kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Koreksi tipis harga minyak setelah sentuh US$ 46


Jumat, 14 Juli 2017 / 07:29 WIB
Koreksi tipis harga minyak setelah sentuh US$ 46


Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati

JAKARTA. Harga minyak berpeluang koreksi untuk hari ini setelah naik dalam empat hari berturut-turut. Pada pukul 7.00 WIB Jumat (14/7), harga minyak west texas intermediate kontrak Agustus 2017 di New York Mercantile Exchange koreksi tipis ke angka US$ 46,06 per barel dari penutupan Kamis di angka US$ 46,08 per barel.

Meski turun, harga minyak WTI masih menguji angka US$ 46 per barel. Seiring koreksi harga minyak WTI, harga minyak brent kontrak September 2017 di ICE Futures terkoreksi tipis ke level US$ 48,36 per barel. 

Kemarin, harga minyak brent menguat ke level US$ 48,42 per barel. Penguatan harga minyak ini terdorong rilis data perdagangan China. Permintaan minyak di China dan Amerika Serikat (AS) yang merupakan dua pembeli minyak terbesar dunia, masih naik.

Sepanjang semester pertama lalu, China mengimpor minyak 8,55 juta barel per hari. Angka ini naik 13,8% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Dengan kenaikan permintaan ini, China menukar posisinya sebagai importir minyak terbesar dunia dengan AS. "Kami jelas melihat pertumbuhan permintaan yang tinggi di China," kata Neil Beveridge, senior oil analyst Sanford C. Bernstein kepada CNBC.

Organisasi energi dunia yang berpusat di Paris, International Energy Agency (IEA) merilis outlook permintaan minyak global yang meningkat. Permintaan minyak di AS dan Jerman terus naik dalam beberapa bulan. Tapi, stok minyak negara-negara industri hanya turun tipis. Stok minyak negara-negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mencapai 266 juta barel, lebih tinggi ketimbang rata-rata lima tahun.

IEA menyebut, pasar minyak berpeluang oversupply lebih lama ketimbang prediksi awal karena kenaikan produksi dan minimnya pemangkasan output dari negara-negara anggota Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC). "Bulan ini ada dua halangan, yakni pemulihan produksi minyak dari Libya dan Nigeria, serta tingkat kepatuhan yang rendah soal kesepakatan output OPEC," ungkap IEA dalam laporan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×