Reporter: Yoliawan H | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) mencatat nilai transaksi pinjam meminjam efek (PME) di tahun 2018 ini sebesar Rp 155,75 miliar. Angka ini turun 17% jika dibandingkan dengan tahun 2017 lalu sebesar Rp 187,74 miliar.
Menanggapi nilai transaksi tersebut, Direktur KPEI, Umi Kulsum mengatakan, nilai transaksi PME ini dipengaruhi oleh permintaan peminjaman dari anggota bursa untuk penyelesaian transaksi. “Dari permintaan tersebut ada yang dapat dipenuhi dan ada pula yang tidak dapat dipenuhi karena tidak tersedianya pihak pemberi pinjam atau lender,” ujar Umi kepada Kontan.co.id, Rabu (30/1).
Meski nilai transaksi memang menurun, pemenuhan permintaan justru meningkat. Di tahun 2018 jumlah permintaan peminjaman saham yang dapat dipenuhi naik menjadi 80% dair tahun sebelumnya 77%.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa ketersediaan efek atau saham yang dibutuhankan sudah semakin banyak jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. “Tingkat pemenuhan atas permintaan borrower meningkat. Kompensasi yang diberikan kepada lender cukup menarik yaitu 12% per tahun,” ujar Umi.
Terkait efek dari penerapan transaksi settlement yang jauh tidak cepat yakni T+2 menurut Umi tidak memiliki keterkaitan langsung. Hanya saja, saat masa transisi T+2 dari T+3 bisa memberikan dampak karena kebutuhan akan meningkat. Selain itu, rata-rata nilai transaksi harian yang meningkat juga memungkinkan untuk meningkatkan kebutuhan PME.
Lebih lanjut, menurutnya beberapa jenis investor institusi memang memiliki batasan dalam kebijakan investasinya sehingga tidak dapat melakukan aktivitas pinjam meminjam efek. Ini salah satu indikator ketersediaan efek yang terbatas. Di sisi lain, investor institusi memiliki ketersediaan efek yang lebih besar dibandingkan dengan ritel.
Peningkatan transaksi alternate cash settlement
Terkait proses gagal serah terima saham pada saat settlement yang dilakukan anggota bursa, pihak tersebut diwajibkan melakukan mekanisme alternate cash settlement (ACS). ACS dilakukan setelah pihak-pihak yang bertransaksi gagal melakukan kewajiban awal yakni serah terima saham.
Ketika pada saat settlement serah saham tidak bisa dilakukan, maka ia wajib menggantinya dengan uang tunai. Besarannya yakni 125% dari nilai transaksi. Di tahun 2018 lalu pun nilai ACS meningkat 87,01% menjadi Rp 90,16 miliar. Padahal transaksi PME bisa jadi solusi menghindari ACS.
Umi menilai selain dengan PME, sebetulnya anggota bursa juga dapat membeli saham di pasar tunai pada T+2 untuk penyelesaian transaksi di hari yang sama. Penyelesaian ACS biasanya terjadi karena anggota bursa tidak mendapatkan saham baik di pasar tunai ataupun PME.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News