Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik antara Amerika Serikat (AS) dengan Iran diharapkan tidak akan berlarut terlalu panjang. Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, selain akan merugikan kedua negara, dalam jangka panjang konflik tersebut bisa memperburuk kondisi ekonomi global.
"Untuk jangka pendek konflik akan berdampak positif bagi popularitas Presiden AS Donald Trump, tapi di jangka panjang itu akan buruk bagi kondisi ekonomi global," jelas David kepada Kontan.co.id, Rabu (8/1).
Untuk jangka pendek, beberapa aset safe haven tampak diuntungkan dari sentimen perang AS dan Iran, seperti mata uang yen Jepang dan dolar AS yang cenderung mengalami penguatan.
Baca Juga: Jika perang AS-Iran makin memanas, analis: Rupiah berpeluang melemah ke Rp 15.000
Untuk rupiah, meskipun bukan bagian dari safe haven namun pergerakannya masih cenderung stabil ditopang sentimen domestik yang positif.
Catatan saja, rupiah pada Rabu (8/1) melemah 0,16% ke level Rp 13.900 per dolar AS.
David menjelaskan, pelemahan yang terjadi pada Rabu (8/1) sedikit tertahan oleh positifnya data cadangan devisa Indonesia. Per Desember 2019 yang tercatat naik US$ 2,6 miliar menjadi US$ 129,2 miliar.
"Cadev cukup baik didukung peningkatan inflow dan mendorong pasokan dollar AS naik. Jadi posisi cadev saat ini sangat aman dan trennya naik terus," ungkapnya.
Apalagi, dilihat dari sisi fundamental rupiah, David beranggapan nilai tukar rupiah masih memiliki daya tarik cukup kuat jika dibandingkan dengan dolar Australia dan dolar Singapura.