Reporter: Namira Daufina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Di tengah sepinya perdagangan di akhir tahun, rupiah ikut terseret. Pelemahan rupiah diprediksi masih akan berlanjut awal pekan ini.
Di pasar spot, Jumat (25/12), nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) melemah tipis 0,06% dari hari sebelumnya ke Rp 13.632. Sedang kurs tengah rupiah di Bank Indonesia pada Rabu (23/12) tergerus 0,21% jadi Rp 13.644.
Andri Hardianto, pengamat mata uang dan komoditas, mengatakan, sebenarnya rupiah sempat menguat sebelum pasar Indonesia libur. Namun setelah rilis data ketenagakerjaan AS Kamis (24/12) lalu, rupiah kembali turun.
Jumlah klaim pengangguran mingguan AS membaik dari sebelumnya 272.000 jadi 267.000. Ini jadi sumber tenaga kenaikan USD. Kendati begitu, ada kabar positif dari domestik, di mana pemerintah merilis paket kebijakan jilid delapan.
Lalu 92,2% target belanja pemerintah tahun ini dialokasikan untuk tujuan menjaga defisit sekitar 2,7%. Keputusan pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) juga memberi angin segar bagi rupiah. Karena hal itu mengurangi beban biaya produksi dan distribusi, sehingga menjaga level inflasi.
Hanya saja, Rully Arya Wisnubroto, analis pasar uang Bank Mandiri, menuturkan, secara teknikal peluang koreksi masih terbuka karena penguatan sudah berlangsung sejak kenaikan suku bunga The Fed.
Dengan sepinya kondisi pasar seperti ini, investor perlu mewaspadai aksi profit taking. “Sebab Selasa (29/12), ada beberapa data AS yang diprediksi memuaskan pasar,” kata Rully.
Dari dalam negeri, Andri menambahkan, pasar harus mengantisipasi sentimen negatif naiknya angka kepemilikan asing di obligasi pemerintah jadi 37,4%, serta tingginya kebutuhan dollar AS di akhir tahun.
Andri memprediksi rupiah Senin (28/12) akan bergerak melemah di kisaran 13.550–13.800. Senada, Rully memperkirakan rupiah melemah di 13.625–13.725.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News