Reporter: Kenia Intan | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerbitan obligasi semakin banyak memasuki awal semester II 2020. Mengutip rilis mingguan Bursa Efek Indonesia (BEI), dalam periode 7 hingga 11 September 2020 saja sudah ada 11 perusahaan yang mencatatkan obligasi.
Dengan adanya penerbitan itu, total obligasi dan sukuk sepanjang tahun 2020 menjadi 76 emisi dari 52 emiten senilai Rp 59,38 Triliun.
Mengutip data Kontan.co.id sebelumnya, sepanjang semester I 2020, penerbitan obligasi dan sukuk mencapai Rp 31,25 triliun. Dengan kata lain, baru tiga bulan semester II berjalan, penerbitan sukuk dan obligasi sudah mencapai 47,37% dari total dana yang dihimpun sejauh ini.
Baca Juga: Jakarta terapkan PSBB, penerbitan obligasi cenderung untuk jaga cashflow
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Maximilianus Nico Demus menjelaskan, di awal semester II ini pelaku pasar melihat ada pemulihan ekonomi sehingga pencarian dana lewat obligasi marak terjadi. Hal ini berkaitan dengan perkembangan vaksin Covid-19, sehingga pelaku pasar memiliki harapan bahwa tahun depan kondisi ini akan menjadi lebih baik.
Di samping itu, Nico melihat penerbitan obligasi diminati karena posisi yield SUN, yang selama ini menjadi acuan obligasi, tercatat rendah.
"Mendorong emiten korporasi untuk menerbitkan obligasi karena kuponnya menjadi lebih rendah," jelas Nico ketika dihubungi Kontan.co.id, Selasa (15/9). Lebih lanjut ia menerangkan, imbal hasil atau yield SUN khusus untuk posisi 10 tahun berada di bawah 7%. Sementara untuk posisi 5 tahun berada di 5%.
Walau emiten ramai menerbitkan obligasi, investor perlu selektif dengan mencermati seberapa besar pengaruh pandemi Covid-19 ini terhadap bisnis suatu emiten. Investor bisa memilih penawaran obligasi dari emiten dengan sektor usaha yang paling minim terdampak pandemi Covid-19.
Baca Juga: Eastspring: Bursa global volatile, reksadana offshore berprospek cerah usai pandemi
Beberapa sektor emiten yang menurutnya masih menarik seperti perbankan, infrastruktur, industri dasar, dan barang konsumen. Sementara, sektor yang perlu diwaspadai adalah emiten yang berkaitan dengan properti.
Selain mencermati sektor usahanya, Nico menyarankan untuk mempertimbangkan penggunaan dana yang dihimpun melalui obligasi tersebut. Dana yang dihimpun melalui obligasi diharapkan dapat mendatangkan keuntungan ke depannya.
"Jangan sampai nanti sudah menerbitkan obligasi, tidak bisa ekspansi, tetapi harus bayar bunga. Ini akan menjadi beban," imbuhnya lagi.
Oleh karenanya, penting bagi investor untuk mencermati rencana bisnis perusahaan. Obligasi akan semakin diminati jika rencana bisnis memiliki peluang sukses, dalam artian rencana bisnis bisa dijalankan dan memiliki pangsa pasar yang baik.
Baca Juga: Ketidakpastian meningkat, jumlah penawaran dalam lelang sukuk Selasa (15/9) turun
Walau PSBB di DKI Jakarta kembali diperketat per hari Senin (14/9), Nico melihat penerbitan obligasi masih memiliki potensi bertumbuh ke depan. Sebab, dampak dari PSBB tahap kedua ini lebih terukur dan tidak akan sedalam PSBB yang diterapkan di kuartal II tahun 2020.
Nico juga melihat masih ada ruang bagi Bank Indonesia untuk menurunkan tingkat suku bunga acuan hingga 25 bps. Jika hal tersebut terjadi, maka imbal hasil atau yield obligasi ikut menurun. Ini memberi kesempatan bagi emiten-emiten menerbitkan obligasi dengan kupon yang lebih rendah lagi.
Selanjutnya: Kelompok dana pensiun dan asuransi mendominasi, seri PBS025 jadi incaran
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News