Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup terperosok 2,57% pada perdagangan akhir pekan ini, setelah di sesi I juga sempat anjlok 2,29%.
Dalam sepekan, IHSG terkoreksi cukup dalam yakni 4,14%, begitu pun pasar saham Asia dan Eropa.
Secara sektoral, hari ini sektor teknologi tampak turun paling dalam sebanyak 5,25%, disusul energi 5,02%, dan transportasi 4,18%.
Menurut Head Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata, koreksi ini merupakan cerminan dari kombinasi kepanikan global akibat krisis kredit di Amerika Serikat (AS) dan ketegangan geopolitik AS–China.
Baca Juga: IHSG Berpotensi Tertekan, Cermati Rekomendasi Saham untuk Senin (13/10)
Di AS, lonjakan gagal bayar korporasi seperti First Brands dan Tricolor Holdings memicu kekhawatiran efek domino di sektor keuangan, sehingga investor global serentak melepas aset berisiko.
“Selain faktor eksternal, ada juga rumor di domestik bahwa pemerintah khususnya Menkeu Purbaya ingin melihat “IHSG yang sesungguhnya” tanpa intervensi saham-saham konglomerat besar. Sentimen itu membuat sejumlah big caps yang biasanya menjadi penyangga indeks malah ikut dilepas hari ini, sehingga tekanan semakin besar,” kata Liza, Jumat (17/10/2025).
Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas, Alrich Paskalis Tambolang menambahkan, penutupan pemerintahan (government shutdown) AS sejak 1 Oktober 2025 yang berkepanjangan juga turut membebani pasar modal Tanah Air.
Selain itu, minimnya sentimen positif pendorong penguatan indeks dan aksi profit taking lanjutan terhadap saham-saham konglomerasi penopang indeks turut menahan laju IHSG hari ini.
Baca Juga: IHSG Bakal Tertekan Konflik Dagang AS dan China yang Kembali Panas
“Adanya rencana dari otoritas mengenai ketentuan free float baru dan penindakan tegas terhadap penggoreng saham, mendorong terjadinya profit taking terhadap saham-saham yang telah mengalami kenaikan signifikan,” tambah Alrich.
Meski begitu, katalis positif menurut Liza tetap ada. Hal itu khususnya datang dari rencana Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara yang tengah menyiapkan injeksi dana sekitar Rp 16 triliun ke pasar modal dalam waktu dekat.
Alokasi ini menurut Liza diharapkan dapat menjadi liquidity buffer yang menahan kejatuhan IHSG lebih dalam, sekaligus memperbaiki kedalaman pasar yang selama ini terlalu dangkal dibanding bursa negara tetangga seperti India dan Hong Kong.
“Jika injeksi itu benar terealisasi dan pasar global mulai tenang, ada peluang teknikal rebound ke atas 8.000 dalam jangka pendek,” ujar Liza.
Secara teknikal, Alrich melihat negative slope indikator MACD semakin melebar. Sedangkan, indikator Stochastic RSI berada di area oversold, namun belum mengindikasikan reversal.
Baca Juga: Perang Dagang AS-China Kembali Berkobar, Simak Proyeksi IHSG Senin (13/10/2025)
Hari ini, IHSG telah menutup gap di 7.855, namun saat ini masih berada di bawah level psikologis 8000. Dus, dia memperkirakan IHSG masih berpotensi menguji level support di 7.725 dan resistance 8.000 pada pekan depan.
Sentimen yang akan mengiringinya masih dari data Foreign Direct Investment (FDI) Indonesia di kuartal III-2025 yang turun 8,9% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp 212 triliun.
Ini merupakan penurunan selama dua kuartal berturut-turut dan penurunan paling tajam sejak kuartal I tahun 2020 akibat kebijakan tarif AS dan melemahnya daya beli masyarakat.
Selain itu, pekan depan juga investor akan menantikan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia tanggal 22 Oktober 2025, yang menurut konsensus akan kembali memangkas 25 basis poin menjadi 4.5%.
Baca Juga: Proyeksi IHSG Hari Ini (14/10) di Tengah Ketegangan AS‑China
Pasar juga akan disuguhi rilis data pertumbuhan kredit bulan September pada tanggal 22 Oktober 2025 dan data uang beredar BI bulan September.
Tak lupa, musim rilis kinerja emiten kuartal III akan turut menyetir arah pasar ke depan.
Adapun, Kiwoom Sekuritas masih mempertahankan proyeksi IHSG di rentang support 7.800 dan resistance 8.000 hingga akhir tahun 2025.
“Namun selama volatilitas global masih tinggi dan belum ada policy response konkret dari The Fed maupun China, IHSG masih rawan fluktuasi tajam dengan bias defensif di saham-saham berfundamental kuat dan likuid,” tutup Liza.
Selanjutnya: Rosan Ungkap Sejumlah Proyek yang Mendongkrak Capaian Investasi pada Kuartal III-2025
Menarik Dibaca: Hujan Lebat di Provinsi Ini, Simak Peringatan Dini Cuaca Besok (18/10) dari BMKG
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News