Sumber: AFP | Editor: Yudho Winarto
TOKYO. Mata uang Asia menguat pada Kamis (13/8), pulih dari kemunduran dua hari terburuk dalam hampir 20 tahun setelah China meyakinkan pasar tidak akan terlibat dalam perang mata uang.
Mata uang negara-negara berkembang termasuk rupiah Indonesia, peso Filipina dan won Korea Selatan naik sedikit terhadap dollar setelah China pada Kamis kembali mendevaluasi yuan sebesar 1,1%. Di pasar spot, rupiah menguat ke Rp 13.768 per dollar AS atau 0,23% dari penutupan sebelumnya Rp 13.800 per dollar.
Pemangkasan, yang lebih kecil daripada dua hari sebelumnya, dan berita bahwa bank sentral melakukan intervensi untuk menstabilkan yuan pada Rabu (12/8) meyakinkan para investor bahwa Beijing tidak akan membiarkan mata uangnya merosot.
"Kemungkinan yang terburuk sudah berakhir. Intervensi PBoC (People's Bank of China/bank sentral China) telah menenangkan pasar. Tidak ada perasaan bahwa yuan onshore (di dalam negeri) akan melemah selamanya," kata Patrick Bennett, penyiasat di Canadian Imperial Bank of Commerce di Hong Kong, mengatakan kepada Bloomberg News.
Pada akhir perdagangan sore di Tokyo, dollar berpindah tangan pada 124,49 yen, naik dari 124,24 yen di New York pada Rabu sore, di mana dollar terpukul karena kekhawatiran langkah Beijing menggarisbawahi pelemahan di perekonomian China dan bisa menunda kenaikan suku bunga AS.
Devaluasi terbaru China muncul setelah dua kali penurunan sebelumnya, pada Selasa dan Rabu, memicu kekhawatiran bahwa ekonomi nomor dua dunia itu lebih lemah daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Langkah ini mengirim mata uang Asia-Pasifik jatuh, mendorong ringgit Malaysia ke posisi terendah 17-tahun, di tengah kekhawatiran devaluasi yuan bisa merugikan ekonomi regional lainnya dan memicu perlombaan menurunkan nilai mata uang oleh bank-bank sentral dalam upaya untuk menjaga ekspor mereka kompetitif.
Pada Rabu, Vietnam menggandakan batas perdagangan untuk mata uang dong, yang memungkinkan mata uang melemah untuk mencoba membuat ekspor lebih kompetitif karena penurunan di China.
Namun demikian, para analis memperingatkan bahwa mata uang Asia-Pasifik masih berisiko, setelah menderita dua hari aksi jual terburuk mereka sejak 1998.
"Pembicaraan China bergabung dengan perang mata uang bisa memulai putaran persaiangan valuasi di wilayah tersebut. Ini, ditambah dengan antisipasi pengetatan The Fed, dapat memicu arus keluar modal besar-besaran yang mengakibatkan konsekuensi bencana bagi Asia," kata Aidan Yao, ekonom pasar senior di AXA Investment Managers.
Pada perdagangan lainnya, euro berpindah tangan pada 1,1122 dollar dan 138,46 yen, melemah dari 1,1159 dollar dan 138,63 yen di New York.
Pedagang mengawasi data penjualan ritel AS akhir pekan ini, dengan hasil positif cenderung meningkatkan spekulasi bahwa Federal Reserve bisa menaikkan suku bunganya tahun ini. Kenaikan suku bunga nilai tambah bagi dollar.
Dollar melemah terhadap sebagian besar mata uang Asia-Pasifik, turun menjadi 1,3971 dollar Singapura dari 1,4135 dollar Singapura pada Rabu, menjadi 32,20 dollar Taiwan dari 32,50 dollar Taiwan, menjadi 13.766 rupiah Indonesia dari 13.825 rupiah, dan menjadi 35,18 baht Thailand dari 35,55 baht.
Unit AS juga melemah menjadi 46,18 peso Filipina dari 46,33 peso, dan menjadi 1,174.55 won Korea Selatan dari 1.189,75 won.
Dollar Australia menguat menjadi 73,59 sen AS dari 72,62 sen AS, sedangkan yuan China diambil 19,39 yen terhadap 19,47 yen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News