kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.917.000   -2.000   -0,10%
  • USD/IDR 16.295   -56,00   -0,34%
  • IDX 7.312   24,89   0,34%
  • KOMPAS100 1.036   -2,36   -0,23%
  • LQ45 785   -2,50   -0,32%
  • ISSI 243   1,24   0,51%
  • IDX30 407   -0,78   -0,19%
  • IDXHIDIV20 465   -1,41   -0,30%
  • IDX80 117   -0,14   -0,12%
  • IDXV30 118   -0,08   -0,07%
  • IDXQ30 129   -0,58   -0,45%

Komoditas energi kurang gizi


Selasa, 29 Desember 2015 / 07:02 WIB
Komoditas energi kurang gizi


Reporter: Namira Daufina, Wuwun Nafsiah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Harga komoditas energi terus merosot sepanjang tahun 2015. Saat pasokan melimpah, permintaan komoditas menyusut akibat perlambatan ekonomi global. Ditambah lagi spekulasi kenaikan suku bunga The Fed yang membuat dollar Amerika Serikat (AS) melambung.

Komoditas energi yang dijual dalam USD terpuruk. Tren bearish harga komoditas energi diprediksi akan berlanjut hingga tahun depan. Berikut ini review dan prospek harga komoditas energi tahun depan:

- Minyak

Tahun 2015 menjadi tahun yang buruk bagi komoditas minyak. Data Bloomberg Senin (28/12) memperlihatkan, harga minyak WTI kontrak pengiriman Februari 2016 di New York Merchantile Exchange terkikis 1,23% ke US$ 37,63 per barel dibanding hari sebelumnya.

Sepanjang tahun ini, harga minyak tergerus 37,78%. Nizar Hilmy, Analis SoeGee Futures, menuturkan, penurunan harga minyak tahun ini sangat signifikan. Faktor utama adalah kelebihan pasokan.

“Di pasar, pasokan berlebih tidak hanya datang dari OPEC (organisasi negara-negara pengekspor minyak), tapi juga produsen lainnya, seperti minyak shale AS dan Rusia,” ujar Nizar.

Produksi OPEC beberapa bulan terakhir rata-rata 31 juta barel per hari atau melebihi target 30 juta barel per hari. Sedangkan AS masih menggenjot sekitar 9 juta barel per hari atau naik dua kali lipat dibanding produksi 2008, yang hanya sekitar 4,6 juta barel per hari.

Belum lagi, penantian pasar akan kenaikan suku bunga The Fed pada Desember 2015 yang terus menggerus harga. Ini membuat harga minyak yang dijual dalam USD menjadi mahal. “Ekonomi China dan Eropa lesu, permintaan sudah kering,” jelas Nizar.

Kendati begitu, harga minyak sempat melesat tajam. Harga menyentuh level tertinggi sejak Desember 2014 di US$ 64,46 per barel pada 6 Mei 2015. “Saat terjadi serangan di Timur Tengah, ada kekhawatiran pasokan dan distribusi terganggu, itu mengangkat harga tapi hanya sesaat dan terbatas,” jelas Nizar.

Puncak tekanan harga minyak terjadi setelah pertemuan OPEC awal Desember lalu, OPEC tetap mempertahankan kuota produksi 30 juta barel per hari. “Ini penanda masa depan minyak yang kian suram,” kata Nizar.

Setelah itu, harga minyak tenggelam dan menyentuh level terendah sejak 2010 di US$ 35,81 per barel pada 21 Desember 2015. Tahun depan, tren harga minyak diprediksi semakin bearish. Pasar masih menanti kelanjutan arah kebijakan moneter The Fed.

Pasar juga akan mencermati pertemuan OPEC bulan Juni 2016. Jika tidak ada perubahan kebijakan OPEC, bukan tidak mungkin prediksi Goldman Sachs Inc akan menjadi kenyataan, yakni harga minyak bisa terpuruk ke US$ 20 per barel tahun depan.

Kondisi semakin buruk setelah AS mencabut larangan ekspor minyak yang sudah berlangsung selama 40 tahun. “Ini akan semakin membanjiri pasar global dengan produksi yang berlimpah,” tutur Nizar.

Apalagi jika ekonomi China masih melambat dengan prediksi pertumbuhan di bawah 7%. Lalu sanksi ekspor minyak Iran juga siap dicabut pada Januari 2016 dan Iran siap menggenjot produksi hingga 1 juta barel per hari.

“Tidak ada pendukung kenaikan harga, pergerakan hanya akan di US$ 30–US$ 45 per barel sepanjang 2016,” tebak Nizar.

