kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.564.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 16.305   -35,00   -0,22%
  • IDX 7.080   122,90   1,77%
  • KOMPAS100 1.053   23,69   2,30%
  • LQ45 827   25,88   3,23%
  • ISSI 213   1,79   0,85%
  • IDX30 425   13,62   3,31%
  • IDXHIDIV20 508   17,23   3,51%
  • IDX80 120   2,84   2,41%
  • IDXV30 124   2,46   2,02%
  • IDXQ30 140   4,41   3,25%

Melihat Kinerja Saham dalam IPO Tiga Tahun Terakhir, Mana yang Bersinar?


Senin, 16 Desember 2024 / 20:36 WIB
Melihat Kinerja Saham dalam IPO Tiga Tahun Terakhir, Mana yang Bersinar?
ILUSTRASI. Pasar modal Indonesia telah menyambut ratusan emiten baru melalui penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN


Reporter: Rashif Usman | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam tiga tahun terakhir, pasar modal Indonesia telah menyambut ratusan emiten baru melalui penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO). 

Fenomena ini mencerminkan antusiasme perusahaan untuk memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pendanaan sekaligus menandai semakin besarnya minat investor terhadap saham-saham baru. 

Community Lead PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Angga Septianus mengatakan saham-saham IPO yang berhasil mencatatkan pertumbuhan konsisten pada kinerja harga sahamnya umumnya berasal dari emiten yang memiliki potensi sinergi bisnis dengan perusahaan induknya.

Baca Juga: Grup Titan Siap Bawa Titan Infra Sejahtera IPO pada Tahun 2025

"Contoh kecilnya seperti PT Petrindo Jaya Kreasi (CUAN), PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), dan PT Global Digital Niaga Tbk (BELI). Secara kinerja, harga saham mereka masih berada di atas harga IPO," ujar Angga kepada Kontan pada Senin (16/12).

Sebagai informasi, CUAN menetapkan harga IPO sebesar Rp 220 per saham. Saat ini, harga sahamnya telah melonjak hingga 4.138%, mencapai level Rp 9.325 per saham.

Sementara itu, BREN memulai debutnya dengan harga IPO Rp 780 per saham dan kini telah meningkat 980%, mencapai Rp 8.425 per saham. Kemudian, saham BELI mencatatkan kenaikan 4% sejak harga penawaran awal saat IPO.

Angga menambahkan, kinerja emiten akan lebih optimal jika menjadi bagian dari ekosistem bisnis konglomerasi, karena dapat membuka peluang bisnis yang lebih luas di masa depan.

Di samping itu, Angga juga mengingatkan pelaku pasar untuk mencermati struktur perusahaan emiten yang akan melantai di bursa, serta memastikan bahwa penggunaan dana IPO dialokasikan untuk aktivitas produktif, bukan sekadar membayar utang atau menjual aset kepada perusahaan afiliasi.

Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas mengungkapkan dari daftar emiten yang tersedia, secara historis dalam dua tahun terakhir, atau berdasarkan kinerja tahun 2023 dan year-to-date (YTD), terdapat beberapa emiten yang berhasil mencatatkan pertumbuhan, antara lain PDPP, BIKE, ELPI, ARKO, dan GULA. 

Baca Juga: Ramai Pilihan IPO di Akhir Tahun

"Secara sekilas, mayoritas sahamnya sejalan dengan pertumbuhan kinerja, tapi tidak semuanya," ucap Sukarno kepada Kontan, Senin (16/12).

Pada awal penawaran, harga awal saham PDPP ada di Rp 200 per saham dan melonjak 155% hingga mencapai Rp 510 per saham pada Senin (16/12). 
Saham BIKE juga mencatatkan kenaikan signifikan, debut di harga IPO Rp 170 per saham dan meroket 205% ke level Rp 520.

Sementara itu, saham ELPI, ARKO, dan GULA masing-masing mencatatkan kenaikan sebesar 87%, 220%, dan 39,2% sejak pertama kali diperdagangkan di harga IPO mereka.

Sebaliknya, emiten yang mencatatkan return negatif umumnya disebabkan oleh penurunan kinerja atau kondisi valuasi yang terlalu tinggi akibat kinerja yang memburuk. 

