Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Performa aset investasi boncos dipicu kekhawatiran ancaman tarif dagang oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Kekhawatiran investor domestik juga meningkat seiring kehadiran Danantara dan dugaan kasus kortupsi.
Di pasar saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih dalam zona merah yang ditutup turun 1,83% pada posisi 6.458.448 di Kamis (27/2). IHSG terpantau turun lebih dari 4,46% secara mingguan dan 8,40% dari awal tahun (ytd).
Nilai tukar rupiah juga terus merosot yang kini berada di posisi Rp 16.454 per dolar AS pada Kamis (27/2), jadi level terlemah dalam delapan bulan terakhir.
Baca Juga: Volatilitas Pasar Masih Tinggi, Investor Disarankan Investasi di SBN
Selain itu, emas Antam turun di bawah Rp 1,7 juta menjadi Rp 1.692.000 per gram dengan harga buyback sebesar Rp 1.542.000 per gram.
Lebih luas lagi, harga aset kripto kompak jatuh dengan penurunan Bitcoin (BTC) lebih dari 11% dalam sepekan ke level kisaran US$ 86.000 di Kamis sore. Sementara itu, kinerja pasar obligasi cenderung lebih stabil yang tercermin dari Indonesia Composite Bond Index (ICBI) menyentuh area 401,50.
Head of Research & Investment Connoisseur Moduit Manuel Adhi Purwanto memandang, faktor utama yang mempengaruhi turunnya performa aset investasi saat ini yaitu ketidakpastian kondisi ekonomi akibat ancaman tarif Trump.
Manuel menjelaskan, kebijakan Trump seputar tarif telah meningkatkan kekhawatiran inflasi yang bisa berdampak bertahannya lingkungan suku bunga tinggi. Terlebih lagi, data-data ekonomi AS terbaru menunjukkan arah suku bunga the Fed masih akan tinggi.
Inflasi konsumen bulan Januari di AS naik ke 3% YoY. Hal ini menyebabkan indeks kepercayaan konsumsi di AS turun dari 105,3 ke 98.3. Indikator ekspektasi inflasi tahun ini naik ke kisaran 3,35%.
Dari dalam negeri, Manuel menilai, pasar tertekan ekspektasi pertumbuhan laba perusahaan yang lebih rendah, di tengah iklim suku bunga yang tinggi. Ekspektasi ini membuat investor asing aktif mengurasi porsi kepemilikan saham di Indonesia.
"Daya beli juga masih lemah, dan simpanan tabungan di kelas bawah - menengah turun," jelas Manuel kepada Kontan.co.id, Kamis (27/2).
Menyoal kehadiran Danantara, Manuel berujar bahwa lembaga pengelola investasi negara ini merupakan langkah positif pemerintah untuk memberikan dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hanya saja, saat ini pelaku pasar merespons negatif terkait tata kelola Danantara di tengah banyak kasus korupsi yang terjadi.
Teranyar, ada dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 1 kuadriliun dari kasus yang berlangsung sejak 2018 - 2023 tersebut.
Baca Juga: S&P 500 dan Nasdaq Ditutup Nyaris Stagnan, Investor Menanti Laporan Nvidia
"Kami berharap pemerintah dapat menjaga kepercayaan publik dengan transparansi dan pengelolaan yang profesional," imbuh Manuel.
Manuel menuturkan, dalam berinvestasi penting untuk melakukan alokasi portfolio dan membatasi investasi ke aset berisiko sesuai kemampuan investor untuk menerima penurunan pasar. Jika alokasi investasi di aset berisiko membuat investor panik atau tidak bisa tidur, maka lebih baik dikurangi.
Dia menyarankan, bagi investor dengan orientasi jangka panjang, saat ini menjadi kesempatan bagus untuk mengakumulasi saham-saham berfundamental solid atau melalui reksadana saham. Sementara itu, bagi investor dengan orientasi jangka pendek sebaiknya tetap bersikap wait and see terlebih dahulu hingga tekanan jual dari investor asing mereda.
"Batasi alokasi investasi di saham atau kripto sesuai kemampuan investor menerima resiko. Investasi harus dilakukan secara rasional dan bukan emosional," pungkas Manuel.
Selanjutnya: Astra International (ASII) Raih Laba Bersih Rp 34,05 Triliun di 2024
Menarik Dibaca: Baru, Ada Mie Korea yang Dimasak Tanpa Menggunakan Kompor atau Air Panas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News