kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Laju komoditas energi tertahan, begini proyeksi harga minyak, gas alam dan batubara


Senin, 03 Agustus 2020 / 11:13 WIB
Laju komoditas energi tertahan, begini proyeksi harga minyak, gas alam dan batubara
ILUSTRASI. Harga komoditas energi


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun ini merupakan tahun yang kurang menguntungkan bagi komoditas energi. Buktinya sepanjang tujuh bulan pertama tahun ini, baik harga minyak, batubara, hingga gas alam masih berada dalam tekanan. 

Harga ketiga komoditas energi tersebut terpantau masih terdepresiasi cukup dalam di tahun ini. Lihat saja, minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) yang mencetak penurunan harga paling dalam di tahun ini, setidaknya hingga 34,05%. 

Sementara itu, harga batubara dan gas alam, juga sama-sama melemah, masing-masing sebesar 26,91% dan 17,81% hingga akhir Juli 2020 silam. 

Baca Juga: Harga minyak WTI ke bawah US$ 40 per barel, terseret pelemahan permintaan bahan bakar

Pandemi virus corona merupakan sentimen utama yang menjadi katalis negatif bagi ketiga komoditas energi ini. Pasalnya, penerapan lockdown yang dilakukan banyak negara telah membuat permintaan terhadap komoditas tersebut turun drastis. Padahal di saat yang sama, banjir pasokan justru terjadi.

Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf mengatakan, untuk harga minyak, kinerjanya jauh lebih buruk seiring dengan perang harga antar produsen minyak dunia yang sempat terjadi di awal kuartal II-2020 lalu. 

Ini membuat harga minyak jenis WTI sempat jatuh hingga minus US$ 40 per barel sebelum akhirnya bangkit kembali. 

Nah, memasuki semester kedua, kondisi komoditas energi diperkirakan masih fluktuatif dengan kecenderungan belum akan membaik secara signifikan dalam waktu dekat. Dalam sebulan terakhir, harga minyak WTI tercatat hanya naik 2,55%. Sementara gas alam pun hanya menguat 2,86%, bahkan untuk batubara justru kembali turun 1,31%.

Alwi pun melihat harga minyak masih dalam tren melandai. Penyebabnya adalah penyebaran virus corona yang masih meningkat, terutama di Amerika Serikat (AS) membuat permintaan bahan bakar belum naik signifikan. 

Baca Juga: Harga emas rekor lagi, kasus virus corona dan pelemahan dolar AS jadi penopang

Dia pun menyebut, proyeksi pertumbuhan ekonomi dari IMF dan berbagai negara masih menunjukkan kecenderungan kontraksi, bahkan masuk jurang resesi. Hal tersebut otomatis menyeret harga minyak. 

"Jika OPEC+ masih berkomitmen untuk menjaga harga, kemungkinan penurunan bisa dibatasi. Sentimen lain yang juga bisa mempengaruhi harga adalah data cadangan minyak AS yang dikeluarkan EIA. Jika menunjukkan kenaikan, bisa menekan harga. Namun sebaliknya, maka sentimen minyak bisa terangkat," kata Alwi kepada Kontan.co.id, Minggu (1/8).

Dia menambahkan, selama kebijakan stimulus masih terus berlanjut, dan berita positif seputar virus corona juga berpotensi mengangkat harga minyak. Dengan kondisi tersebut, Alwi memperkirakan harga minyak WTI pada akhir tahun berpotensi berada di area US$ 38 per barel.

Sementara itu, analis Central Capital Futures Wahyu Laksono menyebut, secara fundamental gas alam punya potensi untuk membaik. Faktor pendukungnya adalah ancaman over kapasitas yang mulai melemah serta antisipasi musim dingin yang terjadi di akhir tahun.

"Seperti tahun-tahun sebelumnya, mulai Oktober, permintaan gas alam akan meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan untuk pemanas selama musim dingin. Namun, tren gas alam cenderung lemah meskipun harapan rebound masih terbuka hingga akhir tahun nanti. Hal ini disebabkan, setiap gas alam mulai mengalami overbrought, akan diiringi dengan ancaman bearish," jelas dia. 

Oleh sebab itu, Wahyu memprediksi harga gas alam akan berada di rentang US$ 1,50 - US$ 2,30 per mmbtu. Namun, dia menilai, level US$ 2 per mmbtu menjadi gravitational area untuk gas alam.

Baca Juga: Masih dibayangi katalis negatif, tren harga batubara belum akan membaik

Di sisi lain, Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim menyebut, kenaikan harga gas alam tersebut akan menjadi katalis positif bagi batubara. Hanya saja, kenaikan harga batubara tidak akan sebesar tahun-tahun sebelumnya. Pasalnya, sejauh ini fundamental batubara belum diselimuti sentimen positif.

Dia menambahkan, dengan pandemi virus corona yang masih membayangi, periode musim hujan di beberapa negara belum akan memulihkan permintaan batubara dalam waktu dekat. Ketegangan antara China dan Australia juga disebut masih akan memberatkan laju harga si hitam. 

"Berbeda dengan komoditas lainnya yang tengah naik seiring optimisme pemulihan ekonomi, batubara tidak mengalami kondisi serupa. Pasalnya, masing-masing negara akhirnya memfokuskan produksi dalam negeri imbas dari keterbatasan ekspor-impor, sehingga harganya pun belum akan membaik," jelas Ibrahim.

Dengan kondisi tersebut, Ibrahim memproyeksikan harga batu bara hanya akan  berada di level US$ 60an per ton pada akhir tahun nanti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×