Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) diproyeksi masih catatkan kinerja solid di tahun 2024. Pertumbuhan kredit BBRI terutama untuk segmen mikro dan menengah diperkirakan masih double digit di tengah tantangan era suku bunga tinggi.
Kepala Riset Aldiracita Sekuritas Agus Pramono memandang bahwa BBRI menawarkan panduan yang agak datar di tahun 2024. Hal itu karena menilai tahun lalu pinjaman BBRI ditopang oleh pertumbuhan dari segmen korporasi, sementara tahun ini diperkirakan pinjaman korporasi cenderung flat.
“Kalau perkiraan kami, pinjaman BBRI akan tumbuh sedikit di bawah tahun 2023, tetapi masih di atas 10%. Pendorong pertumbuhan BBRI akan lebih banyak tergantung pada kebijakan pemerintah,” kata Agus kepada Kontan.co.id, Kamis (18/4).
Namun, tahun politik dipandang semestinya menjadi berkah untuk penyaluran kredit BBRI. Oleh karena itu, Bank BRI dinilai wajar menargetkan penyaluran dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai Rp 165 triliun di tahun 2024, hampir sama dengan realisasi tahun 2023.
Baca Juga: Penjualan Mobil Tertekan Sentimen Negatif, Begini Rekomendasi Saham Astra (ASII)
“Belanja pemilu yang diharapkan dan insentif pemerintah untuk UMKM, yang diluncurkan selama masa kampanye, harusnya menguntungkan BBRI,” imbuh Agus.
Agus memaparkan, BBRI telah membukukan kinerja solid selama tahun lalu dengan pertumbuhan laba bersih 17,5% YoY menjadi sebesar Rp 60,1 triliun. Capaian ini terdorong Net Interest Margin (NIM) yang sedikit lebih tinggi dari 7,9% menjadi 8,0%, pertumbuhan pendapatan non bunga yang disesuaikan sebesar 9,7% YoY, pemulihan NIM, serta penurunan Loan Loss Provision (LLP) sebesar 11,5% YoY.
Hasil yang diraih BBRI mencerminkan tantangan makroekonomi yang disebabkan oleh tingginya Cost of Fund (CoF), namun bank justru mampu beralih ke aset dengan imbal hasil lebih tinggi. Dari sisi kualitas aset, BBRI semakin membaik pada kuartal IV-2023 dengan Loan At Risk (LAR) turun menjadi 12,47% dan Non Performing Loan (NPL) menjadi 3,07%.
Analis Samuel Sekuritas Prasetya Gunadi melihat, prospek kinerja BBRI masih akan didukung oleh struktur permodalan yang solid. BBRI membukukan pertumbuhan kredit yang solid sebesar 11.2% YoY di tahun 2023, terutama didorong oleh segmen mikro dan menengah.
Untuk tahun 2024, BBRI menetapkan kisaran target pertumbuhan kredit sebesar 11-12% YoY yang bakal didukung oleh segmen mikro salah satunya Kupedes yang bertumbuh 64% YoY di tahun 2023 lalu. Ini sejalan dengan proyeksi Samuel Sekuritas bahwa pinjaman BBRI diperkirakan tumbuh sekitar 11,5% YoY di tahun 2024.
Di samping itu, pertumbuhan kredit segmen ultra mikro dari PNM & Pegadaian diperkirakan akan terus melampaui kredit bank-only, sehingga berpotensi akan menyumbang lebih dari 12% dari total kredit BBRI pada 2024 dibandingkan kontribusinya sebesar 9% pada 2023.
“Kami masih menyukai BBRI karena kami yakin BBRI akan terus membukukan pertumbuhan kredit sebesar dua digit, didukung oleh segmen ultra mikro dan Kupedes, yang akan membantu menstabilkan NIM meskipun ada tekanan dari CoF,” ujar Prasetya dalam riset 19 Februari 2024.
Prasetya menyebutkan, BBRI memperkirakan CoF akan tetap tinggi di tahun 2024, terutama karena kebutuhan uang tunai untuk Ramadhan dan repatriasi dividen. Namun BBRI memproyeksi NIM akan tetap flat di angka 7,9%-8,0% karena peningkatan CoF akan diimbangi oleh peningkatan imbal hasil pinjaman. Hal tersebut akan didukung oleh rebalancing portofolio berkat peralihan dari KUR ke Kupedes, serta kerugian modifikasi yang kecil di 2023.
Baca Juga: Timur Tengah Memanas, Ini Rekomendasi Saham Jagoan Sinarmas Sekuritas
Selain itu, Capital Adequacy Ratio (CAR) alias rasio kecukupan modal BBRI yang kuat sebesar 27.3% di tahun 2023 meyakinkan bahwa bank BUMN itu dapat mempertahankan rasio pembayaran dividen di atas 85% untuk beberapa tahun ke depan.
Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Leonardo Lijuwardi menyoroti, era suku bunga tinggi akan menjadi tantangan bagi emiten perbankan seperti BBRI di tahun 2024. Kondisi suku bunga tinggi dan persaingan funding yang ketat bakal mendorong Cost of Fund mengalami tren naik signifikan.
Berkaca pada tahun lalu saat suku bunga berada di puncaknya, COF BBRI berada di level 3% dan mendorong rasio CASA sedikit menurun ke level 64,35% di tahun 2023 dibandingkan 66,70% pada 2022, sementara COF BBRI di kuartal IV-2022 berada pada posisi 2,06%.
“Tantangan likuiditas menyebabkan CASA menurun dan COF relatif meningkat,” ungkap Leonardo dalam riset 22 Februari 2024.
Meski demikian, Leonardo melihat potensi kinerja BBRI meningkat yang didukung oleh pertumbuhan pinjaman mikro dan ultra mikro, serta kenaikan CoF yang bisa diminimalisir. Segmen mikro merupakan fondasi kuat BBRI, dimana tahun lalu mengubah strategi untuk menyasar produk mikro dari semula fokus ke Kredit Usaha Rakyat menjadi lebih fokus pada Kupedes yang meningkatkan yield dari pinjaman BBRI.
Selain fokus terhadap Kupedes, segmen Ultra Mikro yakni PNM & Pegadaian, serta efisiensi juga turut membantu BBRI mencetak performa yang optimal di tengah tahun yang menantang. Segmen Mikro (mencakup ultra Mikro) merupakan porsi terbesar penyaluran kredit BBRI yang bertumbuh 10,9% YoY di tahun 2023 lalu.
Leonardo menyematkan rating overweight untuk BBRI dengan target harga Rp 6.850 per saham. Adapun risiko negatif bagi BBRI antara lain situasi makro yang tidak kondusif khususnya yang menyerang segmen menengah ke bawah, situasi ketidakstabilan politik dan NIM yang tidak sesuai harapan, ekspektasi pertumbuhan pinjaman yang tidak sesuai ekspektasi dan juga tekanan suku bunga tinggi yang masih membayangi.
Sementara itu, Prasetya mempertahankan rekomendasi beli untuk BBRI dengan target harga Rp 6.800 per saham. Waspadai pemulihan ekonomi yang lebih lambat dari perkiraan, pertumbuhan kredit dan NIM yang lebih rendah dari perkiraan, serta kenaikan biaya kredit dan tingginya biaya pengeluaran (opex) sebagai risiko penurunan BBRI.
Kalau Agus mempertahankan rekomendasi buy untuk BBRI dengan target harga sebesar Rp 7.200 per saham. Target harga itu dipatok lebih tinggi daripada sebelumnya Rp 6.800 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News