Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan kembali menggelar lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada hari ini, Selasa (9/2). Lelang SBSN kali ini memiliki jumlah penawaran yang masuk mencapai Rp 26,11 triliun.
Jumlah tersebut mengalami kenaikan jika dibandingkan lelang SBSN sebelumnya (26/1) yang mencapai Rp 23,24 triliun. Dari penawaran yang masuk, pemerintah hanya menyerap sebanyak Rp 12 triliun.
Associate Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengungkapkan, nilai penawaran yang masuk merupakan nilai yang cukup ideal dan fair dengan kondisi saat ini. Menurutnya, pada akhir pekan kemarin yield memang sempat ada penguatan sehingga permintaan pun ikut terdorong naik.
Baca Juga: Hasil lelang SBSN, Selasa (9/2), penawaran yang masuk Rp 26,11 triliun
“Namun dengan berbagai kondisi yang masih belum sepenuhnya jelas ini, kenaikan pada akhirnya memang terbatas. Hasil ini setidaknya mengindikasikan masih baiknya likuiditas di pasar primer maupun sekunder,” ujar Ramdhan ketika dihubungi Kontan.co.id, Selasa (5/9).
Ramdhan menambahkan, salah satu yang menjadi penghambat adalah kehati-hatian investor terhadap kondisi Indonesia saat ini.
Mulai dari kasus positif yang masih tetap tinggi, efektivitas vaksin yang belum terlihat, hingga adanya kebijakan pembatasan yang berpotensi mengganggu pemulihan ekonomi.
Kendati demikian, di tengah kondisi saat ini, SBSN justru jadi salah satu pilihan yang paling optimal bagi investor. Pasalnya, SBSN jadi salah satu instrumen yang dari sisi risiko masih paling aman saat ini.
Baca Juga: Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2021 berkisar 4,5%-5,3%
Ramdhan juga menyebut masih terbatasnya keikutsertaan asing dalam lelang kali ini. Padahal, dari sisi yield sebenarnya Indonesia masih jadi salah satu yang atraktif di pasar emerging market. Apalagi, dengan tren suku bunga rendah, ke depan yield Indonesia masih berpotensi untuk kembali mengecil.
“Tapi investor asing masih sangat berhati-hati dan menunggu ada indikasi momentum yang lebih baik untuk masuk ke pasar obligasi kita,” tutup Ramdhan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News