mencontohkan USD Coin (USDC) yang memiliki underlying asset pada fiat money serta obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS). 

Baca Juga: Harga Bitcoin Masih Betah di Level US$ 29.000, Lanjutkan Lintasan Bearish

Selain USDC, Gabriel menyebut stablecoin yang punya fundamental baik adalah Binance USD (BUSD) yang merupakan besutan antara Paxos dan Binance. Stablecoin yang satu ini disebut memiliki reservasi uang tunai paling tinggi, yakni 1:1. Alhasil, BUSD juga menjadi salah satu stablecoin yang harganya paling stabil.

Lebih lanjut, dia meyakini adanya permasalahan yang menimpa stablecoin seperti UST dan USDT ini justru akan memberi dampak positif ke industri kripto. Pasalnya, nantinya setiap stablecoin akan diregulasi lebih ketat lagi oleh negara-negara maju yang pada akhirnya akan membuat informasi akan lebih transparan.

“Sekarang ini kan stablecoin belum ada regulasi yang ketat, tidak transparan. Dari kejadian ini, seharusnya akan ada pengaturan yang lebih ketat, sehingga industri dan investor akan lebih terjamin nantinya,” pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×