Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Libur perdagangan China yang merupakan negara pengguna batubara terbesar di dunia membuat harga batubara terkoreksi. Diperkirakan pelemahan harga batubara akan berlanjut hingga akhir pekan ini.
Pada penutupan perdagangan Jumat (27/1), harga batubara kontrak pengiriman Februari di ICE Futures Europe melemah 1,12% menjadi US$ 83,50 per ton. Sepekan kemarin, harga batubara terkoreksi sekitar 0,12%.
Ibrahim, Direktur Garuda Berjangka, menyebut, pelemahan harga batubara wajar terjadi akibat tidak adanya rilis data dari China. Libur Imlek di Negeri Tirai Bambu selama sepekan juga membuat seluruh harga komoditas turun.
Harga batubara diprediksi akan kembali normal setelah perdagangan di China dibuka lagi pada Jumat (3/2). "Selama ini, kan, kenaikan harga batubara terjadi karena ada spekulasi China yang akan mengurangi produksi," ujar Ibrahim, Senin (30/1).
Meski begitu, Ibrahim meyakini, harga batubara masih bisa menguat karena faktor fundamental komoditas ini masih positif. Meski dianggap sebagai salah satu penyebab masalah lingkungan, kebutuhan batubara masih cukup besar. "China tetap menjadi importir terbesar baja, ia pasti memerlukan batubara berkalori tinggi untuk memasak baja," tandas dia.
Dari sisi produksi, Deddy Yusuf Siregar, analis Asia Tradepoint Futures, mengatakan, ada potensi pasokan batubara bakal bertambah. Sebab, produksi batubara AS per tanggal 21 Januari naik 6,6% dibanding pekan sebelumnya ke level 16,8 juta ton.
Di Australia, perusahaan patungan China dan Australia, yakni Yancoal Australia Ltd, berniat mengerek produksi batubara tahun ini jadi 34 juta ton. "Selama kenaikan produksi diikuti permintaan tinggi, kenaikan harga batubara tetap ada," kata Deddy.
Ramah lingkungan
Peluang penguatan harga batubara didukung munculnya teknologi baru dalam pengolahan batubara yang lebih ramah lingkungan. Teknologi ini diyakini bisa mengurangi kadar emisi karbon dari pembakaran batubara.
Di Indonesia, teknologi tersebut juga mulai berkembang. Dengan teknologi tersebut, 100.000 ton batubara bisa diubah jadi gas 3.600 juta british thermal unit (mmbtu) per hari. Cuma teknologi ini memang masih terkendala biaya.
Maklum, untuk menghasilkan gas sejumlah itu, dibutuhkan biaya Rp 13 triliun. Tapi harga jual produk turunan ini mencapai US$ 4-US$ 5 per mmbtu.
Secara teknikal, Deddy bilang, harga batubara ada di atas moving average (MA) 50, MA 100 dan MA 200. MACD berada di area positif level 0,92 dan RSI di level 51. Hanya saja stochastic yang di area overbought di level 82.
Pada Selasa (31/1), Deddy memperkirakan harga batubara bergerak terbatas di kisaran US$ 81,7-US$ 81,5 per ton. Sepekan ke depan, harga akan bergerak antara US$ 83,4-US$ 80,5 per ton.
Ibrahim menghitung harga batubara akan melemah di kisaran US$ 82,1-US$ 83,7 per ton. Sepekan ke depan harga akan kembali menguat dan bergerak antara US$ 81,7- US$ 84,5 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News