Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Penjualan properti kuartal I 2015 tidak memenuhi target. Meski hasil pra penjualan atau marketing sales yang telah dirilis menunjukkan beberapa emiten masih mengalami peningkatan, namun realisasi marketing sales tersebut masih sangat minim.
Marketing sales enam emiten properti sepanjang kuartal I 2015 memang masih mencatatkan pertumbuhan rata-rata sebesar 61% jika dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, rata-rata realisasi target marketing sales baru sekitar 19,8% atau masih di bawah angka wajar sebesar 25%.
Kendati masih tumbuh, hanya terdapat dua emiten yang mencapai target marketing sales yakni PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) dengan realisasi 35% dan PT Modernland Realty Tbk (MDLN) dengan realisasi 27%. Keduanya, juga mencatat pertumbuhan terbesar secara year on year (yoy) di mana MDLN tumbuh 206% dan PWON tumbuh 105%.
Thendra Chrisnanda, analis BNI Securitas mengatakan, secara garis besar penjualan sektor properti mengalami masih mengalami tantangan sepanjang kuartal I 2015. Namun, secara rata-rata marketing sales masih tercatat tumbuh lantaran ada beberapa emiten yang melakukan aksi korporasi dan sebagian hanya tampak pada pengakuan administrasi saja. “Kalau penjualan langsung ke konsumen masih melambat,” kata Thendra pada KONTAN, Senin (13/4).
MDLN misalnya, kata Thendra, tumbuh bukan karena penjualan langsung proyek propertinya tetapi karena disokong oleh aksi korporasi melalui penjualan lahan ke investor strategis. Sedangkan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) tumbuh hanya pada pencatatan administrasi saja karena adanya carry over marketing sales tahun sebelumnya.
Menurutnya, hanya PWON yang benar-benar mencatatkan pertumbuhan karena memang proyek rumah tapak yang dikembangkan perseroan di Surabaya masih memiliki prospek cerah. “Permintaan properti untuk landed house di Surabaya masih cukup tinggi,” kata Thendra.
Oleh karenanya, Thendra bilang penjualan properti kuartal pertama ini masih mengalami perlambatan. Penyebabnya, ekspektasi pengusaha terhadap pemerintah tidak terealisasi terutama terkait pembebasan lahan.
Harusnya aturan pembebasan lahan sudah bisa ditetapkan dengan maksimal namun realisasinya masih jauh dari harapan dan ada kontroversi perihal kebijakan pemerintahan sebelumnya dengan pemerintah saat ini.
Contohnya, kata Thendra, terkait dengan perizinan reklamasi di pantai utara Jakarta yang sudah dikantongi DILD dan APLN pada pemerintahan sebelumnya. Seharusnya proyek tersebut sudah bisa berjalan namun dimentahkan oleh kementerian Kelautan dan Lingkungan Hidup di era pemerintahan baru ini.
Selain itu, kebijakan penerimaan pajak dari properti juga menjadi penyebab perlambatan. Rencana pemerintah menerapkan PPnBM pada rumah mulai harga Rp 2 miliar, residential di atas 400 m2 dan apartemen mulai seluas 150 m2 membuat investor properti menahan diri. “Sedangkan bagi pembeli untuk tujuan digunakan menunda keinginan pembelian karena data beli yang turun,” jelasnya.
Menurut Thendra, realisasi penjualan properti kuartal pertama tahun ini masih sejalan dengan ekspektasi analis. Pada kuartal selanjutnya, tantangan properti juga masih akan besar karena realisasi penerimaan pajak masih rendah sehingga kemungkinan besar aturan tentang PPnBM akan segera diputuskan.
Meski nantinya para pengembang akan melakukan berbagai akal untuk menghindari aturan tersebut misalnya menurunkan luas bangunan apartemen menjadi 149 m2 atau rumah menjadi 399 m2, namun dampaknya akan besar terhadap banyak emiten.
Senada, Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri menilai penjualan properti kuartal I masih melambat walaupun sedikit mengalami perbaikan dari tahun lalu. Meski BI rate turun, penjualan properti tidak bisa tumbuh baik karena turunnya hanya tipis dan di sisi lain daya beli masyarakat turun dan ada ketidakpastian terkait penerapan PPnBM untuk properti.
Kuartal berikutnya, Hans memperkirakan BI rate berpeluang turun 25 basis poin lagi. Namun, penjualan properti masih akan memiliki banyak tantangan yakni daya beli masyarakat, kepastian pajak PPnBM serta aturan BI tentang LTV dan kredit Inden.
Terlepas dari semua tantangan tersebut, Thendra tetap melihat sektor properti masih akan lebih baik tahun ini dibanding tahun 2014. Dia memperkirakan properti masih bisa tumbuh 15% naik dari sebelumnya yang hanya tumbuh 10%. “ Namun harus terpenuhi indikator suku bunga dan pemberian kredit yang mudah,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News