Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Transformasi Bursa Efek Indonesia (BEI) masuk babak baru. Pemerintah kini tengah menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai demutualisasi bursa efek sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Kebijakan ini akan mengatur perubahan struktur kelembagaan Bursa Efek Indonesia (BEI), dari bursa yang dimiliki sepenuhnya oleh anggota bursa (mutual structure), menjadi perseroan yang kepemilikannya dapat dimiliki oleh pihak yang lebih luas.
Artinya, BEI bisa menjadi perusahaan publik lewat aksi penawaran umum perdana alias initial public offering (IPO). Demutualisasi pun akan mengalihkan perusahaan yang sebelumnya berorientasi nirlaba menjadi berorientasi mencari keuntungan (profit oriented).
Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan Kementerian Keuangan, Masyita Crystallin menjelaskan, demutualisasi merupakan langkah strategis yang akan memisahkan keanggotaan dan kepemilikan BEI.
Baca Juga: IHSG Berpeluang Lanjut Menguat pada Selasa (25/11), Ini Kata Analis
“Ini adalah langkah strategis untuk mengurangi potensi benturan kepentingan, memperkuat tata kelola, meningkatkan profesionalisme, sekaligus mendorong daya saing global pasar modal Indonesia,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Minggu (23/11).
Menurut Masyita, demutualisasi bukan hal baru dalam perkembangan pasar modal dunia. Hingga kini, BEI termasuk sedikit bursa utama yang masih berstruktur mutual, sementara bursa di Singapura, Malaysia, hingga India telah lebih dulu bertransportasi.
Transformasi tersebut memungkinkan tata kelola yang lebih profesional dan fleksibel dalam merespons dinamika sistem keuangan global.
Struktur demutualisasi dinilai mampu mendorong inovasi berbagai produk dan layanan, mulai dari instrumen derivatif, Exchange-Traded Fund (ETF), hingga instrumen pembiayaan infrastruktur dan transisi energi. Pada akhirnya, diharapkan hal ini meningkatkan kedalaman dan likuiditas pasar.
“Melalui demutualisasi, kami ingin memastikan tata kelola BEI selaras dengan praktik terbaik internasional, sambil tetap menjaga kepentingan publik dan integritas pasar,” jelas Masyita
Terkait hal itu, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna mengatakan, RPP Demutualisasi Bursa Efek masih dalam proses penyusunan kajian.
Baca Juga: IHSG Berpeluang Lanjut Menguat pada Selasa (25/11), Ini Kata Analis
Penyusunan kajian tersebut termasuk hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat demutualisasi berlaku efektif.
“BEI sedang melakukan diskusi dan komparasi beberapa model bentuk demutualisasi yang diterapkan di beberapa Bursa global yang optimal bagi pasar modal Indonesia,” katanya kepada Wartawan, Senin (24/11/2025).
Nasib BEI ke depan
Wawan Hendrayana, Vice President Infovesta Utama mengatakan, demutualisasi bursa adalah hal yang sudah lumrah di beberapa Bursa global. Misalnya, Bursa Inggris dan Bursa Jerman adalah perusahaan publik.
Dengan demutualisasi, secara bisnis BEI diharapkan bisa lebih cepat dalam mengimbangi perkembangan investor, karena akan menjadi perusahaan yang profit oriented.
“Secara prinsip, demutualiasi akan mengurangi konflik kepentingan dan memperbaiki tata kelola,” katanya kepada Kontan, Senin (24/11).
BEI juga masih menghadapi tantangan dalam melakukan transformasi ini, seperti soal minimnya transparansi dan rendahnya free float.
Namun, Wawan bilang, RPP ini merupakan amanat UU, sehingga harus segera dilaksanakan. Artinya, regulasi dan perangkat peraturanya harus disiapkan. Pengendali IDX nantinya juga diharapkan profesional dan bebas dari tekanan.
Baca Juga: Bumi Resources Minerals (BRMS) Raih Pinjaman US$ 625 Juta, Ini Rencana Penggunaannya
“Rancangan RPP Demutualisasi harus memerhatikan dukungan terhadap inovasi teknologi dan produk, serta menjaga tata kelola, mengingat bursa efek merupakan representasi dari suatu negara,” ungkapnya.
Pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat mengatakan, pemegang saham pengendali BEI nantinya harus ditetapkan terlebih dahulu agar nasib Bursa lebih jelas.
Jika BEI mau IPO pun ada satu hal yang mengganjal, yaitu soal free float dan hak voting. Teguh mencontohkan Nasdaq yang sudah melakukan demutualisasi, kini sahamnya mayoritas dipegang publik. Namun, sistem di Bursa Amerika Serikat (AS) memungkinkan adanya hak voting, yang mana pemilik perusahaan tak memiliki porsi saham mayoritas di dalam perusahaannya tetapi punya hak voting yang lebih besar dibandingkan pemegang saham lainnya.
Sayangnya, di Indonesia sistem tersebut belum diterapkan. Sehingga, jika sang pemilik mau tetap punya suara besar di perusahannya, dia harus tetap menjadi pemegang saham mayoritas. Kondisi ini membuat independensi BEI lewat demutualisasi jadi sia-sia lantaran tetap dipegang oleh salah satu pihak saja.
“Misalnya ternyata kemudian hanya ada salah satu anggota bursa (AB) yang memegang (sebagai PSP), independensinya tetap tidak ada. Tetap bisa bias ke satu AB itu. Malah lebih baik kondisi saat ini (sebelum demutualisasi),” katanya kepada Kontan, Senin (24/11/2025).
Perdebatan terkait pemegang saham pengendali itu yang dilihat sebagai alasan mengapa wacana demutualisasi ini belum terlaksana sejak belasan tahun lalu.
Baca Juga: Kinerja Emiten Farmasi Terbelah, Analis Soroti Efisiensi dan Beban Utang
Dengan situasi itu, maka ada opsi mudah untuk menjadikan pemegang saham pengendali BEI adalah pemerintah supaya tak ada kekhawatiran Bursa dikendalikan konglomerasi swasta tertentu. “Ini masuk akal jika penerapan sistem hak voting itu susah,” ujarnya.
Namun, jika memang wacana demutualisasi tidak realistis untuk diterapkan BEI, sebaiknya tak usah dipaksakan. Sebab, jika demutualisasi nyatanya tak memberikan independensi ke BEI, pihak yang dirugikan tetaplah investor ritel.
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy menambahkan, dalam RPP demutualisasi, penguatan ekosistem dianggap penting agar likuiditas pasar makin dalam, dan mengurangi potensi benturan kepentingan.
Manfaat lainnya adalah meningkatkan akuntabilitas dan tata kelola (profesionalisme), karena kepemilikan lebih luas. “PSP mungkin bisa (AB) atau pemegang saham mayoritas seperti selama ini,” ujarnya kepada Kontan, Senin (24/11/2025).
Selanjutnya: Peraturan Turunan Ormas Kelola Tambang Terbit, Belum Ada Kejelasan untuk Muhammadiyah
Menarik Dibaca: 28 Camilan Sehat dan Enak untuk Diet Turun Berat Badan, Cek yuk!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













