Reporter: Namira Daufina | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Setelah devaluasi yuan Selasa (11/8), harga aluminium langsung tersungkur ke level terendahnya sejak 2009 lalu di US$ 1.587 per metrik ton. Ini juga menyebabkan rentang penurunan sejak akhir tahun 2014 membengkak menjadi 14,47%.
Mengutip Bloomberg, Kamis (13/8) pukul 12.54 WIB harga aluminium kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange turun tipis 0,31% di level US$ 1.584 per metrik ton dibanding hari sebelumnya. Harga pun hanya tergelincir 0,50% sepanjang sepekan terakhir.
Hal ini menurut Ibrahim, Analis dan Direktur PT Komoditi Ekuilibrium Berjangka terjadi karena tekanan dari China cukup besar bagi aluminium. Data produksi industri China Juni 2015 kembali terpuruk. Semakin menegaskan permintaan aluminium untuk produksi di China kian terpuruk.
Penjualan aluminium turun 20% ke level 360 ribu metrik ton di bulan Juli 2015. Selain itu, ekspor aluminium China Juli 2015 pun tergerus 28% menjadi 2,87 juta ton. “Sebagai bahan baku utama industri terutama otomotif dan pesawat terbang harga aluminium menggambarkan perekonomian China saat ini yang lesu,” kata Ibrahim.
Permintaan China yang lesu membuat stok aluminium di LME terpantau cukup tinggi. Hingga Kamis (13/8) pukul 15.00 WIB stok meski turun 8.175 ton menjadi 3,36 juta ton atau masih naik 98% sejak awal tahun 2015.
Dengan gejolak ekonomi China ini Ibrahim menilai sulit berharap permintaan aluminium akan kembali terangkat dalam waktu dekat. Tekanan dari tingginya index USD pun akan semakin menenggelamkan harga aluminium.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News