Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mayoritas mata uang utama cenderung tertekan usai the Fed masih menerapkan higher for longer untuk suku bunganya. Meski begitu, sejumlah mata uang ini dinilai masih cukup prospektif.
Berdasarkan data Trading Economics, hampir seluruh mata uang melemah terhadap dolar AS. Pada Kamis (13/6) pukul 18.06 WIB, pairing EURUSD turun 0,19 ke 1,07 dan sepekan melemah 0,83%. Lalu GBPUSD melemah 0,15% ke 1,27 dan sepekan melemah 0,12%.
Selanjutnya, AUDUSD melemah 0,25% dan sepekan turun 0,30% ke 0,66. Ada pula yen Jepang yang melemah 0,28% dan sepekan turun 0,96% ke 157. Adapun indeks dolar (DXY) berada di 104,89 atau menguat 0,19% dari hari sebelumnya dan sepekan menguat 0,70%.
Research & Development Trijaya Pratama Futures Alwi Assegaf mengatakan, perkasanya dolar AS karena the Fed dalam rapat FOMC pada Selasa dan Rabu kemarin belum memberikan kejelasan waktu pemangkasan suku bunga.
Baca Juga: Usai Rapat FOMC, IHSG Masih Rawan Koreksi Jelang Akhir Pekan
Padahal, awalnya pasar sedikit lega dengan data CPI AS yang terlihat menunjukkan perlambatan. "Namun ternyata the Fed tidak memberikan waktu yang pasti mengenai pemangkasan suku bunga," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (13/6).
Meski begitu, Alwi menilai mata uang Euro (EUR) dan Yen (JPY) masih prospektif untuk dicermati.
Dijelaskan, EUR memang ada tekanan dari gonjang-ganjing di Prancis usai partai Reli Nasional (RN) meraih keuntungan terbesar dalam pemilihan Parlemen Eropa dalam pemungutan suara pada hari Minggu (9/6).
Namun begitu, Alwi melihat mata uang zona Eropa itu didukung langkah yang lebih maju dibandingkan AS dalam pemangkasan suku bunga. Dengan asumsi the Fed memangkas suku bunganya, ia memprediksi EUR di akhir tahun akan berada di 1,10.
Baca Juga: Kurs Rupiah Jisdor Menguat ke Rp 16.286 Per Dolar AS, Kamis (13/6)
Sementara untuk JPY, pekan ini Bank of Japan (BoJ) akan menggelar rapat. Pasar berharap ada pernyataan mengenai pembelian aset. "Pasar berharap BoJ akan mengurangi pembelian aset mereka," sebutnya.
Alwi menyebut, BoJ merupakan bank sentral yang paling dovish. Sebab, bank sentral tersebut menerapkan kebijakan akomodatif dengan pembelian aset yang jor-joran, meskipun ada kenaikan suku bunga.
"Jika terdapat sinyal hawkish dari BoJ dan asumsi ada pemangkasan suku bunga the Fed, maka JPY bisa ke 152," tuturnya.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai Euro dan Poundsterling yang masih berpeluang performanya membaik menuju akhir 2024. Hal ini karena kondisi ekonominya yang cenderung sudah bottomed out, alias kondisi ekonominya sudah menunjukkan tanda-tanda pemulihan dari level terendah.
Selain itu, meski ruang pemotongan suku bunga lebih dulu terbuka pada kedua kawasan tersebut. "Meskipun memang, kemungkinan besar pemotongan dari the Fed tidak sebesar dari ekspektasi awal, sehingga mampu menjaga interest rate differential (yield spread) dengan AS," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News