Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak rebound karena pelonggaran kebijakan lockdown yang dilakukan sejumlah negara dengan harapan pemulihan ekonomi yang cepat khususnya dalam permintaan bahan bakar. Namun kenaikan harga emas hitam ini dibatasi oleh momok kelebihan pasokan yang terus-menerus di pasar.
Selasa (9/6), pukul 11.30 WIB, harga minyak mentah berjangka Brent kontrak pengiriman Agustus 2020 di ICE Futures naik 0,3%, atau 14 sen, menjadi $ 40,94 per barel. Kontrak benchmark telah turun US$ 1,50 pada sesi sebelumnya. Ini menghentikan kenaikan beruntun selama tujuh hari.
Harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Juli 2020 di Nymex juga naik 0,7%, atau 26 sen menjadi US$ 38,45 per barel. Pada sesi sebelumnya, jenis ini turun US$ 1,36 per barel.
Baca Juga: Harga minyak menguat lebih dari 1% berkat optimisme pemulihan ekonomi global
"Dengan Brent yang tetap berada di atas US$ 40, ada pembicaraan di antara para pedagang bahwa WTI akan menguji tingkat itu segera," kata Michael McCarthy, Chief Market Strategist di CMC Markets.
Goldman Sachs juga telah menaikkan perkiraan harga minyak 2020, dengan Brent sekarang terlihat di US$ 40,40 per barel dan WTI di US$ 36 per barel.
Angin segar bagi harga minyak datang setelah New York, kota di AS yang paling parah terkena wabah virus corona sudah mulai dibuka setelah sekitar tiga bulan, yang berpotensi memacu permintaan bahan bakar.
Survei yang dilakukan Reuters memperkirakan persediaan minyak mentah dan bensin AS masing-masing turun 1,5 juta barel dan sekitar 100.000 barel pada pekan yang berakhir 5 Juni. Asal tahu saja, American Petroleum Institute baru akan mengumumkan data ini pada hari Selasa waktu setempat.
"Permintaan mulai pulih secara bertahap tetapi terus-menerus," kata Lachlan Shaw, Head of Commodity Research di National Australia Bank. "Namun masih ada kelebihan pasokan yang besar, sehingga OPEC dan teman-teman perlu mengendalikan barel yang masuk ke pasar."
OPEC, Rusia dan produsen lainnya, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, pada hari Sabtu menyetujui perpanjangan satu bulan hingga Juli dari rekor penurunan produksi 9,7 juta barel per hari.
Baca Juga: Harga emas spot hari ini menguat 0,4% setelah dolar AS kembali ke level terendah
Namun, Arab Saudi mengatakan, bahwa pihaknya dan sekutu utamanya, Kuwait dan Uni Emirat Arab, tidak akan memperpanjang tambahan pemotongan produksi 1,18 juta bph pada bulan Juli.
Asal tahu saja, pada bulan Mei dan Juni, ketiga negara OPEC tersebut sepakat menambah pemangkasan produksi secara sukarela, di luar kewajiban pemotongan wajib yang ada di OPEC+.
Padahal, di saat yang sama dengan rencana ketiga negara tersebut, Libya, yang telah keluar dari pasar sejak Januari, telah kembali berproduksi setelah ladang minyak Sharara kembali dibuka.
"Tampaknya harga dalam produksi Libya yang konsisten mungkin prematur," kata Edward Moya dari OANDA. "Pasar minyak dapat dengan mudah kembali ke wilayah yang kelebihan pasokan, sehingga setiap ancaman terhadap produksi akan membantu menstabilkan harga," pungkas Moya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News