Reporter: Nur Qolbi | Editor: Noverius Laoli
Andrew juga melihat katalis positif bagi AKRA berasal dari langkah pemerintah yang menargetkan 53 smelter berfungsi penuh pada akhir tahun 2024. Sejalan dengan itu, AKRA telah mengantisipasi kebutuhan yang lebih besar untuk soda kaustik dan asam sulfat, dua bahan kimia penting dalam produksi nikel dan alumina.
Dengan antisipasi peningkatan lebih dari 120 juta ton produksi bijih nikel untuk sepanjang 2023, Andrew memprediksi permintaan untuk soda kaustik melonjak lebih dari 150%, sedangkan asam sulfat diperkirakan akan meningkat lebih dari 19%.
"Larangan pemerintah terhadap ekspor bijih nikel dan el-nino yang berkepanjangan juga semakin meningkatkan permintaan minyak dan gas AKRA serta produk bahan kimia dasar," ucap Andrew.
Baca Juga: Pendapatan Turun, Laba Bersih AKR Corporindo (AKRA) Tumbuh 7,8% di Semester I
Sejalan dengan itu, Andrew mengantisipasi bahwa pendapatan dari BBM akan sedikit menurun menjadi 72,6% terhadap total pendapatan (dibanding 76,4% pada 2022). Hal ini seiring dengan ASP BBM yang diprediksi turun 19,4% yoy, tetapi volume penjualan BBM naikp 8% yoy.
Sementara itu, Andrew memproyeksikan kontribusi pendapatan yang lebih tinggi dari segmen penjualan kimia dasar, yakni 19,7% (dari 17,6% pada 2022). Hal ini sejalan dengan perkiraan kenaikan volume penjualan sebesar 11,8% yoy meski ASP diperkirakan turun 8,0% yoy.
Andrew merekomendasikan buy AKRA dengan target harga Rp 1.500 per saham yang mengimplikasikan EV/EBITDA tahun 2023 sebesar 6,3x. Ia tetap positif pada prospek AKRA di 2023, mengingat masuknya AKRA menjadi anggota IDX30 pada 1 Agustus 2023, permintaan industri yang membaik, serta neraca keuangan yang ringan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News