kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menanti pengumuman The Fed, simak rekomendasi analis terhadap pergerakan IHSG


Minggu, 28 Juli 2019 / 09:07 WIB
Menanti pengumuman The Fed, simak rekomendasi analis terhadap pergerakan IHSG


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pekan ini The Fed kembali bertemu dalam Federal Open Market Committee (FOMC) pada 30 sampai 31 Juli 2019 mendatang.

Pasar berharap suku bunga acuan atau Fed Fund Rate (FFR) turun sebab sebelumnya Bank Indonesia sudah menurunkan BI7-DRR terlebih dulu. Sejumlah analis memproyeksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan tertekan karena investor yang wait and see.

Baca Juga: Hanya naik 2,11%, kinerja IHSG terburuk kedua di bursa kawasan Asia Tenggara

Analis Oso Sekuritas Sukarno Alatas menjelaskan walaupun sinyal kuat The Fed akan menurunkan suku bunga, bukan berarti IHSG bakal otomatis menghijau pada perdagangan pertama pekan depan.

“Di masa-masa penantian, investor cenderung wait and see sehingga composite index tertekan. Sukarno memproyeksikan IHSG melanjutkan koreksi pada Senin (29/7) di rentang 6.257-6.351,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (26/7).

Namun, sewajarnya IHSG akan merespon positif jika The Fed jadi menurunkan suku bunga. Ditambah juga IHSG sudah koreksi dalam dan sudah saatnya kembali ke zona hijau.

Baca Juga: Proyeksi IHSG: Masih Diselimuti Sentimen The Fed dan Laporan Keuangan

Tapi jika FFR stagnan di saat BI7-DRR sudah turun, Sukarno menilai pasar akan merespons negatif karena hasilnya tidak sesuai ekspektasi. Padahal seharusnya The Fed sudah waktunya menurunkan suku bunga sebab Amerika Serikat membutuhkan stimulus perekonomian.

Sukarno menyarankan investor untuk menghadapi dua kemungkinan yang ada. Pertama, Jika FRR turun, investor disarankan untuk mulai mengambil momentum akumulasi beli. Sebab semua sektor bisa mendapat angin segar khususnya bagi yang memiliki kapitalisasi pasar yang besar.

Baca Juga: Minim sentimen dari domestik, rupiah melemah di pekan ini

Menurut Sukarno properti turut mendapat katalis positif karena dengan turunnya suku bunga bisa meningkatkan gairah orang berbelanja. Apalagi sekarang ini harga properti cenderung murah karena lebih banyak stocknya dibanding pembeli. Bisa jadi saat suku bunga turun penjualan emiten properti bisa lebih baik di semester II 2019 ini.

Kemungkinan kedua, jika The Fed tidak jadi menurunkan suku bunganya, investor tetap bisa mengambil posisi sebab IHSG sudah turun dalam.

Sukarno menyarankan investor menggunakan strategi buy on weakness kalau FRR masih stagnan. Dalam menyikapi hal ini, investor dapat memilih sektor konsumsi atau komoditas yang lagi up trend seperti emas.

Kepala Riset Infovesta Utama Wawan Hendryana menambahkan secara umum pergerakan IHSG tidak akan terlalu berpengaruh jika FRR tidak turun.

Baca Juga: IHSG melorot 1,19% ke 6.325 pada akhir pekan ini, berikut sentimen pemicunya

“Saat ini hal sentimen suku bunga tidak terlalu pengaruh karena market masih fokus pada kinerja kuartal II 2019 para emiten,” ujarnya.

Sebab sentimen suku bunga sudah tercermin di pergerakan harga saham-saham saat ini yang sudah price in, khususnya pada emiten-emiten bluechips . Menurut Wawan salah satu sikap yang bisa diambil investor adalah mencermati kinerja fundamental emiten.

Sambil menunggu pengumuman The Fed Investor bisa memasuki sektor keuangan karena sentimen ekpektasi suku bunga turun masih kuat hingga akhir tahun. Atau opsi lainnya, Wawan merekomendasikan investor mencermati saham yang tidak terlalu sensitif suku bunga misalnya dari sektor konsumsi.

Baca Juga: Kembali kompak, hari ini IHSG dan rupiah sama-sama rawan

Wawan menyarankan investor bisa melirik saham PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan PT Unilever Tbk (UNVR) karena kinerja fundamentalnya yang baik serta pergerakan sahamnya yang menarik.

Wawan menyarankan saham UNVR beli di target harga Rp 49.000 sampai dengan akhir tahun dan ICBP target harga ke Rp 11.500.

Sedangkan Sukarno lebih memilih saham properti. Salah satunya PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS) sebagai salah satu yang dia unggulkan. Menurut Sukarno walaupun sektor properti sedang lesu, emiten Grup Sinarmas ini memperoleh kinerja fundamental yang cemerlang di semester I 2019 ini.

Baca Juga: Prediksi Kurs Rupiah: Belum Ada Sentimen Positif dari Dalam Negeri

Asal tahu saja melansir laporan keuangannya di semester I 2019, DMAS mencatatkan pertumbuhan pendapatan usaha sebesar 302% year on year dari sebelumnya Rp 245,76 pada semester I 2018 menjadi Rp 985,18 miliar. Adapun perolehan marketing salesnya yang pada paruh pertama tahun ini sudah nyaris mencapai targetnya.

Perolehan ini diikuti laba periode berjalan yang dapat datribusikan ke pemilik entitias induk yang naik signifikan hingga 567% yoy menjadi Rp 625,75 miliar. Adapun jumlah aset yang dimiliki DMAS turut naik walau tidak signifikan menjadi Rp 7,64 triliun dari sebelumnya Rp 7,50 triliun.

Baca Juga: Ini Alasan Saham ANTM Tetap Menarik Meski Harga Nikel Jatuh

Menurut Sukarno, saham DMAS sudah berada di harga wajarnya. Price Earning Rasio (PER) nya juga masih di 11,69 kali di bawah dari rata-rata industri. Melihat valuasi sahamnya, Sukarno bilang DMAS masih ada potensi jika harga kembali breakout 328 masih mampu ke 380.

Sukarno bilang target price DMAS melalui rasio Fibonacci sebesar 150%-161.8% akan berada di Rp 385- Rp 406 dalam jangka waktu dekat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×