Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Noverius Laoli
Guna menjaga rasio kredit bermasalah tak terkerek terlampau tinggi, perbankan juga perlu menyisihkan modal untuk tambahan pencadangan. Nah ini yang menjadi tekanan bagi bank BUKU 1 dan BUKU 2.
“Kalau untuk bank kecil isunya lebih ke permodalan mereka. Intinya untuk melihat efek dari penundaan bisa dilihat dari komposisi penyaluran kredit,” ujarnya pada Kontan, Jumat (5/4).
Selain itu, lanjutnya, perbankan BUKU 1 dan BUKU 2 juga dihadapkan dengan implementasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 yang diterapkan sejak awal tahun ini. PSAK 71 menganut mekanisme expected loss mewajibkan bank mulai membentuk pencadangan terhadap penyaluran dana yang berpotensi macet.
Baca Juga: Laba Bank Rakyat Indonesia (BBRI) tumbuh melambat Februari 2020
Walaupun menghadapi berbagai tantangan, Suria menilai saham perbankan menarik untuk dicermati. Ia menjagokan saham BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI lantaran dari segi valuasi sudah terbilang murah.
Bagi pelaku pasar yang ingin mengoleksi saham tersebut, ia menyarankan untuk mulai melakukan aksi beli secara bertahap lantaran masih ada potensi penurunan.
Sampai penutupan perdagangan Jumat (3/4), Saham BBCA melemah hingga 17,80% year to date (ytd) ke level 27.475, kemudian saham BBRI menyusut sebesar 34,32% ytd ke level 2890, saham BMRI terkoreksi hingga 34,53% ytd ke posisi 5025, dan saham BBNI turun 48,92% dari awal tahun ke posisi 4010.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News