- Batubara

Permintaan batubara secara global terus menurun sepanjang tahun ini. Konsumen terbesar seperti AS, Eropa, dan China mengurangi impor batubara untuk pembangkit listrik. Permintaan semakin menyusut, lantaran perlambatan ekonomi global.

Kamis (24/12), harga batubara kontrak pengiriman Februari 2016 di ICE Futures senilai US$ 51,05 per metrik ton. Sepanjang tahun ini, harga batubara terkikis 14,99%. Level tertinggi harga batubara tercatat US$ 62,55 per metrik ton di pertengahan Februari 2015.

Pengamat komoditas Deddy Yusuf Siregar mengatakan, kenaikan harga batubara di awal tahun hanya sementara, lantaran terangkat kenaikan harga minyak mentah dunia. Namun melihat secara historis, harga batubara sudah sangat murah "Harga batubara sempat menyentuh US$ 141,94 per metrik ton pada tahun 2011," tutur Deddy.

Penggunaan batubara untuk energi listrik di AS tahun ini diprediksi turun 36%. Maklum, lebih dari 200 pembangkit listrik energi batubara dengan kapasitas 83 gigawatt akan dipensiunkan. Perang melawan pemanasan global juga kian serius, setelah konferensi iklim di Paris pada 30 November hingga 12 Desember lalu.

Sebanyak 195 negara berkomitmen menghentikan pemanasan suhu bumi agar tidak melebihi 2 derajat celcius. Hasil kesepakatan iklim di Paris bisa membawa sentimen negatif batubara hingga tahun depan.

Upaya India mempromosikan energi terbarukan juga turut menambah tekanan. Selain itu, The Fed menaikkan suku bunga menjadi 0,5% sehingga melambungkan dollar AS. Batubara mencatat harga terendah di US$ 51 per metrik ton pada 22 Desember lalu.

Deddy melihat, prospek batubara di tahun 2016 tak akan jauh berbeda, bahkan bisa semakin kelam. "Di kuartal I-2016 harga batubara masih akan berada di bawah US$ 60 per metrik ton," duganya. Persoalan permintaan maupun pasokan batubara bukan satu-satunya fokus utama pasar.

Jika energi terbarukan menggantikan batubara, tekanan harga akan semakin besar. Deddy memprediksi, level tertinggi harga batubara tahun 2016 hanya di US$ 55-US$ 56 per metrik ton. Sementara terendah di US$ 45-US$ 35 per metrik ton.

- Gas alam

Seperti komoditas energi lain, harga gas alam jatuh. Senin (28/12), harga gas alam kontrak pengiriman Februari 2016 di New York Merchantile Exchange naik 2,7% ke US$ 2,14 per mmbtu dibanding sehari sebelumnya. Namun sejak akhir tahun lalu, harga terpangkas 39,49%.

Pengamat komoditas SoeGee Futures Ibrahim mengatakan, musim dingin ekstrim pada kuartal I-2015 sempat memicu permintaan gas alam naik ke level tertinggi tahun ini pada 14 Januari 2015 yakni di US$ 3,57 per mmbtu.

Maklum, gas alam menjadi bahan bakar penghangat ruangan. Selanjutnya, mulai kuartal II hingga kuartal IV 2015, harga terus tergerus seiring spekulasi kenaikan suku bunga The Fed. Perlambatan ekonomi China dan Eropa serta penurunan harga minyak mentah turut menyebabkan harga gas alam kempis.

Tepat di saat The Fed menaikkan suku bunga pada 16 Desember lalu, harga gas alam mencatat level terendah di US$ 1,86 per mmbtu. Padahal, beberapa negara di dunia telah memasuki musim dingin.

Sayangnya, musim dingin tahun ini cenderung lebih hangat, sehingga permintaan gas alam tetap lesu. Meskipun Ibrahim menduga, suhu udara akan semakin dingin pada awal tahun depan. Sehingga harga gas alam akan naik ke rentang US$ 2,9- US$ 3,0 per mmbtu pada kuartal I-2016.

Di semester I-2016, kondisi ekonomi belum akan banyak berubah. Tiongkok dan Eropa akan kembali mereview kebijakan ekonomi mereka. "Ini menjadi masa konsolidasi harga batubara," kata Ibrahim.

Pada semester II-2016 hingga akhir tahun depan, harga kemungkinan menguat terbatas ke US$ 2,5 per mmbtu. Perbaikan ekonomi yang mulai terasa serta berkurangnya pasokan global akan mengangkat harga. Tetapi, kenaikan suku bunga The Fed membatasi kenaikan harga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×