Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham emiten batubara kompak melemah pada perdagangan Rabu (6/7) ini, tak terkecuali bagi PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Saham emiten pertambangan batubara Grup Bakrie ini merosot 1,43% ke harga Rp 69.
Pergerakan saham BUMI cukup menguat dalam beberapa waktu terakhir. Secara year to date, ada penguatan 2,99%. Dalam sebulan terakhir, saham BUMI naik 18,97%. Sedangkan dalam sepekan, ada peningkatan 4,55%.
Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo melihat setidaknya ada dua faktor pendorong kenaikan harga BUMI. Pertama, terpapar katalis positif dari pasar dan harga batubara yang masih di level tinggi.
Kedua, pasar merespons aksi korporasi yang rajin dilakukan BUMI. Adapun, baru-baru ini BUMI mengumumkan akan menggelar penambahan modal tanpa memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) alias private placement.
Baca Juga: Sektor Properti Dihantui Kenaikan Suku Bunga, Intip Rekomendasi Sahamnya
"Saya pikir keduanya mempengaruhi kenaikan harga saham BUMI. Di sisi lain, indikator MACD (Moving Average Convergence Divergence) juga mengindikasikan ada peluang kenaikan harga dan potensi kekuatan pembeli yang cukup besar," kata William saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (6/7).
Namun William memberikan catatan bahwa saat ini pergerakan saham BUMI masih di fase konsolidasi. Harga baru akan terkonfirmasi saat berada di uptrend-nya, bila berhasil closing di atas level Rp 75 selama beberapa hari.
Di tengah kondisi pasar saat ini, William menyarankan pelaku pasar untuk buy on breakout mencermati area resistance pada Rp 75 dengan level support berada di Rp 61. Kemudian, level resistance selanjutnya ada di posisi Rp 90.
Asal tahu saja, fenomena La Nina dan curah hujan yang tinggi membayangi produksi batubara BUMI. Direktur dan Sekretaris Perusahaan BUMI Dileep Srivastava menyampaikan bahwa pihaknya belum merilis hasil kinerja operasional pada semester pertama 2022.
Namun sebagai estimasi, volume penambangan dan penjualan batubara BUMI selama enam bulan mencapai sekitar 35 juta - 36 juta ton. BUMI pun menargetkan produksi batubara di angka 79 juta - 83 juta ton sepanjang tahun ini.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham XL Axiata (EXCL) yang Berencana Gelar Rights Issue
Target itu sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun 2021 dengan volume sekitar 78 juta ton. Namun target BUMI saat ini di bawah ekspektasi sebelumnya yang mengejar produksi 81 juta - 86 juta ton sampai tutup tahun 2022.
Dileep mengatakan, pihaknya mempertimbangkan faktor cuaca yang diperkirakan 50%-60% potensi hujan lebat bisa berlanjut pada semester kedua hingga tahun depan. Dia menegaskan, BUMI akan mengejar target sembari memenuhi kewajiban pasokan dalam negeri alias Domestic Market Obligation (DMO).
"Jika hujan La Nina mereda, kami berharap dapat mencapai panduan tahun 2022 seperti yang diuraikan. Kami berada di jalur dalam memenuhi DMO," kata Dileep kepada Kontan.co.id, Rabu (6/7).
Dari sisi penjualan, Dileep melihat permintaan batubara masih kuat di semester kedua. Efek perang Rusia-Ukraina masih menjadi faktor pendorong seiring sanksi pasokan bahan bakar fosil yang berasal dari Rusia.
Oleh sebab itu, pasar Uni Eropa bisa menjadi pertimbangan pada pada semester kedua ini. Meski, ada sejumlah tantangan yang perlu lebih dulu dihadapi.
Pertama, faktor cuaca yang bisa menghambat operasional produksi. Kedua, spesifikasi batubara yang dihasilkan dan campurannya di pasar tertentu. Ketiga, prioritas untuk memenuhi DMO.
Tantangan keempat, terbatasnya dukungan pendanaan dari bank atau lembaga keuangan dan investasi. "Ini bisa merugikan untuk menyelesaikan krisis energi serta untuk mengelola keamanan energi dan transisi yang teratur," sebut Dileep.
Di tengah posisi harga batubara yang masih pada level tinggi, BUMI pun mempercepat pembayaran utang. BUMI membayar Tranche A secara penuh pada kuartal 4 2022 dan memulai pembayaran yang signifikan dari Tranche B, selain mengubah Mandatory Convertible Bonds (MCBs) menjadi ekuitas.
"Sehingga mengurangi secara signifikan biaya bunga untuk bisa menambah keuntungan dengan struktur modal yang lebih seimbang," pungkas Dileep.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News