Beberapa emiten juga hanya memanfaatkan IPO untuk mengumpulkan dana tanpa upaya menjaga harga saham agar tetap sesuai dengan fundamental perusahaan.

Oleh karenanya, Sukarno menekankan pentingnya bagi pelaku pasar, khususnya investor, untuk memeriksa fundamental perusahaan secara cermat. 

Hal ini mencakup kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba, kinerja keseluruhan, valuasi, serta rasio-rasio keuangan penting lainnya.

Sukarno merekomendasikan buy saham AADI dengan target harga sebesar Rp 11.500.

Pendiri Stocknow.id, Hendra Wardana menerangkan fenomena saham IPO dalam tiga tahun terakhir menunjukkan pola yang cukup mencolok, di mana hanya sedikit emiten yang mampu mencatatkan pertumbuhan konsisten dan memberikan return positif dari harga IPO. 

Emiten-emiten yang berhasil tumbuh umumnya berasal dari sektor-sektor dengan potensi besar seperti energi terbarukan dan kesehatan, yang memiliki permintaan pasar tinggi dan mampu bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi. 

Kinerja positif mereka didukung oleh fundamental bisnis yang kuat, inovasi yang berkelanjutan, manajemen yang solid, serta kemampuan adaptif dalam merespons kebutuhan pasar dan perubahan lingkungan ekonomi. 

"Prospek emiten-emiten ini ke depan tetap menjanjikan selama mereka mampu menjaga pertumbuhan laba, memperluas pangsa pasar, dan tetap kompetitif di tengah tantangan global yang semakin kompleks," ujar Hendra kepada Kontan, Senin (16/12).

Namun, di sisi lain, mayoritas saham IPO justru memberikan return negatif karena berbagai faktor mendasar. 

Salah satu penyebab utama adalah valuasi IPO yang sering kali terlalu tinggi dan tidak mencerminkan kondisi fundamental perusahaan yang sebenarnya.

Hal ini mendorong koreksi harga ketika ekspektasi pasar tidak sesuai dengan realitas kinerja perusahaan pasca IPO.

Selain itu, ketidakseimbangan antara supply dan demand di pasar sekunder menjadi tantangan signifikan, terutama ketika investor institusional cenderung melakukan aksi jual setelah periode lock-up berakhir. 

Faktor eksternal seperti ketidakpastian ekonomi global, tingginya inflasi, serta kebijakan moneter berupa kenaikan suku bunga juga turut menekan sentimen terhadap saham IPO. 

"Kondisi ini diperburuk oleh minimnya transparansi dari beberapa emiten, sehingga investor, khususnya ritel, kerap kali kurang memiliki informasi yang memadai untuk menilai prospek perusahaan secara objektif," jelas Hendra.

Dalam menghadapi fenomena ini, peran Bursa Efek Indonesia (BEI) dan regulator seperti OJK menjadi sangat penting untuk meningkatkan kualitas emiten yang melantai di bursa. 

BEI harus lebih selektif dalam menyaring perusahaan yang ingin IPO, dengan memastikan mereka memiliki rekam jejak keuangan yang stabil, model bisnis yang jelas, serta valuasi yang wajar dan transparan. 

Dengan demikian, investor dapat memiliki kepercayaan lebih besar terhadap saham-saham IPO, sekaligus meminimalkan risiko investasi. 

Di sisi lain, emiten perlu lebih bertanggung jawab dalam menentukan valuasi IPO, dengan mempertimbangkan ekspektasi pasar yang realistis serta menunjukkan kesiapan bisnis yang solid untuk jangka panjang. 

Bagi investor, kondisi ini memberikan pengingat pentingnya melakukan analisis mendalam sebelum berinvestasi di saham IPO. Investor perlu memahami sektor usaha emiten, mempelajari laporan keuangan, serta mempertimbangkan prospek bisnis yang ditawarkan.

"Hindari saham IPO dengan valuasi yang terlalu tinggi atau berasal dari sektor dengan risiko besar tanpa fundamental yang jelas," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×