kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.884.000   -21.000   -1,10%
  • USD/IDR 16.620   -10,00   -0,06%
  • IDX 6.833   5,05   0,07%
  • KOMPAS100 987   -1,19   -0,12%
  • LQ45 765   1,61   0,21%
  • ISSI 218   -0,33   -0,15%
  • IDX30 397   1,17   0,30%
  • IDXHIDIV20 467   0,48   0,10%
  • IDX80 112   0,13   0,12%
  • IDXV30 114   0,08   0,07%
  • IDXQ30 129   0,38   0,29%

Mau Masuk Saham Sektor Teknologi? Perhatikan Hal Ini Dulu


Senin, 02 Januari 2023 / 05:30 WIB
Mau Masuk Saham Sektor Teknologi? Perhatikan Hal Ini Dulu


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. IDX Sector Technology tertekan di tahun lalu. Indeks saham teknologi ini merosot 42,61% di 2022.

Analis Henan Putihrai Jono Syafei mengatakan, di tengah tantangan global investor sebaiknya tidak terlalu agresif pada saham sektor teknologi. Sebabnya, sentimen suku bunga masih menekan prospek saham-saham pada sektor tersebut.

Ia menyarankan sebaiknya pelaku pasar lebih memperhatikan fundamental perusahaan untuk mendapatkan gambaran prospek emiten yang paling cepat mencapai profitabilitas.

"Emiten sektor teknologi yang kinerjanya terus meningkat berdasarkan metriks-metriks seperti nilai transaksi e-commerce, market share, revenue, EBITDA margin, juga potensi ekspansi baik organik maupun anorganik akan menjadi katalis positif," ujar Jono kepada Kontan.co.id, Jumat (30/12).

Baca Juga: Saham Sektor Teknologi Masih Akan Tertekan di 2023, Begini Rekomendasi Analis

Diantara sama sektor teknologi, Henan Putihrai melihat saham BELI bisa diperhatikan. Henan melihat, BELI lebih berpotensi menuju profitabilitas dan fundamental yang baik dengan integrasi ekosistem yang dimiliki baik dari e-commerce, tiket.com, RANC, juga track record Grup Djarum yang baik.

Di sisi lain, analis Samuel Sekuritas Farras Farhan menyatakan untuk mulai melihat valuasi emiten teknologi tidak melulu berdasarkan EV/Sales dan EV/GMV. Alasannya, komparasi regional tidak selalu apple-to-apple dan penjualan tidak merefleksikan nilai pemegang saham.

Dijelaskannya, saat melakukan valuasi perusahaan teknologi konsensus umumnya menggunakan kompetitor regional atau global sebagai perbandingan terdekat. Namun, perbandingan ini kadang-kadang tidak seimbang karena ukuran dan pasar perusahaan-perusahaan tersebut terlalu berbeda.

Contoh, banyak yang membandingkan GOTO dengan SEA Ltd (SEA US). Padahal, kenyataannya SEA adalah perusahaan yang jauh lebih besar daripada GOTO dengan GMV sebesar US$ 84,3 miliar dan pendapatan US$ 3,2 miliar dengan take rate 3,8%. Sedangkan GMV GOTO hanya sebesar US$ 56 miliar dengan pendapatan US$ 589 juta dengan take rate 1,1%.

"Di samping itu, SEA beroperasi di pasar yang lebih besar (Asia Tenggara), sedangkan GOTO hanya berfokus pada pasar Indonesia," kata Farras.

Lalu, EV/Sales atau EV/GMV tidak mampu merefleksikan sepenuhnya nilai pemegang saham karena pada akhirnya pemegang saham menginginkan keuntungan. Hal ini diperburuk oleh korelasi negatif antara pendapatan dan laba bersih perusahaan teknologi.

Menurut Farras, berdasarkan analisis sensitivitasnya menunjukkan bahwa untuk setiap peningkatan pendapatan sebesar 5%, rugi bersih GOTO akan bertambah sebesar Rp 1,2 miliar, dan rugi bersih BUKA akan bertambah sebesar Rp 1,1 miliar. Dengan kata lain, semakin perusahaan teknologi bertumbuh, semakin besar nilai pemegang saham yang akan hilang.

"Oleh karena itu, menurut kami EV/Sales multiple bukanlah metrik yang baik untuk memvaluasi perusahaan teknologi karena tidak dapat merefleksikan keseluruhan nilai perusahaan," ujarnya.

Farras menyarankan, investor menghitung valuasi saham di sektor ini menggunakan model DCF. Pihaknya mencoba memvaluasi tiga perusahaan teknologi di bawah lingkupnya, NFCX, GOTO, dan BUKA menggunakan DCF 10 tahun dan WACC yang relatif sama (NFCX: 9,8%, GOTO: 17,8%, BUKA: 16,8%).

Namun, model DCF hanya dapat digunakan setelah GOTO dan BUKA mencapai profitabilitas dan dapat mengandalkan arus kas internal untuk mendanai pertumbuhan mereka. Samuel Sekuritas mempertahankan pandangan konservatifnya terhadap ketiga perusahaan tersebut, meskipun mungkin analisisnya sedikit bias terhadap proyeksi.

"Analisis kami sangat bergantung pada asumsi bahwa NFCX dapat menjual sekitar 500.000 unit Volta 2W EV pada tahun 2032, dan GOTO serta BUKA masing-masing akan mencapai profitabilitas pada tahun 2028 dan 2025. Hasil analisis kami menunjukkan bahwa NFCX memiliki nilai wajar sebesar Rp 26.000 per saham, GOTO memiliki nilai wajar Rp 300, dan BUKA memiliki nilai wajar Rp 1.000," terang Farras.

Untuk prospeknya, Farras menilai, BUKA dan GOTO sudah berada di jalur yang tepat untuk mencapai profitabilitas. Keduanya berhasil menaikkan take rate di kuartal III 2022, BUKA 2,17% dan GOTO 2,84%.

Dalam pandangannya, GOTO mampu membukukan take rate yang lebih baik karena GOTO saat ini berfokus pada pengguna dengan GMV yang tinggi dan tidak lagi mengandalkan pengeluaran promosi yang besar. Hal ini akan membantu kedua perusahaan untuk mempersiapkan diri tahun depan, ketika pendanaan mungkin akan relatif terbatas dan perusahaan-perusahaan dituntut untuk mandiri.

Farras memproyeksikan BUKA untuk membukukan margin kontribusi yang positif pada kuartal I 2023. Sementara GOTO mungkin akan mencapainya di kuartal IV 2023, meskipun Gojek mungkin akan mencapainya pada awal kuartal I 2023.

Saat ini, Farras masih menggunakan metode konsensus (EV/Sales dan EV/GMV) untuk menentukan valuasi perusahaan teknologi. Namun, setelah perusahaan teknologi berhasil menemukan jalan terbaik untuk mencapai profitabilitas, ia yakin bahwa model DCF adalah yang terbaik untuk menentukan valuasi mereka.

"Kami mempertahankan rating netral untuk sektor ini dengan NFCX dan BUKA sebagai top picks kami. Kami memberikan rating buy untuk NFCX dan BUKA dengan target harga masing-masing Rp 18.000 dan Rp 400, dan hold untuk GOTO dengan target harga Rp 180," imbuhnya.

Baca Juga: Ramai Hajatan IPO di Awal 2023, Simak Rekomendasi dan Profil 10 Calon Emiten

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×