Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) menunjukkan kinerja impresif sepanjang tahun 2020. Emiten pelat merah ini membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai Rp 1,15 triliun. Laba ini meroket 492,87% dari laba bersih tahun 2019 yang hanya Rp 193,85 miliar.
Meski demikian, kenaikan laba bersih ini tidak sejalan dengan kenaikan pendapatan ANTM. Konstituen Indeks Kompas100 ini membukukan pendapatan senilai Rp 27,37 triliun atau menurun 16,34% dari torehan pendapatan di akhir 2019 yang mencapai Rp 32,72 triliun.
Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Maryoki Pajri Alhusnah menilai, kinerja ANTM pada tahun 2020 ini sudah berada di atas ekspektasi yang dipasang, baik itu untuk laba bersih maupun pendapatan. NH Korindo Sekuritas sendiri berekspektasi pendapatan ANTM sebesar Rp 23 triliun dengan perkiraan laba bersih mencapai Rp 875 miliar di 2020.
Baca Juga: Laba bersih Aneka Tambang (ANTM) melesat 492% menjadi Rp 1,15 triliun di tahun 2020
Maryoki menilai, laba bersih ANTM yang cenderung naik di saat pendapatan yang menurun adalah akibat turunnya beban-beban ANTM, seperti beban pokok pendapatan dan beban-beban lainnya.
Melansir laporan keuangan, beban pokok penjualan ANTM menurun 19,01% dari semula Rp 28,27 triliun menjadi Rp 22,89 triliun. Beban umum dan administrasi menurun 6,69% dari Rp2,04 triliun menjadi Rp 1,91 triliun. Sementara beban penjualan dan pemasaran juga menurun, dari semula Rp 1,44 triliun menjadi Rp 533,07 miliar.
Adapun biaya pembelian logam mulia tahun lalu masih cukup tinggi, yakni mencapai Rp 17,44 triliun atau setara 76% dari total beban pokok penjualan. Meski demikian, biaya pembelian logam mulia ini menurun 16,41% dari tahun lalu yang mencapai Rp 20,86 triliun.
Maryoki mengatakan, pembelian logam mulia ini tentu akan membebani keuangan ANTM. Terlebih, margin yang dihasilkan di segmen emas dinilai masih cukup tipis. Di sisi lain, jika ANTM mengakuisisi tambang untuk memperoleh cadangan emas sendiri , Maryoki menilai hal tersebut bukan merupakan solusi yang tepat bagi emiten pelat merah ini.
“Karena akuisisi sendiri membutuhkan biaya yang besar dan risiko yang besar juga, dimana ANTM harus menjalankan operasional tambang itu sendiri,” terang Maryoki kepada Kontan.co.id, Senin (15/3).
Baca Juga: Ini penyebab laba bersih Aneka Tambang (ANTM) melesat walau pendapatan turun di 2020
Menurut dia, akan lebih baik bagi ANTM untuk memperbanyak smelter, baik dari segi jumlah smelter atau kapasitas smelter, karena ini akan lebih efisien baik dari sisi biaya maupun operasionalnya.
Sejalan dengan penurunan pendapatan, ANTM mencatatkan penurunan kinerja operasional di mayoritas lini bisnisnya sepanjang tahun lalu. Untuk tahun ini, NH Korindo Sekuritas melihat produksi dan volume penjualan ANTM akan mulai tumbuh walaupun memang belum signifikan.
Dari sisi produksi, saat ini sedang terjadi fenomena La Nina atau cuaca ekstrem lainnya yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia dan dapat mengganggu proses produksi ANTM. Namun, secara jangka panjang, produksi dan volume penjualan ANTM diproyeksi akan meningkat walaupun tidak terlalu signifikan.
NH Korindo Sekuritas berekspektasi bahwa harga nikel akan berada pada kisaran US$ 16.000-US$ 17.000 per ton untuk tahun ini. Dirinya memproyeksikan kenaikan harga nikel tidak akan sesignifikan seperti yang terjadi awal tahun 2021.
Sementara untuk harga emas diproyeksikan akan tetap berada di kisaran US$ 1.800 per ounce.
Maryoki menilai, harga saham ANTM saat ini sudah terlampau mahal. Untuk itu, dia merekomendasikan jual ANTM dengan target harga di Rp1.480. Pada perdagangan Senin (15/3), saham ANTM ditutup melemah 3,31% ke level Rp 2.340 per saham.
Selanjutnya: Siasat Antam (ANTM) dan Vale (INCO) mengantisipasi fluktuasi harga nikel
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News