Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Meski upaya transisi energi bersih berpotensi menjegal pertumbuhan komoditas minyak dunia, pertumbuhan konsumsi minyak domestik tetap bisa menjadi penopang kinerja emiten minyak dan gas (migas).
Pemerintah Indonesia telah memulai promosi penggunaan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) sejak 2023 sebagai upaya transisi energi bersih, salah satunya melalui insentif pajak untuk pembelian EV berbasis baterai produksi dalam negeri atau yang memiliki TKDN tinggi.
Namun, data CEIC menunjukkan pertumbuhan konsumsi minyak Indonesia pada 2023 masih tumbuh 0,40% secara tahunan (YoY) ke level 1.603,77 bpd, melanjutkan pertumbuhan 9,12% secara YoY pada tahun 2022. Asal tahu saja, konsumsi minyak pada 2023 ini menjadi yang tertinggi sejak 2019.
Pun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) mencatat realisasi distribusi BBM jenis tertentu (JBT) dan jenis khusus penugasan (JBKP) pada 2024 berada di level 47,82 juta kl, masih naik tipis 0,21% secara YoY dari 47,72 juta kl pada 2023.
Baca Juga: IHSG Turun 3,61% Sepekan Diikuti Net Sell Asing pada 16-20 Juni 2025
Tim riset INA Sekuritas menilai, pada dasarnya pertumbuhan konsumsi minyak domestik dapat menjadi katalis positif bagi emiten sektor migas, apalagi bagi emiten yang turut bermain di segmen hilir.
“Peningkatan permintaan bahan bakar dan peningkatan 5% secara YoY jumlah kendaraan di Indonesia dapat mendorong pertumbuhan yang stabil,” demikian tertulis dalam riset 24 April 2025.
Salah satu emiten yang bisa memanfaatkan potensi ini adalah ELSA. INA Sekuritas secara keseluruhan menilai peningkatan permintaan energi domestik menjadi salah satu pendorong pertumbuhan jangka panjang perusahaan grup Pertamina ini.
Namun di luar itu, Sukarno Alatas, Senior Analis Kiwoom Sekuritas menilai transisi energi global yang ujung-ujungnya bakal mengikat dunia dengan kebijakan energi bersih tetap menjadi sentimen utama secara jangka panjang.
Emiten yang lini bisnisnya lebih beragam, alias tak hanya berfokus pada produksi dan distribusi migas, bakal lebih tahan banting. “Juga punya struktur biaya efisien,” katanya kepada Kontan, Jumat (20/6).
Baca Juga: Tumbang di Pekan Lalu, Begini Proyeksi Pergerakan IHSG, Senin (23/6)
Sukarno bilang transisi energi bersih ini tetap jadi katalis utama yang perlu diperhatikan. Jika ada perkembangan yang mengikis permintaan migas, jelas saham emiten-emiten dari sektor ini bakal otomatis lesu.
Hingga akhir tahun, Sukarno bilang ada sejumlah emiten yang sahamnya menarik untuk dicermati. Di antaranya MEDC yang sedang ekspansi dan ELSA yang turut menggarap proyek-proyek migas baru. Sukarno memasang target harga akhir tahun MEDC di level Rp 1.600–Rp 1.700 per saham, sementara ELSA di level Rp 500–Rp 600 per saham.
Sementara, INA Sekuritas merekomendasikan saham ELSA dengan rating buy dan target harga akhir tahun di level Rp 545 per saham.
Selanjutnya: AMRO Dorong Penambahan Tarif Pajak untuk Orang Kaya di Indonesia
Menarik Dibaca: iPhone 11 Pro Masih Dapat Update iOS? Yuk, Cek Jawabannya Berikut ini!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News